O2

580 62 2
                                    

"kenapa bengong?"

hyunjin—sahabatnya—menyahut ketika mendapati pria bersurai pirang tersebut diem doang di sofa.

"hmm... " felix ngangguk lesu ke arah hyunjin, nggak menjawab ataupun merespon.

cowok yang jadi lawan bicara felix itu langsung nengok. "kenapa sih? ada apa sama prince gue, hah?"

"prince-prince aja lo ye, gue aduin ke jeongin biar lu diomelin."

"ya elah, kan itu panggilan sayang..." hyunjin nyengir aja sambil ngelanjutin main konsol game tanpa mengalihkan pandangannya. felix sendiri duduk di sofa, ngeliatin hyunjin yang masih sibuk gerakin joystick minho di depan televisi.

tapi nggak ada yang masuk ke otak. kepala felix cuma mikirin tentang minho, minho, dan minho.

damn.

"yey gue menang," soraknya kecil sebelum berbalik menghadap felix. "jadi kenapa lo manggil gue ke sini, lix?"

karena felix adalah pasangan yang taat sama suami—belom jadi sih, tapi doain aja deh—dirinya yang boring di apartemen akhirnya manggil hyunjin buat ke apartemennya. tapi hyunjin kalau mampir ke tempat mereka mah, pasti diperawanin dulu—alias dimainin bahasa lembutnya—konsol game punya minho.

makanya felix kesel, dianggurin dianya, padahal mau cerita.

mendecak pelan, felix nggak menggubris perkataan hyunjin dan ngerebahin diri di sofa. sekarang posisinya lagi bobo sambil meluk bantal, "nggak jadi."

"heh, kok merengut? gua malah dikacangin lagi."

"abisnya lo sibuk main jin, padahal gue mau cerita..." felix ngerajuk deh.

"alah, kenapa sih? another tea to spill?"

"gue nggak paham-paham banget sebenernya sama istilah spill the tea ini, tapi masa gue nge-spill masalah hidup gue sendiri sih? make sense nggak sih jin?"

"masuk aja sih, kan intinya lo cerita. atau mau curhat? atau mau nyambat?" hyunjin naik-naikin alisnya, "atau lo ada info tentang jeongin hari ini? kebetulan dia lagi ngambekan sama gue."

"kapan lo seriusnya dah, gue tungguin nih..."

"iya deh iyaa, ini udah selesai. gue beresin dulu deh."

beneran beres, hyunjin nyabut colokan ps dan nyimpen joystick-nya, disimpen sembarang aja di samping televisi sebelum duduk di samping felix. "jadi mau cerita apa nih. lo dapet gebetan baru?"

"ngadi-ngadi lu jin. tapi gua nanya dulu bentar, gimana kabar lu sama jeongin?"

"meskipun sering ribut, tapi kita santai sih. cuma pas lagi mau manja-manjaan, ya, bisanya di apartemen. kalau gue minta cipok di tengah mall, bisa diseret ke gereja buat penyucian kali. disangka kesurupan legion, dah."

felix ketawa aja, tapi kayaknya cuma sebentar soalnya pikirannya juga nggak fokus-fokus amat. "ini masalah gue sama minho, jin."

"ya elah, si jamet kuproy."

"minho ga jamet, apalagi kuproy. emang elo?"

"anjing lo! jamet begini banyak suka, apalagi yayang jeje. emang kenapa sih?"

terserah ah, sabodo teuing. "jadi akhir-akhir ini tuh gue lagi nggak sreg sama dia, jin."

"hmm, terus-terus?"

"tapi sreg tipe gue tuh nggak parah-parah banget. masih wajar gitu loh."

"nggak sreg soal apa—oh wait. wait a damn minute," muka hyunjin udah ngedrama banget, "jangan-jangan... dia selingkuh?"

"ishhhh, goblok. tolol lu, ya bukan lah!"

muka hyunjin kembali biasa, "terus apa?"

"dia diet lagi."

nggak tau ya felix harus kesel atau marah sama hyunjin, cowok bertahi lalat di dekat kantung mata itu langsung nunjukin muka bosan. "lo tuh gimana sih... itu kan emang udah jalannya dia... udah istiqomah kalau kata orang, lix."

"ya tapi jin—"

"gini, gini."

hyunjin menggenggam tangan felix, dimainin perlahan sebelum nyahut, "lo harus percaya sama dia, lix. kalau nggak, lo nggak bakalan bisa memahami pandangan dia. simpel kok sebenarnya. itu kan urusan dia. lo paham?"

felix ngehela napas, kali ini lebih keras. "gue gimana mau percaya, jin? badan dia aja kurus banget sekarang. lo liat aja dia."

"dia kan model, lix. gue juga liat kali, gua masih punya mata."

dibales sarkas sama felix, "baguslah, artinya lo nggak buta. tapi menurut lu, wajar nggak kalau gue khawatir sama keadaannya dia?"

"wajar lah."

felix diam, merenung. kalau hyunjin yang suka jadi pakar cinta—meskipun kadang-kadang suka sok tau—aja bilang wajar, kenapa felix ngerasa nggak ya?

kayak, ngebeban aja gitu di hatinya. dia takut ngeganggu minho. felix takut malah ngeberatin pacarnya itu.

"hayoo, kenapa diem?"

hyunjin ngelus kepala felix sebelum meluk perlahan bahu sang muda dengan tangan kiri. "kenapa sih, cerita yang lengkap dong... kayaknya lesu banget..."

felix pun nyender di bahu hyunjin. "gue bingung, jin, gue pusing. gue ngerasa nggak guna banget buat minho."

selama dua puluh menit ke depan, felix harus mulai nyeritain semua kisah yang dia tahan-tahan dari kemarin. gimana minho memperlakukan tubuhnya sendiri, gimana minho memperlakukannya, perasaan tertekan ketika minho pulang malam, ketika lelaki itu lebih sibuk sama kegiatannya.

"hmm, gimana ya..."

hyunjin mulai ngelus-ngelus dagunya—kayak punya jenggot aja. "dia tuh cuma sibuk doang, paling sih gitu. gue juga dikacangin jeje mulu dari minggu lalu, lagi fokus ujian akhir katanya."

"itu mah emang elo aja yang manja, minta kelon mulu."

"emang. nah jadi menurut gue gini," hyunjin berdehem dan ngeliat ke arah teman submisifnya, "coba aja elo mulai kasih perhatian ke dia. dia kan lagi sibuk, lo harus mewajarkan hal itu."

felix ngangguk, tapi di hatinya masih ada beban yang nggak bisa dia jelaskan sama hyunjin. kayak, terlalu sulit buat dicurhatin. dan pria itu sendiri nggak tahu apapun tentang hal itu.

intinya mah, masih nanggung.

"atau nggak, gini aja," cowok sipit itu ngelepas pelukan dan ngehadap ke arah felix. "kalian kapan ada event gitu-gitu?"

"maksudnya event tuh apa?"

"kayak ulang tahun elo, ulang tahun dia, atau anniversary?"

"ulang tahun minho, sih. ultahnya gue kan udah lewat, lo lupa ya?"

"oh... iya ya, hehe. okei, pas banget, jadi gini aja..."

felix pun mendengar rencana dari hyunjin. kadang ia ngangguk paham, kadang juga ngerutin dahi dan nggak setuju.

sampai disaat hyunjin nepuk tangannya sekali, felix pun naikin alisnya. "beneran bakal berhasil, nih?"

"ya iya lah! siapa yang nggak suka sama rencana ini, coba? nanti gue sama jeje ikut nemenin lo, deh. gimana?"

felix cuma ngangguk setuju, semoga aja rencananya berhasil.

"siap. kalau begitu, mending kita makan. mau makan nggak?"

dan anggukan felix jadi jawaban—sebelum menyadari sesuatu. "bentar, yang punya rumah kan gue yak? sialan si dower."

!¡!¡!¡

ini dulu baru ilytm, lagi buntu mwehehe...

stay beautiful - minlix [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang