ARK-TREZE

83 9 75
                                    

🌀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌀

Aku merasa ringan. Walaupun hanya sempat tidur--kalau pun itu bisa dibilang tidur--selama beberapa jam. Aku merasa, aku bisa saja mengalahkan dunia saat ini. Aku menikmati perasaan itu, mereguknya dengan sukacita. Tahu aku takkan merasa seperti ini pada hari-hari mendatang.

Aku tidak pernah menikmati mandi atau memiliki waktu berlama-lama untuk itu, namun kali ini aku mensyukuri setiap detiknya, membiarkan diriku menikmati kenyamanan air dingin dari bak mandi, menggosok setiap kotoran yang mataku lihat, memperhatikan air perlahan-lahan berubah keruh. Kotor oleh sabun atau diriku sendiri.

Walaupun aku kurang suka dengan Soren, aku setidak-tidaknya harus menampilkan sesuatu di depan Jaymes. Di mulai dari penampilanku.

Aku keluar dari bak mandi sesudah ujung-ujung tangan serta kakiku berkeriput. Menghampiri kloset transparan di ruangan sebelah dengan air yang masih menetes-netes dari tubuhku, mengamat-ngamati koleksi pakaianku yang tidak seberapa, yang kesemuanya hampir serupa. Jaket kulit berornamen kancing-kancing perunggu atau resleting banyak, baju kaos dengan gambar anime, karakter game VR kegemaranku, celana panjang nyaman, gesper ....

Kesemuanya berwarna netral. Abu-abu, cokelat, lebih banyak lagi dengan warna hitam. Walaupun begitu aku kurang menggemari warna putih. Putih mudah kotor, putih tidak cocok untukku. Apalagi aku bukan orang yang gila kebersihan. Bisa gawat kalau aku punya pakaian putih.

Aku berkedut sedikit saat mengesampingkan rok ketat merah menyala pemberian Sabrine. Dia memberi aku pakaian menggelikan itu dengan maksud supaya aku bisa menggunakannya untuk bersenang-senang.

Sabrine ....

Mengingat nama Sabrine mau tak mau membuat hatiku jadi nyeri, dan aku mesti menggertakkan rahang, segera mengenyahkan pemikiran akan wajah Sabrine sesudah pertengkaran kami. Sampai sekarang pun aku masih tetap pada pendirianku.

Sabrine boleh saja jadi orang paling penting dalam hidupku, tapi dia sama sekali tak berkewajiban untuk memberitahu aku mana yang harus kulakukan dan mana yang tidak boleh aku lakukan. Aku bukan anak kecil. Aku tidak serapuh itu.

Aku bahkan bukan Clearesta yang dulu lagi. Gadis yang dia temui di gorong-gorong itu sudah lama mati.

Cekatan, tanpa suara aku mengambil dan memakai jaket kulit cokelat dua sisi yang bisa digunakan bolak-balik, kaos polos abu-abu, celana panjang berbahan kasar tapi nyaman saat dipakai. Menggeser bukaan kloset bawah dengan kakiku, sebelum mengambil sepatu bot paling berharga dan merupakan satu-satunya kepunyaanku.

Sepatu itu mengilap karena rajin kugosok, sekaligus jarang kupakai saking sayangnya. Aloi. Nama sepatu bot itu. Ini kebiasaan lama yang tidak berubah sedari dulu--aku suka menamai apa pun yang menarik perhatianku, yang sudah menjadi milikku sepenuhnya.

The Path of Shadows [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang