Kamu adalah Titik Pusat Permukaan Bola

332 56 12
                                    

Siska yang duduk di depan gue membalikkan bangkunya menghadap kemari. Gadis itu mengacak rambutnya sembari memukul buku tulisnya yang tak bersalah, tergeletak di atas meja gue. Dengan wajah seperti orang yang kurang istirahat, ia berkata dengan nada pasrah.

"Semalam gue tidur jam satu buat belajar. Gue pasrah ajalah sama ulangan nanti."

Alis gue berkerut. "Emang lo belajar dari jam berapa? Materinya kan nggak banyak."

Cewek itu menggaruk belakang kepalanya. "Kakak gue jadiin gue boneka percobaan soalnya. Mana gue tau siapnya lama. Tau gitu gue belajar siang."

"Boneka percobaan?"

Ia merapikan letak kacamatanya. "Iya, buat coba teknik make up baru."

Gue hanya mengangguk-angguk. "Yaudah, jangan dipaksain lagi. Daripada nanti malah nggak fokus pas ulangan."

Cewek itu mengangguk tanpa semangat dan menghela napas dengan kasar. Ia lalu menenggelamkan kepalanya di antara kedua lengan. Tampak seperti seorang remaja yang bersedih karena cowok yang disuka pacaran dengan cewek lain.

Suara riuh dari samping membuat gue menoleh. Beberapa teman gue yang sedang berkumpul untuk belajar bersama terlihat sedang membicarakan sesuatu dengan tatapan yang tertuju ke arah depan kelas. Saat gue mengikuti arah pandang mereka, mata gue agak melebar saat menemukan sosok Rio yang baru masuk kelas.

Cowok itu sempat meneliti sekeliling kelas sebelum ia kembali berjalan kemari dan melempar pandangannya pada gue. Sebuah senyuman hangat terukir di bibirnya, membuat gue ikut membalas senyumannya. Tepat saat ia berjalan di samping gue, tanpa melepaskan pandangannya ia menyapa.

"Hai."

Gue tak membalas sapaannya. Rio pun tak menunggu gue membalas. Ia hanya berlalu melewati gue dan duduk di bangkunya. Namun, sepertinya sapaan Rio barusan cukup untuk menarik perhatian Siska yang sedang uring-uringan. Cewek itu kembali duduk tegak dan membelalak saat melihat Rio sudah ada di bangkunya kembali.

Siska menepuk kedua pipinya lalu menatap gue. "Ra," ucapnya dengan suara kecil. "Itu beneran Rio?"

"Emang siapa lagi? Yakali ada jin yang menyerupai Rio ikutan sekolah." Gue berkata sambil menahan tawa.

Siska kembali menatap cowok itu dan berkedip sebanyak tiga kali. Namun, suara Bu Silvi yang muncul entah sejak kapan membuat Siska terkejut. Cewek itu dengan sigap mengambil bukunya di atas meja gue dan membalikkan badannya menghadap ke depan.

Gue memperhatikan anak kelas. Mereka yang sebelumnya juga sibuk membicarakan Rio yang kembali bersekolah setelah sempat menghilang, mendadak terenggut fokusnya pada Bu Silvi. Tatapan mereka menajam, seperti ingin menghipnotis orang. Biar gue tebak. Mereka pasti berharap Bu Silvi lupa pada ulangan Matematika hari ini. Sayangnya, kalimat pertama yang keluar dari mulut Bu Silvi setelahnya harus mematahkan harapan mereka semua.

"Simpan semua alat tulis kecuali kertas dan pulpen! Kita akan segera ulangan!"

Lucu saat melihat semuanya menunjukkan ekspresi seperti yang Siska tunjukkan tadi. Gue berbalik karena ingin mengambil kertas dan pulpen dari dalam tas. Saat itulah gue melihat Rio yang rupanya sudah bersiap sejak tadi. Cowok itu sedikit membungkuk untuk menulis namanya di kertas. Gue tersenyum melihatnya.

"Rio," sejujurnya gue sama sekali tak berniat memanggilnya. Panggilan tersebut spontan keluar begitu saja. Cowok itu mengangkat kepalanya dan menatap gue. Membuat gue melebarkan senyum. "Semangat ujiannya." Lagi-lagi, gue sama sekali tak ada rencana untuk menyemangatinya. Hanya saja, mungkin gue memang ingin melakukannya saat melihat cowok itu sangat fokus.

My Genius FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang