/Tak /Tak
Baru beberapa langkah keluar dari toilet, suara langkah kaki dari arah kiri memasuki indra pendengaran Viena. Dengan cepat Viena mengambil posisi sedikit berlari ke arah lorong kecil disebelah kanannya seolah ia baru saja datang dari arah tersebut yang dimana terdapat tempat sampah.
Tentunya ia juga memperhatikan titik buta CCTV yang pastinya akan dicek sebagai bahan investigasi.
Sengaja memperlambat langkah dengan berpura-pura mengecek handphone-nya, ia berhenti di dekat pintu toilet. Dan suara pekikan kembali terjadi lagi dan mengundang perhatian dari para petugas yang kebetulan lewat di area sekitar situ.
"Kau membunuhnya?!" tuduh salah satu pramugari yang sepertinya memiliki keabkraban dengan pramugari malang yang sudah meregang nyawa ditangan Viena.
Sebut saja ia pembunuh. Namun Viena tak akan merasa demikian. Ia hanya realistis saja. Menurutnya, ia tak membunuh manusia. Namun membunuh predator manusia di dekatya tadi.
Zombie itu sudah bukan manusia lagi bukan?
Pikirnya ringkas seperti itu.
"Bu-bukan aku." Elak gadis pirang tersebut dengan tubuh yang kembali bergetar hebat.
"Kau ingin mengelak seperti apa lagi? Bukankah pisau ditangan mu itu cukup untuk menjadi bukti?" cerca Pramugari itu dengan nada suara yang bergetar dan sedikit memundurkan langkah dari gadis malang yang ia tuduh.
"Kumohon, dengarkan aku. Ini ti-"
"ANGKAT JASADNYA DAN BAWA GADIS INI!" titah staff Bandara yang lain pada petugas-petugas yang sudah siap mengevakuasi jasad zombie itu.
Sudah ada banyak pasang mata yang rela berdesak-desakan di lorong sempit itu untuk meyaksikan betapa menjijikkannya kondisi mayat yang sudah dikeluarkan dari toilet. Dan di ujung lorong keluar, Viena bisa melihat beberapa staff sudah memuntahkan isi perutnya setelah melihat jasad mengenaskan yang harus mereka tangani. Mencium saja memang sudah memualkan.
Artadipta Daviena Yudhistira, berlagak seperti psikopat demi menyelamatkan gadis pirang yang kini di kungkung oleh petugas Bandara untuk dibawa ke ruangan investigasi.
Saat melewati Viena yang sudah memakai masker, ia menatapnya dengan nanar. Entah apa maksud dibaliknya. Yang jelas, gadis berambut pirang itu menatapnya penuh arti tersirat yang tak bisa ditangkap oleh Viena.
Viena lebih memilih memalingkan wajahnya tak kuasa melihat gadis malang itu dituduh sedemikian rupa. Lagipula, ia terpaksa melakukan hal itu karena ada tugas yang lebih mendesak di Distrik C. Ia tak bisa menunda keberangkatan dengan menjalani investigasi karena sudah membunuh seseorang.
Yah, setidaknya jasad itu masih bisa disebut dengan orang dibandingkan manusia. Begitu pikirnya.
Pemberitahuan keberangkatannya menuju Garbarata (lorong masuk ke dalam pesawat) kini mengantikan kericuhan yang baru saja terjadi. Segera Viena berlari kecil menuju tempatnya semula.
Saat pesawat take off, Viena menghela nafas. Masih ada saja kegelisahan saat melihat tatapan gadis yang beberapa menit lalu diselamatkannya.
Apakah gadis itu akan mengatakan yang sebenarnya ketika shock-nya sudah berhenti atau malah membiarkan dirinya tertuduh begitu saja karena bukti yang sangat kuat sudah ditangkap basah oleh pihak Bandara.
'Semoga saja kau termasuk gadis yang memiliki otak yang cerdas dan mampu mengolah kata dengan baik. Jangan menyusahkan dirimu. Ku harap kau baik-baik saja setelah ini. Terima kasih.'
Flashback off
Kyra tak henti-hentinya menyunggingkan senyum seharian ini. Gadis manis itu merasa senang sekali berada disamping Dokter Rosie, dokter yang sedari dulu ia kagumi atas prestasi dan kebaikan hatinya membantu Kyra sejak dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAZ Apocalypse
HorrorSebuah konspirasi besar yang timbul dari rasa iri dan dengki menjadi titik awal munculnya sebuah virus tak manusiawi. Wabah mengerikan ini seolah menjadi penguasa Indometrica dan berpusat di Royal District, suatu lingkaran wilayah yang menyimpan ban...