INSIDEN tadi benar-benar memalukan. Malunya bukan main. Bisa-bisanya Noel berkata seperti itu. Ya, aku tahu dia berniat ingin menolong, tetapi kenapa harus mengatakan kebohongan pada Tara. Kerja bagus, sekarang aku akan menjadi buronan bagi cewek itu.
"Lo mikirin apa, Kei?" Suara Miley membuyarkan lamunanku. Aku menoleh kearahnya. "Pasti mikirin ucapan si Noel kan?"Aku menggeleng cepat. Padahal, tebakan cewek itu memang benar.
Tiba-tiba Miley mengelus pelan pundakku. "Gue yakin kalo dia itu cuman becandaan doang kok," ucap cewek itu berusaha menenangkanku, "tau sendiri gimana anak SMA, kan? labilnya duh minta ampun."
Ada benarnya juga. Ya, namanya juga anak SMP yang baru beralih ke jenjang SMA. Pasti sulit sekali untuk menghilangkan sifat-sifat seperti itu.
"Kayaknya itu wali kelas kita deh!"
Seruan seseorang dari arah pintu membuat aku dan Miley terkesiap. Buru-buru kami berdua melipat tangan diatas meja. Eits, bukan hanya kami berdua, melainkan seisi kelas yang sudah duduk rapi dengan kedua tangan yang dilipat diatas meja.
"Selamat siang, semuanya," ujar wanita setengah paruh baya yang tengah berdiri sembari menyusun kertas-kertas yang berada pada gengamannya diatas meja, "maaf atas keterlambatan saya. tadi saya ada urusan sebentar."
"Jadi, saya Sarita. Kalian bisa panggil saya Ibu Sarita. Saya adalah wali kelas sekaligus guru mapel Seni Budaya kalian." terang Bu Sarita, "jadi bagaimana? apa kita sudah mempunyai struktur kelas?"
Seisi kelas menggeleng, membuat wanita setengah paruh baya itu menyahut, "Belum punya, ya?"
"Iya, Bu..." jawab seisi kelas serentak.
"Dari tadi tidak ada guru yang masuk, Bu." tambah seorang cewek yang duduk diseberang kami—itu adalah Tara.
Bu Sarita mengangguk. "Oke, baiklah. Jadi, waktu yang kita punya tidak banyak, karena sebentar lagi bel pulang sekolah akan berbunyi." Bu Sarita tampak menjelaskan hal yang sudah jelas diketahui oleh seisi kelas. "Saya ingin menanyakan. Siapa yang berniat untuk mencalonkan diri sebagai Ketua kelas, Sekretaris dan juga Bendahara?"
Senyap. Tak ada jawaban, semuanya malah menunduk.
"Siapa yang ingin mencalonkan diri?" Bu Sarita mengulang pertanyaannya. "Ayo siapa? jangan malu-malu."
Aku melirik Miley sekilas, "Mil, ayo kita calonin diri," bisikku padanya. Aku masih dalam keadaan yang sama seperti sebelumnya-melipat kedua tangan diatas meja, duduk tegap dengan pandangan lurus kedepan. "Gue calonin diri jadi Sekretaris, lo jadi Bendahara, gimana?"
Miley mengangkat bahu, ekspresinya merengut. "Gak deh, gue takut khilaf," tolaknya secara polos, "gue jadi wakil lo aja."
Mengingat bahwa diriku merupakan seorang mantan sekretaris pada saat duduk dibangku SMP, aku sangat tertarik dengan posisi itu.
"Oke, ayo tunjuk tangan." Aku memberi tahu Miley. Cewek itu mengangguk. Beberapa detik setelahnya, kami berdua pun mengacungkan jari telunjuk.
Bu Sarita memfokuskan pandangannya kepada kami berdua, "Bagus, nama kalian berdua siapa dan ingin mencalonkan diri sebagai apa?"
Aku berdiri sembari menjawab, "Nama saya Keira Dorado, Bu." jawabku dengan sopan. Kepalaku ikut menunduk. "Saya ingin mencalonkan diri sebagai Sekretaris, Bu."
Bu Sarita mangut-mangut. Kemudian, aku pun kembali mendaratkan bokongku. "Kalo kamu?" tanya Bu Sarita pada Miley.
Cewek itu tersenyum. Lalu, dia berdiri tegap, "Nama saya Miley Sainsbury, Bu." jelas Miley. "Saya ingin mencalonkan diri sebagai Wakil Sekretaris, Bu."

YOU ARE READING
Noel Harald
Novela JuvenilNoel Harald. Ya, ini adalah kisahku dengan cowok bernama Noel. Cowok yang senantiasa membuatku tidak pernah tenang saat menjalani masa SMA-ku selama 3 tahun. Bukan, bukan karena dia adalah makhluk yang tak kasat mata. Melainkan, ini adalah hal buru...