Tanda lahir, tanda Jeno;

1.5K 274 22
                                    

Jeno sedang bersiap dengan tas ranselnya ketika lonceng pulang berbunyi. Dengan senyum yang tak luput dari belah bibirnya. Membuat pria semanis Na Jaemin bergidik ngeri.

"Kesambet apa Lo?"

Pertanyaan Jaemin lantas menghentikan langkah Jeno yang akan keluar kelas, mengerutkan kedua alis menatap Jaemin jengah.

"Apa, sih.."

Decaknya sebal. Kembali melangkah yang lagi-lagi harus terhenti akibat tarikan pada tas ranselnya. Jeno berbalik. Masih menatap Jaemin dengan pandangan jengkel.

"Sama Renjun?"

"Ya Lo pikir aja. Selama ini yang lagi gue deketin emang siapa?"

Jaemin menganggukkan kepalanya mengerti. Mengibas sedikit helaian rambutnya kebelakang guna mencuri atensi pria bulan sabit.

"Lo seriusan sama dia?"

"Jaem, pertanyaan Lo ngaco."

"Maksud gue, akhir-akhir ini Lo bertingkah di luar rencana kita, Jen."

Jeno bungkam. Rasanya seperti seluruh anggota geraknya di hentikan secara paksa. Ramai orang di kelas ini pun tiba-tiba menjadi hening. Meninggalkan Jeno dengan untaian kaset kusut yang menimbulkan perasaan kalut, sama sekali belum terpikirkan olehnya.

"Jaem, udah ya. Jangan dibahas."

"Oke. Gue sih bukannya sok ikut campur ya. Gue cuma mau bilang kalo cara Lo itu salah. Lebih baik Lo berenti, Jen. Sebelum Renjun tau. Sebelum semuanya jadi runyam."

Belum sempat di jawab oleh Jeno, Jaemin langsung melenggang kelas meninggalkan Jeno yang masih tergagu dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan ia hadapi cepat atau pun lambat.

Matanya menangkap sosok mungil Renjun yang sedang tersenyum ke arah Jaemin. Sekedar basa basi menyapa sesama teman. Tapi entah mengapa, perasaan Jeno menjadi tidak nyaman.

Buru-buru Jeno mengambil langkah, mendekati Renjun yang sekarang malah tertawa lepas di hadapan Jaemin.

"Re..."

Panggil Jeno tegas, merebut seluruh atensi si pria mungil.

Renjun tersenyum, menyambut kehadiran Jeno yang sudah ia tunggu.

"Yaudah gue duluan ya, Ren. Hati-hati Lo pulangnya."

"Iya, kamu juga ya, Jaem..."

Jaemin mengangguk, sedikit menepuk bahu Renjun sebagai salam akhir dari pertemuan mereka. Sebelum benar-benar menghilang dari hadapan Jeno dan Renjun, Jaemin masih sempat melirik Jeno. Yang langsung Jeno pahami bahwa tatapan itu begitu mengintimidasi. Syarat akan ancaman. Dan Jeno, kembali menemui jalan ragu.

"Je, kok bengong?"

Usapan lembut di lengan membuat Jeno tersadar. Kembali larut dalam dunia asing yang mata Renjun tawarkan. Indah, sangat indah. Sampai-sampai rasanya Jeno tidak keberatan jika tersesat di dalamnya.

"Gak papa, Re. Lagi pusing sama tugas aja.."

Palsu. Adalah kalimat Jeno. Bukan tentang tugas sekolah, melainkan tentang kehadiran pria mungil di hadapannya ini. Otaknya tidak bisa berpikir jernih. Sudah kepalang menemui jalan buntu akibat kalimat Jaemin yang seakan menjadi mantra untuk mematikan seluruh sel sendi Jeno.

Menghembuskan napas panjang guna menetralisir pikiran kalut, Jeno mengambil tangan Renjun untuk ia genggam. Yang mendapat balasan senyum cerah dari sang pemilik jari kecil.

"Kerumah gue dulu, mau gak?"

Renjun mengangguk cepat, mengikuti langkah besar Jeno dengan perasaan ringan. Kemanapun ia akan pergi, asal itu bersama Jeno, Renjun mau.

"Naik motor tapi, gak naik bus.."

Lagi, Renjun mengangguk antusias, yang membuat langkah besar Jeno tiba-tiba terhenti. Menatap Renjun lekat seolah mencari sebuah jawaban.

Huang Renjun, terlalu berharga, untuk ia sakiti.

🌈🌈

"Je, kapan selesainya?"

Renjun jenuh. Matahari sudah kembali kerumahnya sejak dua jam lalu. Meninggalkan Renjun dalam keheningan yang Jeno ciptakan akibat si pemilik mata bulan sabit itu terlalu fokus pada buku-bukunya.

"Kenapa? Mulai bosen ya?"

Renjun mengangguk lemah, beringsut dari duduknya untuk menempel pada Jeno. Kepalanya ia taruh di atas bahu Jeno, lalu jemari-jemari kecilnya sudah mulai serakah, menjangkau genggaman Jeno dengan sepihak.

Jeno terkekeh geli, menyaksikan bagaimana kegemasan seorang Huang Renjun jika rasa bosan sedang melanda dirinya.

"Kamu gak bilang kalo tujuan kamu ngajak aku kesini tuh cuma buat nemenin kamu nugas..."

"Kalo gue bilang, Lo pasti gak mau kan?"

"Ya gak mau lah Jeee, bosen tau..."

Lagi lagi Jeno dibuat terkikik. Sedikit mengacak-acak puncak kepala Renjun, sebelum ia bubuhi kecupan singkat di sana, Jeno membelai sebelah pipi Renjun dengan sangat lembut.

"Bentar lagi ya, tunggu bentar lagi.."

Renjun hanya bisa pasrah, kembali menjatuhkan kepalanya, namun kali ini bukan ke atas bahu Jeno, melainkan di atas meja belajar Jeno yang berada di ruang tengah rumah ini.

Jeno yang melihatnya jadi tidak enak hati. Dengan berat, iapun menutup bukunya, memfokuskan seluruh atensinya kepada pria mungil yang akhir-akhir ini merampas alam bawah sadarnya.

"Mau pulang aja?"

Renjun menggelengkan kepala, tangan masih saling bertaut, membuat Jeno jadi gemas sendiri.

Ditariknya tangan mereka ke atas meja, lalu Jeno tatap lekat-lekat.

Betapa pas-nya ukuran tangan mereka untuk menyatu. Seakan jemari kecil Renjun memang terlahir untuk berada di dekapan hangat tangan besar Jeno.

Membayangkan betapa bahagianya bisa terus dalam keadaan seperti ini bersama Renjun, membuat Jeno menyadari sesuatu.

"Ini apa?"

Dengan lembut Jeno usap tanda biru di atas permukaan tangan Renjun.

"Tanda lahir aku, heheheh..."

"Lucu banget ada disini. Kok gue baru sadar, ya?"

"Emang agak nyaru sama kulit aku si, jadi gak begitu keliatan..."

Jeno hanya mengangguk-anggukan kepala, semakin membawa tangan Renjun mendekat ke wajahnya.

"Ini tanda lahir..."

Satu kecupan belah bibir Jeno jatuh di atas permukaan tangan Renjun.

"Nah kalo ini, Tanda Jeno..."

Dan setelahnya, noda merah di pergelangan tangan Renjun tercetak.

Akibat dari ulah Jeno yang menyesapnya kuat. Seakan itu bukan masalah besar. Yang ia tidak tau, bahwa Renjun mati-matian menahan napasnya.

Bahwa ada gejolak panas yang tiba-tiba menghampiri tubuhnya.

Jeno tidak tau, sebuah tanda yang sudah ia buat di salah satu bagian tubuh Renjun, mungkin saja bisa menjadi sebuah awal kehancuran.

Entah itu perasaannya sendiri terhadap Renjun.

Ataupun perasaan Renjun kepadanya.

🌈🌈

Pelangi; NoRen ✓✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang