Chapter 11 : Runaway

63 8 0
                                    

Aku terbangun, rasanya seperti  bangun dari tidur panjang. Kalian tahu dimana aku sekarang, ya, ruang tempat penyekapan Eve. Namun yang lebih buruk ialah  terbangun dalam keadaan terikat.  Apa? Tunggu! Aku berada di ruang penyekapan Eve dan dalam keadaan terikat? Coba kuingat kejadian tadi atau bisa kukatakan semalam. Hmm ya, sinar matahari menerobos masuk melalui lubang persegi kecil di salah satu sisi dinding. Kembali ke topik, jadi semalam aku di pukul seseorang. Pantas saja mereka juga mengikatku . Sedari tadi yang kulakukan hanyalah menggeliat dan terus...

“Ains?” sebuah suara lemah yang sangat ku kenal. “Ainsley, kau tak apa ?”

Ia tak lagi diikat pada kursi. Duduk menunduk tepat di sebelahku. “Kurasa iya. Bagaimana dengan mu ?”

“Seperti  yang kau lihat. Ains..  terimakasih karena  sudah mau percaya dan datang kemari,” ujar Eve.

“Yah, aku datang kemari untuk menyelamatkanmu, tapi lihat, aku pun juga terikat sepertimu,”

“Well, kita akan pikirkan cara keluar dari sini,”

“Kau pikir, kemampuan aljabarmu bisa membantu kita keluar sekarang?”  aku menyeringai, mengingat kejadian beberapa hari lalu, saat ia dengan mudah memecahkan masalah aljabar.

“Tidak Ains. Kumohon hentikan leluconmu, ini saat yang tidak tepat,”

Pintu terbuka  dan muncullah dua orang pria besar.  Wajah mereka terlihat kasar. Salah seorang pria menghampiri Eve dan mulai melepas ikatannya. Aku jadi teringat dengan ayah Eve, apa ia menggunakan putrinya sendiri untuk memancingku kemari ? Tapi apakah Eve tahu mengenai kejadian ini ?

“Kau! tetap  di sini dan diam,” bentak salah seorang pria lainnya. Tangan besarnya mengacung padaku. Aku hanya bisa menatapnya balik dan ia bersama temannya juga Eve meninggalkan ruangan.

.

.

Aku telah berusah berkali-kali, tetapi, ikatan ini sangatlah erat. Kuhitang sudah empat kali aku  melakukannya, semenjak  Evellyn keluar. Tak ada perubahan.

 Pintu kembali terbuka, namun bukan dua orang pria besar yang masuk, melainkan Eve. Matanya sembab, wajahnya terlihat lebih lusuh daripada terakhir kali aku melihatnya.

“Kau kenapa?” tanyaku .

“Tak ada waktu, Ains. Kita harus pergi !” ia berucap sembari melepas tali yang yang mengikatku.

Sebenarnya ada banyak sekali pertanyaan yang harus kutanyakan padanya. Tapi melihat keadaan, ku urungkan semuanya.

“Lewat sini,” Eve berjalan mendahuluiku. Ia melangkah pasti, seakan ia sudah sangat hafal betul  dengan tempat ini. Setelah melewati beberapa lorong dan menuruni sebuah tangga, kami pun  tiba di depan sebuah pintu besi .

“Kau bisa membukanya?” kata Eve.  Aku mengedikkan bahu dan berjalan mendahuluinya. Kutarik kenopnya dan pintu terbuka perlahan. Eve mengisyaratkan untuk keluar. Ketika akan beranjak meninggalkan gedung, terdengar sebuah teriakan kasar dari dalam disusul dengan suara gaduh langkah kaki.

Kami berlari, rupanya pintu tadi berada di sisi lain gedung. “Ainsley, kemana kita akan pergi?” Eve berusaha berteriak di tengah jalannya pelarian kami. “Entahlah!” sahutku yang berlari mendahuluinya.

Sembari  mensejajarkan langkahnya padaku, Evellyn berkata,”Bagaimana dengan naik taksi? Mereka terus mengejar kita!”

“Aku tak membawa uang lebih untuk naik taksi Eve. Kita naik bis saja. Di depan ada halte. Ayo!” ujarku sembari menggenggam tangannya dan berlari lebih cepat. Aku tak yakin apa ia masih kuat untuk berlari, karena jarak halte cukuplah jauh .

Kami pun telah  tiba di halte dan bus datang. Tepat sebelum para pengejar itu dapat meraih kami.

Nafas kami belum teratur, orang-orang dalam bis memandang aneh kami. Ya, itu wajar, lihatlah betapa berantakannya kami.

“Hey Eve, merasa lebih baik ?”

Ia tersenyum,”Ya jauh lebih baik daripada tadi. Kutanya sekali lagi, kemana kita akan pergi?”

“Hm, ke rumahku tak mungkin, apa kata orang tuaku, setelah semalam tak pulang, meninggalkan acara penting, dan pulang dengan seorang gadis. Ke rumahmu tak mungkin juga, ayahmu akan tahu–“

“Kau kau melihat ayahku?” wajahnya sangat takut sekarang.

“Iya, sebelum aku datang ke ruang penyekapanmu. Sudahlah nanti saja penjelasannya, aku lelah dan lapar–“

“Kau lapar huh ? Bagaimana jika kita ke sebuah restauran langgananku,” ujar Eve

“Sudah kukatakan, aku tak membawa uang lebih Eve,”

“Ku traktir,” jawabnya mantap. Aku hanya mengangguk.

Jadi, kesanalah  tujuan kami selanjutnya dan berharap semoga mereka tak lagi mengejar kami.

___.___

Heyho aku disini.... akhirnya jadi juga chap 11 ini. Chap ini isinya tentang Ainsve, so ya gitu deh.

Smoga senang ya baca, jgn bosen, tetep voment( banyak mintanya nih author) ;-) arabella

Drizzle SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang