. bab xiii : childhood

738 83 0
                                    

5 tahun sejak kelahiran *daepectiva* kastil dijaga sangat ketat oleh banyak guards. Kekhawatiran gabriel kepada ketiga putranya sangatlah besar apalagi ketiganya adalah keturunan dari 3 darah para makluk immortal yang bersatu.

Sanggrada kecil masih asik berlari - lari kearah sang bunda. Gabriel hanya tersenyum melihat putra tengahnya yang terlihat paling aktif diantara mereka bertiga.

Kadang susah mengendalikan ketiganya mengingat mereka masih sangat kecil. Apalagi menjaga minjiro, dari mereka bertiga hanya minjiro yang mendapatkan darah vampire demon dari gabriel, sedangkan yusangga dan sanggrada hanya mendapatkan darah demonnya saja yang bercampur dengan darah werewolf dari gavriel.

"Minjiro astaga! Apa yang kamu minum?!"

Gabriel mengangkat sang putra bungsu kedalam gendongannya. Mulut bocah itu sudah belepotan oleh darah segar yang entah darimana dia dapatkan.

Tahun ke - 7 kelahiran *daepectiva* minjiro diculik dan hilang seperti ditelan malam. Padahal gabriel ingat semalam putranya itu tidur bersamanya di ruangan nya. Lantas kemana hilangnya sang putra bungsu?

Sanggrada dan yusangga pun sempat berusaha mencari minjiro tanpa sepengatahuan sang bunda. Ayahnya tidak pernah pulang memang, yang sanggrada tau adalah dia memiliki seorang adik perempuan baru bernama leonna.

"Baiklah kemana kita harus mencari minjiro? Aku takut ketahuan bunda."

Yusangga hanya menatap malas adik kembarnya.

"Ish cemen banget, ga akan ketahuan bunda."

Baru saja hendak keluar dari jendela ternyata sang bunda sudah berdiri disana.

"Ehehe bunda. . ."

Pletak!

"Huweee bundaaaa"

Selama hampir 5 tahun hilang, sanggrada masih sering iseng pergi ke hutan berharap dia bisa bertemu sang adik kembar. Yusangga sendiri seperti sudah melupakan semuanya dan hidup dengan tenang dikastil atas tuntutan sang bunda.

"Hahh...hari ini berapa rogue lagi yang harus ku musnahkan? Minjiro?"

Sanggrada menatap kearah kerumunan rogue itu memang sudah tumbang beberapa sehingga sanggrada bisa melihat siapa yang melakukan perlawanan.

Mata dengan warna merah menyala itu persis seperti milik adiknya. Namun baru saja dia termenung. Orang itu langsung menerjangnya.

"Hey hey santai saja men, aku hanya lewat."

Yang menyerangnya membelalakkan matanya karna terkejut. Air matanya lolos begitu saja melihat sanggrada yang pasrah karna harus ditimpah badan tiang listriknya.

"Apakabar Minjiro?"

Setelah pertemuan keduanya minjiro dan sanggrada memutuskan membuat perjanjian untuk datang kehutan setiap jam 8 malam. Yusangga sendiri tidak curiga dan hanya membiarkan adiknya pergi sendirian.

"Aku tidak bisa lepas begitu saja dari sana, aku tidak bisa melakukan perlawanan."

Usia keduanya baru menginjak 15 tahun dan setidaknya butuh waktu 2 tahun untuk menunggu kekuatan minjiro benar-benar aktif secara sempurna.

"Bagaimana yusangga? Dia melupakan ku?"

Sanggrada menyesap kopinya lalu mengangguk pelan.

"Dia akan diangkat menjadi alpha pertama setelah ayah, dia tertekan dan secara tidak langsung lupa jika memiliki adik bandel sepertimu"

Minjiro hanya terkekeh pelan. Jujur saja rasa rindu itu menyelimuti dirinya, rindu kepada kakak dan sang bunda yang ada di kastil blue moon.

Saat usianya menginjak 17 tahun minjiro benar benar bisa terbebas dari jeratan penculiknya. Namun anak itu memang sangat kurang ajar datang dan menyiksa sang penculik sepertinya sudah menjadi hobinya yang baru.

Ia baru saja melangkah masuk ke rumah lamanya dan sudah disuguhi oleh tatapan tajam yusangga. Minjiro tetap berjalan kearah ruangan sanggrada diikuti yusangga dibelakangnya. Keduanya sampai dan membuka pintu ruangan, disana sanggrada dengan beberapa dokumen tercecer terlihat sangat berantakan.

"Inikah yang terjadi jika seorang anak berjiwa bebas tertekan oleh tugas?"

Minjiro hanya menatap kearah sang kakak yang bentukannya sudah... Ah sudahlah dia ingin tertawa saja rasanya. Yusangga sudah lebih dulu tertawa melihat sanggrada. Ah, akhirnya minjiro pulang.

Ketiganya memutuskan pergi ke ruangan sang bunda untuk menemui gabriel yang pasti sangat merindukan minjiro. Namun niat ketiganya harus kandas karna kehadiran sang ayah. Seperti biasa ayahnya pasti berdebat lagi dengan sang bunda.

"Masalah ini tidak pernah selesai..."

Minjiro melirik yusangga dan hanya mendapat senyuman tipis. Yusangga mendorong adik bungsunya kedalam dengan pelan. Disana, di sebuah sofa gabriel masih sibuk terisak pelan. Minjiro yang melihat itu langsung memeluk erat sang bunda.

"Bunda...minjiro pulang."

Yusangga melirik sanggrada lalu tersenyum. Sudah lama sekali sejak adiknya hilang dan bundanya pasti sangat rindu sekarang. Lihatlah bundanya sekarang menangis sangat kencang sambil memeluk minjiro erat seakan tidak mau dilepaskan.

. sempiternal - sanwoo//woosan ; endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang