14 >> T

2.2K 107 0
                                    

"Ta-tapi... Chris.. Lu yang bener aja!" Protes Sevania. Bahkan bakso yang di hadapannya tidak lagi menggiurkan setelah kehebohan cerita Christine mengguncang gosip siang bolong mereka.

"Jangan tanya. Gue juga bingung waktu itu jawab apa. Jadi gue hanya bisa ngangguk!" Jawab Christine lalu menyedot jus alpukat kesukaannya. Dia tidak terganggu dengan mata Sevania yang menatapnya penuh kekagetan, ataupun Hanna yang seperti ingin mencekiknya karena memendam semuanya selama seminggu sendirian.

"Jadi dalam sebulan ini, lu bakal diromantisin sama dua orang cowok kece? OMG! Gue ngerti sih sedari dulu lu udah punya banyak fans, tapi ga gini juga Chris... Ini tuh ga akan.... Astagaaa, gue bener ga ngerti." Sevania seakan ikut frustasi ke dalam masalah Christine tapi Hanna menepuk bahunya seakan berkata, 'please stop jadi drama queen!'

"Hm.. Ya. Dan, gue ga tau bakal kayak gimana ini." Jawab Christine jujur.

"Salah lu juga sih Chris. Lu yang main api, hati-hati aja kebakar." Nasihat Hanna yang kali ini paling bijak. Ya, walau permainannya hanya di kode tidak jelas ternyata dia tidak se-drama queen Sevania.

"Mau makan?" Tanya seseorang dari belakang. Ketiga cewek yang sibuk mengobrol pun akhirnya menoleh dan mendapati Alan yang tersenyum manis.

"Duh Lan... Siapa sih yang ga mau makan? Yang bener tuh lu nanya, mau makan sama gue ga? Gitu!" Ralat Hanna yang sukses mendapat pelototan Sevania. Dia merasa perannya diambil orang.

Alan tertawa. Tapi juga salah tingkah. Dia mengusap tengkuknya dan meralat ucapannya. "Sorry girls... Chris makan sama gue, boleh ya?"

Christine masih saja diam sedari tadi. Bingung dengan keadaan yang serba tiba-tiba. Sampai akhirnya Sevania menyeletuk. "Dengan syarat, bayarin bakso gue ya. Baru gue kasih ijin sahabat gue pergi. Gimana?" Sevania bernegosiasi, tidak ingin rugi sahabanya dibawa pergi sedangkan dia tidak mendapatkan apa-apa.

Christine melotot. Masa iya harganya hanya semangkuk bakso? Sahabatnya memang 'unik'.

"Hahahaha, oke. Sekarang gue bawa pergi ya." Alan langsung menarik Christine ke tukang bakso, membayar makanan Sevania, dan kembali menarik Christine ke parkiran.

Tentu saja semua mata menatap Christine sekarang. Apalagi digandeng cowok populer di kampus, sekaligus playboy. Duh, ingin sekali dia menyembunyikan wajahnya di kantung kresek. Malu!

Selama ini dia seperti jual mahal, tidak mau cowok mendekatinya. Bahkan Christine selalu menegaskan kalau dia hanya ingin berteman setelah ajakan hang-out pertama. Tapi sekarang dirinya malah bersama cowok playboy kelas kakap, oh yang benar saja!

Jujur saja, Christine tidak bisa menyangkal kalau Alan dan Joey itu sejenis. Maksudnya bukan hanya mereka berdua berjenis kelamin sama, tapi juga sama-sama punya sifat dan kelakuan mirip. Suka motor besar, sayang mobil sport mewahnya, tebar pesona setiap hari, gaya kekinian, dan.... Kabar mereka punya banyak pacar dan playboy udah jadi rahasia umum.

Apakah tidak ada yang berpikir, kenapa seorang cewek yang adalah queen bee di kampus bisa mau saja jalan dan dekat dengan dua cowok playboy?

Alan si tukang gonta-ganti pacar dan Joey si petualang hati. Keduanya hanya bermain-main dengan cinta, dan apakah di sini Christine bekerja sebagai juri yang memilih siapa yang berubah setia?

'Haaaahhh, jalani sajalah. Mana tau ada hikmahnya. Lagian hemat ongkos makan, bensin, dan lain-lain.' Syukur Christine dalam hati. Walau dia yakin, tiap harinya akan gila menerima ajakan demi ajakan. Entah makan siang, makan malam, hang-out, dianter-jemput, dan lain sebagainya.

***

"Halo?" Jawab Christine saat teleponnya baru saja berbunyi setelah makan siangnya bersama Alan selesai.

"Nanti malem, gue jemput lu jam tujuh. Bisa?" Tanya Joey tanpa basa-basi.

"Buat?"

"Makan malam?"

Christine sudah menduganya. Dia mengingat-ingat apa ada tugas, pertemuan keluarga, janji lainnya, dan setelah tidak menemukannya dia mungkin bisa makan malam dengan Joey. "Oke. See ya!" Putusnya langsung.

Sebenarnya tidak ada sesuatu yang sweet ataupun berubah setelah teriakan Joey kemarin itu. Semua berjalan setenang air, seperti saat Joey belum meneriakkan isi hatinya. Joey masih menjahilinya walau tidak separah dulu. Mereka mengobrol dan sesekali berdebat. Ada juga saat dimana Christine malas diajak keluar dan ingin belajar, Joey datang ke rumahnya hanya sekedar duduk dan menjawab pertanyaan mendadak Christine. Atau mereka menikmati acara televisi dengan duduk bersebelahan di sofa tanpa bicara.

No more!

Berbanding terbalik dengan Alan yang sangat berusaha, sampai rasanya Christine diterbangkan ke awan. Cewek mana yang tidak bahagia jika diperlakukan seperti tuan putri? No one! Perhatian Alan juga tidak dapat ditahan. Entah berapa banyak waktu yang dimiliki Alan sampai sanggup mengirimkannya pesan setiap sepuluh menit sekali. Kadang bertanya apa sudah makan, sedang apa, sama siapa, sampai candaan yang bikin Christine senyum-senyum sendiri.

Apa.... Itu yang namanya cinta?

Christine masih belum tahu. Dia belum bisa memutuskan apa-apa.

"Siapa?" Tanya Alan tepat saat mobilnya berhenti di depan rumah Christine.

"Joey. Dia ngajak makan malam." Jawab Christine keterlaluan jujur.

Dan Alan sudah kebal. "Ohh.." Walau dalam hati, rasanya dia kesal juga. Tapi apa haknya? Christine belum menjadi pacarnya, sehingga dia bebas melakukan apapun.

"Lu ada waktu malam minggu nanti?" Tanya Alan.

Christine langsung teringat sesuatu dan menggeleng. "Sorry.. Ga bisa. Kak Rico ngajakin gue ke acara ulang tahun anak rekan bisnisnya. Dia mana punya pasangan kalau bukan gue, jadii..."

"Rico?" Ulang Alan. Dia pernah mendengar nama ini sebelumnya. Oh, saat Christine memilihkan baju kemeja berwarna abu-abu. Berkali-kali Christine menyebut namanya, tanpa menjelaskan siapa sebenarnya Rico.

Rasanya tidak lucu kalau ternyata orang bernama Rico ini pacar Christine, dan sekarang ini dia sibuk mengejar pacar orang. Walau playboy, tentu ada batas-batas yang harus dijaganya dan salah satunya adalah tidak merebut pacar orang.

"Rico itu mah kakak gue..." Jawab Christine kalem.

Perasaan Alan langsung lega seketika. "Oh.. Syukurlah."

"Kenapa?"

Alan langsung mengusap tengkuknya. Dia tidak suka menjawab pertanyaan Christine, tapi rasanya tidak mungkin. Christine itu tipe cewek yang sekali penasaran sulit sekali dibiarkan lalu. Jadi.... Alan jujur. "Gue kira... Yahhh, saingan gue."

"Maksud?"

"You know... Cukup saingan gue Joey aja. Dapetin lu aja udah susah, apalagi kalau ada rival lebih dari satu." Jawba Alan jujur.

"Hahhaha, apaan sih lu." Christine memalingkan wajahnya dan langsung membuka pintu mobil. Bukannya terburu-buru atau bagaimana, dia hanya malu kalau sampai Alan melihatnya tersipu.

"Ini beneran tau!" Teriak Alan yang masih didengar Christine. Tapi tanpa mempedulikannya, Christine segera masuk ke dalam rumah.

Ingin rasanya dia berteriak. 'Jangan... Jangan... Masih belum pasti kan kalau gue suka sama Alan yang udah keliatan sayang sama gue?'

ChristineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang