♨️
"AKU ... TAHU." SETIAP KATA dia nyatakan dengan rahang terkatup, berikut gigi yang digertakkan. Tidak berhenti. Makin keras berusaha berkonsentrasi, makin cepat dan teratur gerakannya.
Satu-dua, satu-dua.
Mataku mau tak mau terpaku pada otot di sepanjang tulang belakang Jaymes, melacak dengan tamak, menelusuri setiap inci kulitnya yang coklat karena terbakar matahari, terus turun hingga aku melihat bagian atas pinggang karet dari celana longgar selutut bermotif sisik-sisik naga berwarna merah muda menyakitkan mata yang dia kenakan.
Seketika kurasakan ujung bibirku berkedut. Jaymes dengan selera pakaiannya yang unik.
Aku bersidekap, walaupun gerakan itu malah memperparah rasa nyeri pada tulang rusukku. Thilo mengharuskan aku untuk istirahat, tapi aku tak suka membuang-buang waktu hanya karena sakit ragawi.
"Ada perubahan rencana," kataku keras kepala, sepenuhnya mengabaikan ketidakpedulian Jaymes. Biarpun jengkel, aku tidak menghentikan kegiatan Jaymes. Maksudku kenapa pula aku mesti melakukan hal itu? Aku suka pemandangan yang bagus. Pengecualian pada celana yang dikenakan Jaymes.
"Rencana yang mana?" tanya Jaymes. Naik-turun, meregang-menegang beberapa kali kemudian berhenti. Kaki telanjang Jaymes menjejak lantai dengan lembut. Begitu dia membalikkan badan. Segala hal pada dirinya berkilauan di bawah anugrah sinar matahari. Dia entah bagaimana menjadi lebih hidup. Pipinya merona merah gelap, rambut pirangnya beriak layaknya emas cair, matanya berkilat-kilat bagai kucing. Tato di abdomen kirinya tak luput dari pengamatanku. Ujung dari tato itu terlihat sedikit di balik celana merah muda bermotif sisik naga.
Aku berdiri setegak karang di tempatku semula, menolak untuk mengerjap apalagi berpaling. Aku harus menyampaikan ini pada Jaymes dengan cepat. Sebab obat yang diberikan Thilo padaku tadi mulai terasa efek sampingnya. Mataku memberat. "Sejam yang lalu aku mendapat kabar dari agen terpercaya kita. Target yang sudah kita persiapkan untuk Clearesta melakukan lawatan dadakan ke Phili. Kita tidak punya pilihan selain--"
"Kau terluka." Saking sibuknya aku berkonsentrasi menjaga supaya mataku tetap terbuka lebar-lebar, aku sampai luput menyadari bahwa Jaymes saat ini sudah berdiri menjulang di depanku. Tangannya terulur. Bagai tersetrum listrik, aku seketika seratus persen melek. Menegang oleh sentuhan jemari Jaymes di atas kulitku. Mengamati dengan was-was bagaimana alis Jaymes berkerut, merasakan telunjuknya menelusuri pinggir jahitan baru pada tulang pipiku. Roman wajahnya memucat saat dia menemukan memar-memar di sepanjang lenganku. "Apa kau membalasnya?"
"Otaknya muncrat," tukasku tanpa basa basi. Aku menggapai tangan Jaymes, menjauhkannya dari kulitku. Berdalih dengan lihai. "Kembali ke persoalan tentang target baru untuk Clearesta. Aku ingin dengar pendapatmu soal ini. Kita kira-kira punya waktu ...," aku melirik alroji yang kukenakan, "dua puluh menit sebelum Midas datang bersama dengan Clearesta."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Path of Shadows [On Going]
Science FictionUpdate setelah mencapai 3.5K Reads! [The Path Of Shadows] Inc. 1 Clearesta Endeavor, manusia gagal yang melarikan diri dari bayang-bayang masa lalu kaum Wondra (Kelas Atas) terutama ibunya, ketika memutuskan untuk angkat kaki karena muak, dia tak pu...