the winter after ten;

1.3K 247 6
                                    

Suara jangkrik yang bersahutan, dengan latar tempat di sebuah jalan setapak, juga di terangi cahaya remang sang rembulan, Jeno dan Renjun berjalan beriringan. Sambil sesekali menyenandungkan lagu lawas yang hangat di kenang. Suara tawa yang mengudara sebagai tanda, betapa bahagianya mereka berdua.

"Aku penasaran, cara kamu mandang dunia itu, gimana si, Je?"

Disela langkah yang masih berpijak, satu topik perbincangan Renjun keluarkan. Menatap penuh puja sosok tampan sempurna pahatan.

"Tiba-tiba banget?"

Renjun tersenyum, sesekali menendang kerikil kecil yang sedikit menghalangi langkah kakinya.

"Lagi mood aja ngobrol hal random sama kamu..."

Pergerakan tangan Jeno yang menggenggam jemari Renjun secara lembut, lantas membuat Renjun refleks kembali mengangkat kepalanya. Menatap Jeno yang kini juga sedang menatapnya lekat.

"Kayak gini..."

Renjun mengernyitkan dahinya. Tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Jeno.

"Maksudnya?"

"Cara aku mandang dunia, ya kayak gini..."

"Apa sih, Je? Kamu kok gak nyambung deh..."

"Ini aku lagi mandang dunia aku, Re. Kamu, dunia aku. Cara aku mandang dunia aku, ya kayak cara aku mandang kamu gini. Paham?"

Langkahnya terhenti. Mata yang sedari tadi melekat pada garis lurus yang sama dengan tatap Jeno, kini hilang fokus. Tengggorokkan nya tercekat. Udara yang ada diparu-paru Renjun seakan menguar begitu saja. Renjun sangat tidak siap dengan serangan cheesy words yang Jeno lantunkan. Maka hanya termenung lah yang bisa ia lakukan.

"Re, masih napak bumi, kan?"

Renjun dengan ekspresi konyol beserta kedua pipi memerah semerah buah tomat adalah bahagia tersendiri bagi Jeno. Bagaimana mata kecil itu membulat tidak percaya, bibirnya yang sedikit terbuka, juga garis-garis pipi yang mencetak rona merah alami. Jeno suka melihatnya. Jadi ingin mengarungi Renjun untuk dirinya saja.

"Astaga, Je. Cheesy banget tau gak!!!"

Tautan tangan mereka terlepas, jarak yang tercipta semakin nyata. Dikarenakan langkah Renjun yang tiba-tiba ia bawa lebih cepat. Meninggalkan Jeno yang masih bergeming dengan tawa hangat.

"Rere, sayang.... Mukanya merah yaaa?"

Masih enggan berhenti menggoda, Jeno sedikit berlari untuk kembali menyamakan langkahnya dengan Renjun. Senyum tidak putus dari bibir tipisnya. Memandang Renjun dengan tatapan penuh binar bahagia.

"Udah dong, Je.. aku kan malu.."

Tiba-tiba sudah berada di hadapan Renjun, Jeno membawa kedua tangannya untuk mengacak-acak puncak kepala Renjun. Mencubit pipinya sebanyak dua kali, lalu kemudian membawa tubuh mungil itu kedalam dekapan erat.

"Kamu gemes banget kalo lagi malu gini. Aku culik terus sekep di kamar, mau ya, Re?"

"Heh!! Sembarangan!!"

Keduanya tergelak, sama-sama menikmati moment bahagia yang tidak sengaja mereka ciptakan.

Renjun memberi jarak, namun masih dengan tangan yang melingkar nyaman di punggung Jeno.

"Udah jam sepuluh, salju pertama juga udah turun..."

Jeno mengangguk, mendekatkan wajahnya perlahan, dahinya bertemu dengan dahi Renjun. Menatap mata Renjun yang paling menjadi kesukaan.

"Ini hari spesial kamu, Je..."

Lagi, Jeno mengangguk. Senyum di bibirnya semakin lebar, kala tangan Renjun yang kini sudah beralih di kedua pipinya.

"Kamu bahagia?"

"Hm..."

Memejamkan mata, menikmati kehangatan napas Renjun di permukaan wajahnya.

"Happy Birthday, Prince..."

Bunga-bunga yang tertanam di jantung Jeno mulai bermekaran, kala ia merasakan sesuatu yang hangat dan basah jatuh di atas hidungnya.

"I wish the world could give you the best, and the best only..."

Matanya masih enggan untuk terbuka. Perasaan ini, sangat nyaman. Seakan waktu terhenti, Jeno tidak ingin meninggalkan moment ini. Moment hangat dimana hanya ada bahagia yang ia rasakan.

"Jesus loves you, Je.."

".... And so do I."

Dan lalu, belah bibir mereka kembali bertemu, in the winter after ten.

🌈🌈

Pelangi; NoRen ✓✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang