20 >> Alan

2.6K 124 0
                                    

Alan POV

"So... Mana kunci apartemen lu?"

Gue langsung mengeluarkan kunci dari kantung celana dan sebuah access card. Ya, gue mengaku kalah ke Andre. Sebenarnya bisa aja gue bilang gue menang, toh Christine juga memberikan ijinnya. Hanya saja, sekalipun gue menang dan mendapat perasaan suka dari Christine, tapi gue udah bikin hatinya sakit karena gue.

Haaahhh, semua memang salah gue.

"Ini.." Gue memberikan kedua benda itu ke Andre. Sebenarnya agak ga rela, tapi pertaruhan tetaplah pertaruhan. Toh apartemen itu juga gue dapatkan dari pertaruhan lain yang gue lakukan. Walau rasanya sayang karena gue udah suka dengan tempat nyaman itu.

"Udahlah... Lu ga perlu semenyesal ini."

Walaupun gue ingin mencincang Andre karena ga paham dengan apa yang gue pikirin, tapi rasa menyesal lebih mendominasi pikiran gue. Apalagi setiap kali gue inget Christine nangis di taman kemarin.

Seminggu ini bikin gue sadar, ternyata gue ga cuma hanyut dalam permainan yang gue mainkan. Tapi gue mendalami peran gue dengan sungguh-sungguh. Gue ga bohong saat bilang Christine berbeda dari cewek lainnya. Dia memang berbeda, dan itu yang membuat gue....... Huft.

"Justru gue ga nyesel. Baru kali ini tantangannya bener-bener bikin gue ... Ah, entahlah." Jawab gue bingung sendiri.

"Jangan bilang kalau lu..." Andre menebak-nebak dan menggantung kalimatnya. Gue tau pikirannya. Gue juga memikirkan hal itu dan sampai detik ini kayaknya gue masih belum yakin.

"Gue ga tau."

"Ow woww... Lu beneran suka sama cewek itu?" Andre memperjelas.

Gue diam.

Jika gue bilang engga, sepertinya salah. Tapi kalau gue bilang iya, gue ragu ini cuma perasaan kasihan. Tapi... Mana mungkin kasihan kalau perasaan ini ada sejak gue mulai mengenal Christine?

Ha-ha-ha. Berarti emang gue udah suka sama Christine ya?

Pantes aja setiap yang gue lakuin, rasanya ga ada berat hati ataupun malas. Kenyataannya gue melakukan semua dengan rela hati. Gue beneran pengen dapetin dia. Christine adalah yang terbaik yang pernah gue kenal. Tapi.... "Sayangnya, dia udah patah hati karena gue."

Andre menatap gue prihatin. Ga perlu tatapannya, gue juga udah dapet simpati dari diri gue sendiri. Mungkin ini karma karena selama ini gue udah main-main sama cewek-cewek sebelumnya.

"Ini klise, tapi menurut gue..... Lu berhak bahagia sekalipun lu salah. Kenapa ga lu coba ketemu Christine dan bilang perasaan menye-menye lu itu?" Saran Andre yang sukses membuat gue merenung.

***

Sudah setengah jam gue nunggu di depan kelas Christine. Rasanya lama, tapi gue juga pusing mengarang kata-kata apa yang pantes gue bilang saat kami bertemu nanti. Apalagi mengingat pertemuan terakhir kami berakhir dengan air mata.

Gue mondar-mandir, duduk di kursi yang kebetulan ada di sana, stres sendiri karena hal yang ga gue ngerti, lalu diulang-ulang lagi semuanya. Sampai akhirnya gue lelah sendiri dan pintu kelas terbuka.

Satu per satu, gue memperhatikan cewek yang keluar. Mana Christine? Ga lucu kalau sedari tadi gue nunggu tapi dia ga ada di kelas. Gue bersabar sampai orang terakhir keluar.

Christine beneran ga ada?

Gue mengintip ke dalam kelas, memperhatikan sekeliling sampai menemukan seorang berambut gelombang yang ga asing.

Christine!

Belum selesai gue mempersiapkan diri, Christine menoleh. Seakan waktu berhenti, mata kami bertemu. Yang gue tau pasti hanyalah jantung gue ga mau berkompromi dan memilih berdetak seperti saat gue mau sidang skripsi.

"Oh... Hai.... Mmm, Alan." Christine terlihat ga nyaman. Bahkan sampai membuang muka. Tapi gue maklum. Wajar saja...

"Hai Chris. Boleh kita bicara?" Tanya gue langsung. "Jika lu punya sedikit waktu buat gue." Tambah gue cepat. Jutaan doa langsung gue panjatkan semoga saja Christine ga menghindari gue. Kalau dia menghindar pun, mungkin akan gue kejar lagi dan lagi.

"Tentang apa?"

Gue tersenyum tipis. "Tentang gue yang selama ini ga bercanda ataupun bersandiwara saat bersama lu."

ChristineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang