the flower and his Sun;

1.1K 217 3
                                    

Langit menampakkan warna kelabunya. Menghantarkan udara sejuk bak dimusim dingin. Air hujan tidak ingin kalah dengan kemolekkan warna langit. Ia jatuh begitu banyak. Memberi warna pandang semakin berkabut.

Sementara itu, di atas motor matic berwarna hitam, terdapat sepasang anak Adam dan Hawa. Bersikeras menembus derasnya hujan agar segera sampai pada tujuan.

Langit memang sedang tidak murka, namun banyaknya intensitas air yang jatuh membuat mereka terpaksa harus menepi jika tidak ingin terjadi hal yang buruk.

Memberi jeda untuk perjalanan panjang, karna keadaan yang tak memungkinkan.

Jeno meletakkan helmnya pada kaca spion motor, sedang Renjun sudah lebih dulu meneduh di bawah pemukiman seseorang yang sudah tidak berpenghuni.

Menggosok-gosokan rambutnya yang basah, Renjun mendapati Jeno sudah berada di sampingnya.

"Tadi kan aku udah nyuruh kamu buat pake jaket, kenapa gak di dengerin?"

Jeno ikut menggosok-gosokkan rambut Renjun. Berharap akan segera kering dan tidak berdampak menjadi penyakit.

Sedangkan Renjun, sudah merasa tidak nyaman dengan pakaian yang ia kenakan. Semuanya basah. Dan Renjun mengutuk dirinya sendiri karna tidak mendengarkan saran dari Jeno.

"Je, ya mana aku tau kalo hari mau hujan. Biasanya juga kan gak pake jaket."

Ia mencibik kesal, tapi tubuhnya tetap tidak mau tinggal diam.

"Dingin?"

Suara Jeno sudah lebih lembut, tidak sekeras tadi. Membuat Renjun ikutan melunak dan menganggukkan kepala lemah.

"Sini peluk."

Tanpa adanya persetujuan, Jeno sudah terlebih dahulu menenggelamkan tubuh Renjun kedalam pelukannya.

Yang lalu kemudian ia mengambil kedua tangan Renjun, menggenggamnya erat lalu meniup-niupkannya. Menyalurkan sisa kehangatan yang diharapkan..

"Kamu menggigil, Re."

Yang diajak bicara hanya diam tak menjawab. Masih meresapi rasa dingin yang kian menusuk hingga ke tulang.

Sontak saja Jeno mengendurkan pelukan mereka, menangkup kedua rahang Renjun untuk ia beri kecupan-kecupan kecil di seluruh permukaan wajah.

Dan Renjun, terlalu lemah untuk menolak ataupun menghindar. Sampai tidak sadar jika Jeno sudah berada di ceruk lehernya. Menghembuskan nafas hangat tanpa peringatan.

"Bibir kamu juga dingin."

Ibu jari Jeno bergerak di atas belah bibir Renjun. Menatapnya lekat seakan meminta persetujuan.

"Can I?"

Renjun masih tidak bergeming. Terus mencari-cari arti makna dari pertanyaan spontan milik Jeno.

"Just a kiss."

Seperti ada titik terang, mulut Renjun terbuka sebagai refleks, namun tetap tidak ada suara yang terdengar juga. Membuat tangan Jeno mengambil jarak semakin tipis diantara keduanya.

Dan dengan satu tarikan lembut pada pinggang, bibir Jeno berhasil mendarat di atas permukaan bibir Renjun. Menghantarkan rasa hangat yang menjalar sendirinya.

Ciuman Jeno sangat lembut, tidak memaksa, tapi juga tidak bisa dibilang lambat. Seakan hanya dengan lewat ciuman, Jeno menyalurkan seluruh isi hatinya untuk Renjun.

Sesaat Renjun dibuat lupa. Bahwa Jeno is a good kisser ever.

Ia begitu handal dalam hal memanjakan bibir Renjun. Hangat yang diberikannya pun langsung bersarang ke seluruh organ tubuh Renjun.

Tangan Jeno menekan tengkuk Renjun, semakin mempersempit jalannya laju udara diantara mereka. Kepalanya sudah tidak beraturan, mencari posisi ternyaman untuk memperdalam ciuman.

Jeno merasakan kepalanya pening. Ciuman yang semula lembut kini berubah menjadi menuntut. Merasa mabuk akan rasa manis yang Renjun berikan.

Hingga Renjun merasa gelagapan. Ciuman Jeno begitu memabukkan, sangat dalam dan basah. Membuat kupu-kupu diperutnya beterbangan tak tentu arah. Renjun merasa seperti sedang terbang ke langit, dan hanya ada hal indah yang menyapa rongga benaknya.

Namun kenyataan masih enggan berdamai dengan kemauan Jeno. Di sisa-sisa kesadaran yang Renjun miliki, tubuh Jeno ia dorong hingga tautan bibir mereka terlepas. Meninggalkan jejak Saliva yang terulur begitu saja. 

"Jeje─nghh─"

Jeno memang melepaskan tautan bibir mereka. Namun bukannya berhenti, kecupan Jeno malah merambat ke ceruk leher Renjun.

Membuat tubuh Renjun yang tadinya menggigil, menjadi panas terbakar.

"Je, udah!"

Renjun masih mencoba menghentikan Jeno ketika bibir Jeno menyesap kencang kulit lehernya. Mungkin setelah ini, Renjun bisa melihat tanda kemerahan yang Jeno tinggalkan disana.

Tangan Jeno pun bergerak turun, kembali merengkuh pinggang Renjun agar semakin menempel padanya.

"Jeno─"

"Hm?"

Jeno memandang lekat wajah Renjun. Dan bisa Renjun lihat bahwa disana terdapat kabut gairah. Membuat Renjun menelan salivanya berat.

"Just a kiss, you said."

Pria yang hampir lepas kontrol itu hanya bisa mengusap permukaan wajahnya kasar. Tersenyum kikuk dihadapan Renjun.

"Your smell just like a flower, Re."

"..... Can I be your Sun, then?"

🌈🌈

Pelangi; NoRen ✓✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang