Situasi Macam Apa (1)

212 38 10
                                    

Akibat acara ulang tahun yang diadakan secara mendadak, gue terpaksa mencuri waktu sehabis pulang sekolah untuk membeli kado bersama Kak Arka. Walau sempat kebingungan, gue akhirnya memutuskan untuk membeli sebuah jam tangan bergaya klasik. Mengingat cewek itu hampir setiap hari memakai jam tangan.

Gue juga membeli sebuah novel misteri yang sering dibicarakan Febby. Sebenarnya ia tak begitu gemar membaca cerita misteri. Akan tetapi saat ia mengetahui itu adalah salah satu bacaan favorit gue, cewek itu menjadi penasaran. Ia mendadak ikutan suka dengan novel bergenre misteri, kriminal, atau sejenisnya.

Sementara itu, usai membeli kado dari gue, Kak Arka kemudian memberhentikan Fortunernya di sebuah toko aksesoris. Isinya berupa pernak-pernik berkilauan, juga beberapa perhiasan yang indah. Ekspresi Kak Arka bahkan terlihat sangat serius saat ia hendak memilih dari beberapa model kalung. Sebenarnya gue agak kaget dengan kado dari Kak Arka. Gue kira cowok itu bahkan tak tau harus membawa apa.

Nyatanya ia sama sekali tak menanyakan saran dari gue. Ini murni karena inisiatifnya sendiri. Entah bagaimana, abang gue ini terlihat seperti orang yang hendak memberi hadiah pada pacarnya. Walau bukan barang mahal, kalung yang dibelinya simpel dan menawan. Tampak manis sekaligus elegan. Gue bahkan sampai terkagum-kagum dan bangga atas pilihannya. Febby pasti akan sangat senang.

Saat gue dan Kak Arka sampai di rumah Febby, hari sudah gelap. Memang, acaranya pembukaanya dimulai pada malam hari. Sebenarnya gue tak berniat untuk berlama-lama di sini. Rencananya gue akan datang sebentar untuk bertemu Febby, memberinya kado, kemudian pulang.

Jujur, gue bukanlah tipe orang yang akan betah berlama-lama di keramaian bila tak ada keperluan mendesak. Pesta, berbincang tanpa tujuan yang jelas--basa-basi--itu adalah hal yang gue hindari sejak dulu. Sebab, energi gue akan terkuras jika gue terlalu lama berada di situasi tersebut. Kalau kata orang ini disebut 'introvert things'.

Apa yang gue lihat saat pertama kali sampai di rumah Febby membuat gue menghela napas. Tamunya kelewat ramai. Rumah yang berdiri megah ini tak menjadi masalah untuk menampung orang sebanyak ini. Selain itu, dekorasinya tak main-main. Lampu hias dipasang di mana-mana. Merentang membentuk perpaduan jalur yang indah untuk menerangi langit malam.

Meja-meja panjang berjejeran di tiap sudut dengan berbagai makanan tersedia di atasnya. Serta ada banyak meja dan kursi untuk para tamu. Belum lagi dua panggung kecil. Salah satunya sudah disiapkan alat musik seperti gitar dan keyboard--sepertinya akan ada live music--serta atribut seperti balon dan bunga bisa dijumpai ke arah manapun mata memandang. Ini terlampau mewah untuk ukuran pesta ulang tahun seorang anak SMA.

Banyak di antara tamu undangan yang tak gue kenal. Sepertinya Febby tak hanya mengundang anak-anak di sekolah. Belum saudara, teman dari sekolah lamanya, teman SMP, atau jenjang lain yang sepertinya menjadi penyebab bisa seramai ini. Gue bahkan sempat melupakan fakta kalau Febby adalah anak populer. Mungkin juga di kalangan orang tuanya--karena banyak juga orang dewasa di sini.

Pakaian mereka juga tampak berkelas. Hampir semua memakai gaun indah serta perhiasan yang berkilauan--terutama para tante-tante. Di khalangan laki-laki juga tampak mengenakan jas rapi. Entah bagaimana mengatakannya, gue seakan sedang menghadiri sebuah acara formal. Hanya para anak yang sekiranya seumuran dengan gue yang memakai baju kasual.

Untung saja gue memutuskan memakai midi dress berwarna baby blue selutut dengan aksen manik-manik putih berkilauan di bagian dada dan lengan--yang sebenarnya cukup simpel. Kalau saja Mama tak menyuruh gue memakai baju ini, gue pasti sudah memakai celana jeans dan sweater, lengkap dengan Converse putih kesayangan. Gue hanya peru membawa ransel hitam dan memegang sebuah buku. Kemudian, this is it! Jadilah outfit harian gue saat ke perpustakaan.

My Genius FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang