Sekelam Mimpi Buruk

16 7 0
                                    

Sekelam Mimpi Buruk

Oleh: Harrizz30

[ PROJECT RAMADHAN BPC ]

Hitam sehitam-hitamnya, lebih hitam dari arang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hitam sehitam-hitamnya, lebih hitam dari arang. Itulah bagaimana seorang gadis 16 tahun melihat dunianya sekarang. Gelap, dingin, tidak ada cahaya maupun suara. Berulang kali kalimat-kalimat penyemangat keluar masuk ke telinganya. Sia-sia, semua tampak sia-sia baginya. Dia sudah tidak memliki siapa-siapa lagi selain Ibu tiri yang gila harta. Oh, mungkin pacarnya, yang kadang hilang ditelan bumi tanpa kabar.

Bergelung di atas kasur sambil berurai air mata dengan hidung merah adalah kesehariannya. Bagi sebagian orang, ditinggalkan seseorang yang terkasih mungkin bisa terobati oleh waktu. Tapi gadis ini menolaknya mentah-mentah. Bayang-bayang mendiang ayahnya yang meninggal dua tahun lalu masih mengiris-ngiris hati, memunculkan aliran sungai di wajahnya, meninggalkan tanda kolam yang besar di seprai. Entah sampai kapan dia akan menangis sebelum tidur, air matanya mungkin akan segera surut tak lama lagi. Menangis tanpa suara memang cukup menyedihkan, tapi menangis tanpa air mata sudah tak mampu dibayangkan.

"Devi!"

Gadis itu menjengit kaget.

"Devi!"

Sekali lagi namanya dipanggil.

Ada apa sih, Tante Erni manggil terus. Devi bersungut-sungut dalam hati. Kekesalannya terhadap ibu tiri itu nyaris mencapai stadium 4. Barang membayangkan wajahnya yang jelek saja sudah membuat kepalanya panas. Lebih-Lebih, keadaan terkadang memaksa dirinya menghadapi kekasih Ibu tirinya itu yang sama bejatnya.

"Devi! Cepat buka pintunya!" Gedoran keras di pintu semakin terasa menjengkelkan. Sambil memasang muka masam, Devi menarik selot dan membuka pintu.

"Ada apa, nyonya besar?" tanyanya dengan panggilan meledek seraya melipat tangan di dada.

"Dasar anak nggak tahu sopan santun. Panggil saya dengan sebutan yang benar, dong! Anak sama bapak sama aja," ujarnya sinis.

Kemengkalan Devi berkembang menjadi amarah, "Tante Erni bisa nggak sih, nggak bawa-bawa Papa untuk semua urusan?!" Seru Devi, balas menatap sinis wanita di depannya.

"Papa kamu tuh udah meninggal. Ngapain juga harus ditangisin terus. Mau nangis seember pun dia nggak akan tiba-tiba hidup."

Tangan Devi terkepal. "Aku tuh capek ngedengerin Papa disebut-sebut terus. Emang salah Papa apa, sih? Tanpa Papa, Tante nggak bakal bisa hidup enak kayak gini!" Akhirnya amarah Devi meledak, sudah lama ia simpan kata-kata pedas ini. Seperti sumbu mercon, tidak butuh lama baginya untuk meledak saat sudah tersulut percikan api. "Kalau nanti aku sudah besar, semua milik Papa akan aku rebut dari Tante!"

Tentu saja Tante Erni tidak terima kebenaran tentang dirinya dibeberkan seperti itu. "Kurang hajar ya kamu! Nggak bisa menghormati yang lebih tua?!" Bentaknya sambil melayangkan tamparan tempat ke pipi kanan Devi.

Kolang KalingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang