hari paling romantis beserta langit malamnya;

1K 214 12
                                    

Hari Sabtu adalah hari yang paling ditunggu-tunggu oleh banyak khalayak ramai. Hari yang digadang-gadang sebagai hari paling romantis, paling cocok untuk dihabiskan dengan orang terkasih.

Tidak jauh berbeda juga dengan pasangan Renjun dan Jeno, di hari Sabtu malam, mereka membuat rencana.

Mengesampingkan tugas sejenak, untuk meluangkan waktu berdua.

Dan bukit di pinggir kota, adalah tempat yang menjadi tujuan mereka melepas resah.

Berjalan bergandengan tangan yang sesekali saling menatap lalu tersenyum, tinggi bukit yang mereka tempuh tidaklah terasa melelahkan.

Percakapan ringan pun mereka lalui dengan perasaan penuh bunga. Sambil tak jarang berdebat tentang rindu siapa yang paling kuat.

"Kamu capek?"

Tanya Jeno. Melihat peluh yang mulai memenuhi kening Renjun.

"Dikit. Tapi sebentar lagi sampe, kan?"

Jeno mengangguk. Membawa tangannya untuk mengelap peluh Renjun menggunakan ujung hoodie miliknya.

"Mau aku gendong aja?"

"Eh?"

Jeno tersenyum. Setelah dipastikannya sudah tidak adalagi jejak peluh, Jeno segera bersimpuh tepat di hadapan Renjun.

"Ayo naik!"

Sambil menepuk-nepuk bahu. Pria serupa Samoyed itu memerintah Renjun untuk datang ke punggungnya.

"Je, aku berat..."

Ucap Renjun ragu. Sedikit menggigit bibir dalamnya, Renjun tidak ingin merepotkan Jeno.

"Udah ayo naik."

Perlahan Renjun menaiki punggung Jeno, melingkarkan tangannya di leher Jeno dengan hati-hati.

"Berat, kan?"

Tanya Renjun ketika Jeno sudah mulai berdiri dan melanjutkan langkahnya.

"Enggak sama sekali. Kamu makan gak sih, Re? Enteng banget badannya. Kayak kapas."

Terkikik pelan, Renjun mencubit kecil kulit leher Jeno.

"Sembarangan."

Jeno tertawa. Semakin mempercepat langkahnya agar segera mencapai puncak.

"Kita ngapain kesini, Je?"

Renjun menjatuhkan dagunya di atas bahu Jeno. Menenggelamkan wajahnya di dalam ceruk leher pria tampan itu. Merasakan kehangatan deru napas Jeno yang langsung menerpa permukaan wajahnya. Nyaman.

Jeno menoleh, melihat Renjun yang terpejam dalam senyum.

"Mau nunjukin kamu sesuatu."

"Apa?"

Gumam Renjun mulai tidak jelas. Terlalu nyaman berada di gendongan Jeno.

"Pokoknya indah. Kamu pasti bakal suka..."

"Yang aku suka kan, cuma kamu."

Mata Jeno menyipit, senyum di pipinya tercetak. Gemas dengan segala tingkah Renjun yang kadang berada diluar kepala.

Lama dan jauhnya perjalanan sama sekali bukan menjadi halangan Jeno untuk menyerah dan berhenti, sampai tiba saat mereka mulai menginjakkan kaki di puncak bukit. Di temani dengan sinar Matahari yang telah malu-malu untuk berpamit.

Di iringi dengan rintik hujan kecil, Jeno membawa Renjun ke dalam tenda yang sudah ia persiapkan.

Sederhana saja. Hanya ada atap yang melindungi mereka berdua dari air langit yang jatuh.

Melepaskan hoodie dan hanya menyisakan kaos putih polos, Jeno malah melingkarkan baju hangat itu ke bahu Renjun. Menjaga pria manis itu agar hawa dingin tidak menggerogoti tubuh mungilnya.

"Makasih."

Ucap Renjun tersipu malu. Pipinya sudah menjadi seperti kepiting yang di rebus matang. Merah padam.

"Kita disini sampe jam sembilan malam, ya?"

Renjun mengangguk setuju. Menatap ke arah depan dimana matahari memperbolehkan dirinya untuk menyaksikan bagaimana ia terbenam.

Dibarengi dengan rintik hujan, warna oranye yang berubah menjadi gelap tampak lebih cantik dari biasanya.

Sampai mata Renjun seakan tidak bisa berkedip. Tidak sudi melewatkan keindahan yang terpampang di depan matanya ini.

"Jeje, ini indah banget...."

Jemari Jeno menggapai tangan Renjun. Menelusupkannya ke dalam genggaman. Sangat pas. Seakan jemari Renjun memang tercipta hanya untuk menjadi pengisi kekosongan di genggaman Jeno.

"Masih adalagi yang indah."

Renjun mengalihkan pandangannya. Menatap Jeno yang juga sedang menatapnya dalam senyum.

Jeno membawa jari telunjuknya ke depan. Menunjuk detik-detik bulan memancarkan sinarnya.

Lagi-lagi, Renjun di buat terkagum.

Perpaduan bunyi rintik hujan dan indahnya bulan, benar-benar membuat Renjun jatuh hati.

"Sebentar lagi puncaknya."

Lirih Jeno, masih enggan untuk melepaskan tangan Renjun dari genggamannya.

Dan satu persatu, bintang mulai berdatangan.

Menemani bulan untuk menjaga langit malam.

Sangat, sangat, sangat, indah.

Tidak tau kalimat apalagi yang mampu menjelaskan bagaimana perasaan Renjun saat ini.

Seumur hidupnya, Renjun tidak pernah merasa sebahagia ini. Jeno benar-benar membuatnya merasa seperti menjadi manusia paling spesial.

"Makasih, Je. Makasih banget..."

Saking bahagianya, Renjun sampai menangis.

Jeno tersenyum. Lalu membawa Renjun ke dalam rengkuhan. Mengecup puncak kepala Renjun sangat lama.

"Orang bilang, kalo mereka yang udah gak ada, bakal punya rumah di atas langit sana. Berbaur sama bintang-bintang. Kamu liat, Re, di sana ada bidadarinya aku, ada pahlawan kamu, Ayah. Dan ada malaikat kamu, Ibu. Mereka bilang, mereka ikut bahagia liat kamu bahagia.."

".... Jadi, Re? Mau kan bahagia terus sama aku?"

🌈🌈


Pelangi; NoRen ✓✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang