"Suntikan sekarang!" perintah Kapten Vino kepada salah satu Dokter Lab.
Dokter itu mengangguk yang kemudian menyiapkan cairan Vaksin yang akan disuntikan ke Nave.
"Jangan!! Jangan! Kakak!"
"Kakaaak!! Arghhh grrhhh!!"
"NAVE!!!!"
/BYURRRR!!!!
"Nave!!" teriak Cello yang tersadar dari tidurnya.
"Bangun juga lu? Teriak-teriak gak jelas, ngapa si? Mana nyebut-nyebut nama gue segala, kangen ye lu?" omel Nave pada kakaknya, Cello yang kini bercucuran keringat.
"Dek? Lu ga apa-apa kan? Masih sehat wal afiat kan?" bangun-bangun Cello langsung meraba-raba tubuh Nave hingga Nave bergeliat dan melayangkan tatapan sinis padanya. "Lu-lu masih manusia kan, Dek?" lirihnya kemudian yang samar sekali didengar oleh Nave.
"MANDI GA LU?!" titah Nave sambil mengacungkan tangannya menuju pintu kamar mandi, dengan raut wajah menatap sang Kakak datar.
"Kebanyakan ngehalu dah! Aneh banget tingkah lu! Napa si? Gua gk papa, masih sehat, gue gak disuntik, gue masih manusia, bukan mimpi! Sekarang bangun terus mandi lu! Cepet keburu masuk angin ntar lu!"
Cello menghela nafasnya lega, ternyata itu hanya mimpi. Mungkin karena terlalu memikirkan pembicaraan yang ia kuping semalam sampai terbawa mimpi.
Dengan langkah gontainya, Cello bangkit dan ke kamar mandi meninggalkan Nave yang misuh-misuh membereskan tempat tidur Cello yang benar-benar seperti barang rongsokan ditambah lagi kasur yang basah akibat siramannya sendiri untuk sang kakak.
"Tidur, keringetan, gelasahan, ngigau nama gua, pas gua siram juga teriak nama gua, tu orang ngimpi apaan dah?" monolog Nave sambil melepaskan sprei yang basah.
***
Semenjak mendapatkan mimpi buruk itu, Cello menjadi lebih pendiam. Dari beberapa chapter mimpi buruknya, baru kali ini Cello khawatir jika mimpinya bisa menjadi kenyataan.
"Cell, bantuin gua metik strawberry dibelakang, yuk!" ajak Viena yang diangguki oleh Cello.
Viena juga merasa heran dengan sikap Cello akhir-akhir ini. Bukan hal biasa rasanya jika melihat Cello yang notabenenya tukang bacot bersama dengan yang lainnya menjadi anak yang pendiam dan berbicara sekenanya saja. Cello seperti orang yang sedang banyak pikiran. Bahkan Cello tidak mengerjakan kerjaannya dengan benar.
/Puk!
"Adah!" latah Cello saat Viena memukul tangan kanannya.
Cello menatap Viena garang "Napa?" tanya Cello dengan nada ketusnya. Viena mendengus kesal dengan pertanyaan Cello "Lu mau motong tangkai strawberry apa mau motong jari?" tanya Viena jengah.
"Jari?" Cello melihat kearah jarinya, dan benar saja yang diucapkan oleh Viena, mungkin jika Viena tidak memukulnya saat ini Cello sudah tidak bisa menarik pelatuk senapan lagi.
"Lu kenapa? Ada masalah?" tanya Viena, Cello hanya menggeleng dan melanjutkan aktivitasnya memetik strawberry.
"Kak Cello!" panggil anak kecil berambut pirang menghampiri Cello dan Viena dengan berlari-lari.
"Hey, jangan lari-lari nanti kamu jatoh," peringat Viena. Anak kecil itu hanya mengangguk kemudian nyengir kuda ke arah Viena dan mulai berjalan santai menghampiri Cello.
"Kenapa Vera lari-lari nyari kakak?" tanya Cello to the poin.
"Kak Cello di panggil sama Kapten Vino, katanya Kak Cello disuruh ke Markas," ujar anak kecil yang dipanggil Vera itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAZ Apocalypse
HorrorSebuah konspirasi besar yang timbul dari rasa iri dan dengki menjadi titik awal munculnya sebuah virus tak manusiawi. Wabah mengerikan ini seolah menjadi penguasa Indometrica dan berpusat di Royal District, suatu lingkaran wilayah yang menyimpan ban...