niskala

2 0 0
                                    

"Sora Masashi dan Juro Megumi, sudah ditakdirkan untuk terhubung satu sama lain."

.

.

.

Dua minggu kemudian,

"Nak Sora, ayo berkemas waktunya pergi ke tempat perlombaan," ucap Pak Matsuka setelah ia membuka pintu kelas. Aku menutup buku serta tempat pensil dan meletakkannya secara acak di dalam tasku. Bahkan tidak peduli apa ada halaman buku yang terlipat--sejujurnya aku benci melihat halaman buku yang terlipat, merusak estetika benda itu--dan menyambar tas violin yang ku letakkan di samping kursi.

Semua mata menuju ke arahku, menyaksikan kegiatanku berbenah meja. Langkah kakiku berjalan menuju Pak Matsuka yang menunggu di depan pintu kelas yang masih terbuka. "Saya izin sebentar," cicitku lalu membungkuk singkat ke arah wali kelas yang berdiri di depan kelas. Orang itu mengganguk kemudian mempersilakanku untuk keluar kelas.

Aku menghampiri Pak Matsuka dan mensejajarkan diri dengan Pak Matsuka. Kami melewati koridor dan beberapa anak tangga hingga sampai ke parkiran kendaraan yang berada di bagian belakang sekolah, dan tentunya di khususkan untuk yang memiliki SIM. Terlihat mobil tua berwarna silver mengkilap terparkiryang posisinya tak jauh dari kami berdiri, tampaknya mobil itu miliki Pak Matsuka sendiri.

Tepat saja, Pak Matsuka mengambil kunci mobil ke arah mobil yang ku maksud. Tangan ku meraih pintu dan menariknya. Menempatkan diriku ke posisi yang nyaman untuk duduk. Perjalanan dari sini ke tempat perlombaan memakan waktu sekitar setengah jam lebih--setelah ku hitung.

Tangan ku kembali menutup pintu dengan membantingnya sedikit, memastikan tertutup rapat dan kemudian memakai sabuk pengaman. Aku tidak duduk di samping kursi sopir, lebih tepatnya di belakang kursi sopir. Agak risih rasanya duduk di samping kursi sopir.

Pemandangan Osaka di tengah musim semi memenuhi pengelihatanku. Pemandangan yang terlalu monoton menurutku pribadi. Hanya suara bising radio mobil yang disetel Pak Matsuka yang memecah keheningan antara kami berdua. Lagian apa yang mau kami bicarakan? Soal lomba nanti, oh ayo lah, itu terlalu biasa. Aku butuh sebuah hal yang luar biasa. Diriku memangku tas violin yang tentu saja berisi violin.

Sesekali mengetuk-ngetuknya dengan jari telunjuk ku ketika jenuh. Bunyi klakson mobil dan motor kini mendominasi pendengaranku. Tampaknya jalan sedang macet. Kadang mobil ini bergerak sedikit kemudian berhenti dan membunyikan klaksonnya.

Aku bisa mual sekarang.

Ac mobil yang dinyalakan sama sekali tidak menjalankan tugasnya dengan baik sekarang. Membuat suasana semakin gerah.

Beberapa saat kemudian mobil berjalan tanpa hambatan seperti semula. Aku bersedekap dan menundukkan kepala, berpikir sejenak tentang kemarin. Gadis itu, Ayano Miyamoto, yang datang tiba-tiba menyatakan hal yang masih belum jelas kepastiannya.

Batinku berbisik,

Dari mana dia tahu kalau aku sedang memikirkan hal seperti itu?


Tak lama,

Kedua mataku menangkap hal yang kami cari bersamaan dengan mobil berhenti disebuah gedung yang cukup besar, gapuranya dipasang spanduk bertuliskan lomba yang diadakan. Tak salah lagi, ini gedungnya. Pak Matsuka membuka pintu mobil, seolah menyadarkanku bahwa kami sudah sampai san harus segera turun. Tanganku mengikuti gerakan Pak Matsuka, membuka pintu mobil sambil membawa tas violinku.

tsunagu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang