Lantas, apa yang sebenarnya dilakukan sang calon wali kota nomor satu, Umar? Tidak seperti Fairuz yang masih gencar menguasai berbagai media untuk kampanye, mereka berkata Umar bahkan tidak terlihat batang hidungnya.
Tidak juga, Umar sudah berusaha memanggil TV Sukamawar untuk memberikan klarifikasi atas apa yang disampaikan oleh Fairuz pada acara wawancara itu. Dia bahkan mendatangi stasiun yang tidak lebih dari bekas ruko lama tak terpakai. Para penjaga sangat menolak kehadirannya di sana.
Metode kampanye yang dilakukan Umar sangat tradisional, memang sebagai generasi tua, dia tidak menggunakan teknologi canggih sebagaimana saingannya. Dia hanya melakukan kebiasaannya, berkeliling di lingkungannya, berbuat kebaikan dan membantu orang jika diperlukan. Dengan demikian, tanpa berucap sepatah kata pun, mereka langsung mengetahui bahwa pernyataan Fairuz pada malam itu tidak lain daripada sekadar adu domba.
Kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada Umar begitu besar. Pria biasa yang bahkan tidak tertarik dengan kursi pemerintah, begitu banyak yang mendukung dan mendaftarkannya. Hampir semua urusan, diselesaikan oleh orang-orang di lingkungannya. Demikianlah, dia menjadi calon. Untungnya, dia orang yang sudah terkenal hebat dalam kepemimpinannya.
***
Masa damai telah tiba. Kampanye seharusnya telah dihentikan. Hebatnya, TV Sukamawar yang baru dirilis beberapa bulan ini telah campur tangan dengan pilkada dan mendukung calon yang mereka inginkan. Tidak terhitung berapa kali secara implisit mereka mempromosikan nomor dua. Di setiap wawancara, mereka menyelipkan angka dua semaksimal mungkin dan menempelkan pamflet kampanye di belakang narasumber agar terlihat di kamera.
***
Sementara itu, di Kota Kebun Melati. Rupanya pilkada juga diadakan tepat setelah perombakan anggota kepolisian. Bedanya, di sana hanya calon tunggal yakni Yazid. Wali kota yang menjabat masih misterius namun dugaan besar itu adalah Bagus yang tewas dalam acara pembubaran organisasi kejahatan bawahannya.
Yazid hanya akan melawan kotak kosong, yang akan mengejutkan kalau itu menang. Apalagi masyarakat Kebun Melati terkenal tidak begitu peduli siapapun wali kota mereka, karena kuasa masih berada di tangan yang banyak uangnya, sebagaimana perusahaan yang membangun Rumah Teh Kebun Melati meski hampir semua orang tahu kecelakaan saat pembangunan.
Itulah yang mendasari teori mereka bahwa Bagus adalah wali kota Kebun Melati sebelum lowong seperti saat ini. Kekayaannya melebihi bayangan sampai sempat menguasai Polresta.
***
Berdasarkan Pasal 28 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara, polisi memang harus netral dan tidak memilih. Namun sebagaimana manusia lainnya, gosip mengenai siapa yang menang dalam pilkada tahun ini begitu merebak di dalam kantor. Terlebih setelah untuk ke sekian kalinya membaca koran yang sangat bias kepada calon nomor urut dua.
Di belakang semua itu, ada yang tidak begitu peduli. Dialah Brigadir Polisi Kurniawan, yang masih penasaran sekaligus kesal dengan perbuatan Dimas sang ilusionis pada hari kampanye Fairuz itu.
"Aku tidak percaya padamu. Tapi aku membiarkanmu kali ini, untuk membuktikan bahwa kamulah orang yang mereka cari selama ini." Brigpol Kurniawan terus terngiang ucapan itu.
"Apakah dia benar-benar mengetahuinya?" Brigpol Kurniawan berpikir. "Aku yakin hanya dia yang mengetahuinya, hanya perlu dipastikan."
***
"Erma." Dimas baru saja menghabiskan secangkir kopi.
"Apa?"
"Nanti saat hari pemilihan, kamu buka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
86 - The Drama
Mistério / Suspense"Semuanya, termasuk kamu, saya yakin tahu masalah oknum ini dan mulai muak dengannya. Masalahnya, kita tidak bisa melihatnya dari dalam." *** Kepolisian Resor Kota Sukamawar bekerja sama dengan Kepolisian Resor Kota Kebun Melati dan Kepolisian Resor...