Sisi, Dia yang Melihat

27 7 0
                                    

Sisi, Dia yang Melihat

Oleh: annanyous

[ PROJECT RAMADHAN BPC ]

Aku ragu, begitu melihat kearah sang kiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku ragu, begitu melihat kearah sang kiri. Matanya tidak terdapat keraguan, walau ini tugas yang diberikan Allah kepadaku dan kepada sang kiri tapi sebagai sang kanan, keraguan sering kali menghampiri. Namanya Amir, yang sekarang berdiri diatas sebuah bangunan pencakar langit tinggi. Sorot matanya menatap kearah bawah dengan perasaan berkecamuk. Angin berhembus, mendinginkan tubuhnya, mengosongkan pikirannya. Sekali lagi aku menoleh kearah sang kiri, tangannya sudah tergerak menuliskan amal yang mungkin jadi yang terakhir milik pemuda itu.

Tanganku belum bergerak sama sekali, aku masih yakin padanya. Ada keraguan yang sama di mata Amir, keraguan yang berbeda tapi punya makna sama. Aku masih percaya ia tidak akan melakukan hal ini jika memikirkan keluarganya yang tersisa. Aku yakin Amir memikirkannya, terlihat dari bagaimana ia tidak melangkah maju lagi.

Seandainya sebuah bisikan lembut yang kusampaikan berhembus di telinganya mengubah pemikirannya, maka sang kiri tidak akan bergerak lebih jauh untuk menuliskan setiap langkahnya. Namun begitulah manusia, bisikan buruk akan jauh terdengar lebih merdu daripada bisikan baik yang terdengar samar dan berat.

Tak butuh waktu lama ketika Amir tiba-tiba mundur dan berteriak kencang sebelum terduduk lemas. Ia menangis, suara tangis yang dalam. sedalam hatinya yang rapuh karena keraguan. Air mata mengalir dari pelupuk matanya, ia meringkuk, memeluk kedua kakinya. Aku kembali menoleh kearah sang kiri, ia menarik catatan itu sebelum akhirnya menoleh padaku dan berujar.

"Sekarang tergantung dia."

Mata pemuda itu tidak bisa bohong, ia sedang berada di persimpangan jalan takdir yang harus dipilihnya. Amir ragu, dan ragu itulah yang membuatnya memilih jalan yang salah selama ini.

Amir sekarang berada di mobilnya, awan tiba-tiba mendung dan bergemuruh bersamaan dengan tetesan air yang jatuh dari langit. Saudaraku Mikail yang memerintahkan awan meneteskan airnya atas se-izin Allah, Mikail selalu melakukannya dengan baik. Di dalam mobil, pikiran Amir nampak kosong, terlihat dari caranya menatap tetesan air hujan yang membasahi kaca mobil. Sampai keributan diluar membuyarkan lamunannya. Aku menoleh kearah sang kiri yang hanya memperhatikan perangai Amir dengan seksama, bersiap jika pemuda itu berbuat sebuah kesalahan untuk dicatat dalam daftar miliknya.

Hening sejenak sampai keributan di luar membuat pemuda itu mendongakkan kepalanya. Hujan masih mengguyur di luar sana, bagi kebanyakan orang jelas ada perasaan tidak ingin keluar dan berbasah-basah. Namun kerumunan itu sangat menarik perhatian, bukan hanya orang yang berada di luar. Bahkan Amir pun tertarik karenanya, pemuda itu mengambil payung dari kursi di sebelah sebelum membukanya dan keluar dari dalam mobil.

"Permisi."

Amir menggeser beberapa orang agar dapat melihat dengan jelas apa yang membuat orang-orang ini berkumpul. Amir terdiam saat melihat seorang bocah perempuan berumur sekitar 7 tahun tergeletak begitu saja di trotoar. Bocah itu nampak sangat lemah, matanya bahkan menutup.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kolang KalingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang