10 >> W

2.4K 123 0
                                    

Well, setelah kejadian hari itu, Joey tidak terlihat lagi batang hidungnya. Christine sempat mencarinya sampai keliling gedung fakultas, bahkan kampusnya. Tapi tanda-tanda kehadirannya sama sekali tidak terasa. Mobil sport merah ataupun motor besar yang biasa mudah terlihat di parkiran pun absen seminggu penuh.

Sebenarnya Christine mencari Joey dengan alasan yang baik. Ingin berterima kasih karena Joey yang membantu ibunya kemarin. Dia yang memberi pertolongan pertama di saat Christine yang juga calon dokter hanya membeku. Dia begitu kaget dengan situasi yang ada, padahal sebelum ini ibunya juga pernah mendapat serangan.

Christine menghela nafas lelah.

Hanya seminggu tapi berhasil membuat Christine merasa ada yang kurang. 'Sebenernya tuh curut kemana sih?! Biasa juga dia yang datengin gue.' Kesal Christine sampai ke ubun-ubun. Dia merasa sepi.

"Van!" Panggil Christine saat melihat seseorang yang sepertinya Revan, sahabat Joey sejak kecil.

"Oh, hai Chris... Ada apa?"

"Mmm, gini... Sahabat lu kemana sih? Kok ngilang gitu aja?" Tanya Christine to the point.

"Kangen?" Tanya Revan dengan senyum tak lepas dari wajahnya. Christine hanya bisa mendengus dan Revan tidak perlu bertanya lebih jauh. "Hahaha, bercanda. Yah, dia sibuk. Itu aja. Tapi nanti juga masuk kuliah lagi kok..." Jawab Revan kurang memuaskan.

"Emang dia sibuk apaan? Kesibukannya ya ada di kampus kan?"

"Kalau lu mau tau, tanya sendiri. Gue sahabatnya, bukan informan lu. Sorry Chris, duluan ya." Revan pamit dengan senyum yang masih menempel sempurna.

Ingin sekali Christine merobek senyum di bibir Revan agar lebih mudah diajak serius. Tapi mana mungkin? Revan itu orang yang baik, bahkan mau berhenti sejenak untuk menjawab pertanyaannya. Padahal terlihat sekali kalau Revan sibuk karena terus-terusan melihat jam tangan dan setelah pamit langsung berjalan cepat.

Christine merasa bosan.

Kuliahnya batal semua dalam minggu ini, Sevania sibuk membuat aransemen lagu yang tidak ada tamatnya, Hanna berkutat dengan komputer dan angka karena deadline tugas yang semakin sedikit. Lalu dirinya?

"Chris..." Panggil seseorang yang sukses membuatnya mengangkat kepala dari atas meja. Christine sampai lupa kalau ada Alan yang setia menemaninya.

"Lan... Lu ga pulang?" Tanya Christine berbasa-basi. Kalau Alan sampai pulang, dia juga ingin pulang. Buat apa di kampus kalau tidak ada yang bisa dia lakukan selain bengong.

"Lu ngusir gue?"

"Engga sih. Hehehe, cuma yaaaa mana tau lu mau pulang buat siap-siap malam minggu. Kalau lu lupa, ini hari Sabtu loh." Christine menggoda Alan sambil menaik-turunkan alisnya.

"Terus?"

"Ga bareng sama cewek?"

Alan mengernyit bingung. "Lu kan cewek.." Jawab Alan tanpa ragu.

"Ya bener sih." Christine mengiyakan. Berarti dia dan Alan sedang menghabiskan Sabtu saing bersama. 'Emangnya sabtu siang sama kayak malam minggu ya?' Tanya Christine dalam hati. Sepertinya Alan salah menangkap maksud Christine. Baru saja Christine ingin menjelaskan maksudnya, Alan sudah lebih dulu memanggilnya.

"Chris..."

"Hm?"

"Gue tau ini terlalu cepet dan... Yah... You know, kita baru kenal karena ribut-ribut tumpahan segala macam air itu dua bulanan ini."

Christine mengangguk. Benar dan tidak salah. Mereka memang dekat karena berkali-kali Christine menumpahkan sesuatu ke Alan. Cepat sekali segala sesuatu berjalan. Tapi tunggu, dua bulan itu dihitung dari kapan? Dari paling pertama mereka tabrakan? Christine masih sibuk dalam pikirannya sampai ucapan Alan menyentaknya.

"Tapi... Boleh ga kalau gue suka sama lu?"

"Lu bilang apa?" Tanya Christine yang belum fokus. Mungkin saja dia salah dengar.

Alan berdehem pelan dan mengambil tangan Christine. "Gue suka sama lu, Chris... Lu... Yah, lu beda dari cewek lainnya. Lu ... Ahh, gue juga ga tau. Tapi gue ngerasa lu beda."

Salah tingkah. Keduanya salah tingkah, sampai akhirnya Alan dapat mengontrol dirinya kembali dan menatap Christine dengan tatapan paling serius yang dia miliki. "Kalau bisa, kasih gue kesempatan buat... Yah, buat bikin lu juga suka sama gue. Boleh?" Alan meminta ijin.

Bingung dan masih dalam keadaan salah tingkah, akhirnya Christine melepas genggaman tangannya. Sambil mengusap hidungnya yang terasa dingin, Christine tersenyum malu. Baru kali ini ada cowok yang memintanya seperti tadi. Rasanya bercampur aduk dan.... yah, dia menyukainya. Ada rasa deg-degan yang tak pernah dikiranya akan muncul secepat ini.

"Jadi?" Alan kembali bertanya karena tidak mendapat jawaban Christine.

Akhirnya Christine mengubah senyum malu-malunya jadi senyum lebar. Gigi-giginya yang rapi terlihat jelas dan mengangguk. Rico pernah bilang, tidak ada yang mustahil dan jangan melewatkan kesempatan yang ada. Christine yakin kata-kata itu dapat digunakan pada situasi yang dia alami saat ini.

"Chris... Gue butuh kata-kata. Gue takut salah ngartiin maksud lu." Alan terdengar putus asa. Dia tidak suka menunggu lama untuk sebuah jawaban. Dia butuh kepastian yang belum didapatkannya dari Christine.

Christine merasa, romantis akan sangat jauh darinya. Alan tidak akan membuatnya bosan dengan wajahnya yang seperti baru akan mencoba bungee jumping.

"Hahahha.. Oke. Boleh. Toh itu hak setiap orang."

ChristineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang