Lima

32 8 0
                                    

Happy Reading Guys🔥
.
.

•••

Aurora saat ini sedang kebingungan mencari sasuatu. "Eh, lo liat tas gue nggak?" tanya Aurora pada seorang gadis yg duduk bersebrangan denganya.

Gadis itu menggeleng.

Aurora berdecak.

"Lo semua ada yg liat tas gue dimana?" tanya Aurora pada seisi kelas.

Mereka semua pun sontak menggeleng. Aurora dibuat kebingungan. Sebentar lagi guru akan masuk namun jika tasnya tidak ada...mau bagaimana nanti?

"Perasaan tadi gue tinggalin disini deh." gumamnya.

"Ish, dimana sih?!" Gadis itu mendorong meja kasar, memperhatikan di laci bawah, bahkan berkeliling untuk mencari tasnya.

"Rora, ini tas kamu?" tanya seorang siswi dari luar kelas. Aurora menoleh dengan cepat.

"Iya, itu tas gue." ujar Aurora senang. Ia melangkah mendekati sang gadis yg nampak menutup hidungnya. Bau menyengat menyeruak masuk ke indra penciuman. Busuk sekali, membuat Aurora mual seketika.

"Huek," nampaknya Aurora ingin muntah. Sungguh, ini sangat bau!

"Tadi aku nemuin ditempat sampah depan, Ra." ucap gadis itu dan menyerahkan tas tersebut pada pemiliknya.

Aurora memegang nya dengan ujung kuku.

"Bau banget!!!" pekik anak-anak cewek didalam kelas itu namun ketika menyadari bahwa siapa pemilik tas itu, mereka hanya bisa diam sembari menutup hidung mereka. Nyari aman....

Aurora membanting tasnya kuat kelantai dan menatap tajam satu objek didepanya. GREVANO. Aurora yakin, cowok itu pasti pelakunya.

Dengan semua amarah yg menumpuk didalam dirinya, ia segera berjalan mendekat.

Vano terlihat berpura-pura sibuk dengan buku dan bulpen ditanganya. Aurora tau, cowok itu sedang bersandiwara.

"Heh!" sentak Aurora.

Vano menoleh keatas. "Ew. Jangan deket-deket! Lo bau selokan, Tan." ujar Vano.

"Lo kan yg ngebuang tas gue di tong sampah?!" tuding Aurora langsung sembari berkacak pinggang garang.

"Dih, nuduh. Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan loh." ujar Vano santai.

"Emang fakta kan?! Siapa lagi kalau bukan, Lo?!"

"Fakta darimana hayo? Emang lo punya bukti?!" tanya Vano.


"Dasar badut, hitam, jelek, dekil, bau." hina Aurora habis-habisan.

Bukanya tersinggung, Vano justru tertawa. "Biasalah, orang ganteng banyak haters-nya." ujarnya bangga.

Tiba-tiba Aurora ikut tertawa. "Gue aduin lo ke kepsek." ujarnya lalu pergi meninggalkan Vano yg kalang kabut.

"Tan, Setan oi!!!" teriaknya namun dihiraukan oleh Aurora.

"Yaelah, si Setan baperan amat." keluhnya. Sudah bisa dipastikan bahwa setelah ini ia akan terkena masalah.

•••

"Ada apa, Rora?" tanya Darto---Kepala Sekolah Bina Bangsa. Melihat anak dari pemilik sekolah masuk dengan wajah kesalnya membuat Darto yakin jika ada sesuatu yg terjadi.

"Duduk dulu." ucap Darto mempersilahkan.

Aurora menyibakkan rambutnya dan berjalan menghampiri sofa di sudut ruangan lalu duduk disana.

"Ada masalah?" tanya Darto begitu melihat Aurora sudah duduk sembari berpangku kaki di sofa. Pria itu hanya bisa menghela nafas pelan.

"Saya mau Vano dihukum." ucapnya langsung.

Darto berdehem. "Memangnya ada masalah apa?"

"Dia ngebuang tas sekolah saya kedalam tong sampah dan buku saya dirobek semua." ujar Aurora setengah berbohong. Jelas-jelas Vano hanya membuang tas-nya kedalam tong sampah, sedangkan buku-bukunya masih aman tersimpan didalamnya. Namun, bukan Aurora namanya jika tidak melebih-lebihkan sesuatu.

"Benar seperti itu?" tanya Darto memastikan.

Aurora mengangguk sekali.

Darto berdehem pelan. "Tapi Rora ka-"

"Om nggak mau ngehukum dia?! Yaudah, Rora aduin ke Papi aja." ancam gadis itu yg sudah berbicara informal.

"Nggak, Rora. Maksud om, kamu mau ngehukum dia kayak gimana." ujar Darto. Waduh. Bisa bahaya kalau sampai Aurora mengadu pada ayahnya.

"Hukuman yg seberat mungkin." ujar Aurora dengan senyum miring di wajahnya.

•••

"Emang sial si Setan. Masa iya orang ganteng disuruh ngecat tembok!" gerutu Vano kesal.

Atas laporan Aurora tadi, ia terkena hukuman mengecat tembok gedung dekat lapangan---yg memang sudah terkelupas separuh.

Mana tadi ia dituduh merobek-robek buku Aurora, oleh si botak. Siapa lagi kalau bukan Dartono? Eh...Darto maksudnya.

"Awas ya lo, lain kali gue jahilin yg lebih parah. Nyuri sempak misalnya...." ujar cowok itu lalu terkikik geli.

"Sempak siapa yg mau kamu curi, hm?" sebuah suara menginstrupsi dari belakang membuat Vano agak terkejut.

"Eh, ada Pak Bagas." ujar Vano nyengir.

Bagas berdiri sembari bersedekap. "Sempak siapa yg mau kamu curi, Grevano?" tanya Bagas mengulang kalimat yg sama.

"Yaelah, bapak nguping?"

"Saya nggak nguping."

"Nguping lah, kan bapak denger saya ngomong kan? Hayo..."

Bagas menatap tajam siswa dihadapanya. "Ngecat yg bener, mau saya tambahin hukumannya?" sinis guru bertubuh besar itu.

"Bapak ini berdosa banget, nggak liat saya udah kesulitan ngecat ini? Bapak masih mau nambahin hukuman buat saya?! Jahat.." ujar cowok itu mendramatis.

Bagas mengatur pernafasan-nya sebaik mungkin, takut jika bisa terkena serangan jantung dadakan karena menghadapi murid seperti Vano.

"Bapak kesini cuman mau nambahin hukuman saya kah? Bapak nggak mau ngebantu saya?" tanya Vano.

Bagas menatapnya cukup lama. "Mending kamu lari deh, Van. Bapak tiba-tiba mau ngebunuh kamu ini." ujar guru tersebut kesal.

Vano menyimpan kuas yg berada di tanganya dan tanpa aba-aba ia pun berlari meninggalkan Bagas.

"Orang ganteng emang banyak cobaan."

•••

Vote dan Komen jan Lupa Yah Manis💛

The Arogant Girl'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang