Chapter 7 : Her Secret Thing

50 8 0
                                    

Aku kembali ketempat tadi, ya untuk megambil sepatu Vanilla. Malu memang, tapi biarlah, ini demi dia. Semua orang memandang kami. Tapi aku terus berjalan.

“Kau yakin akan menggendongku sampai  rumah?” kata Vanilla.

“Tentu saja tidak. Aku membawa sepeda motor,” ujarku. Vanilla terkikik. “Kenapa?” aku menoleh ke samping. Vanilla tersenyum, lalu menggeleng pelan.

Kini kami telah sampai di rumah Vanilla. Aku kembali menggendong Vanilla untuk memasuki rumahnya. Aku menceritakan apa yang terjadi, pada ibu Vanilla dan beliau sangat berterima kasih padaku. Aku pun pamit untuk pulang.

Setiba di rumah, ibu tengah berbicara dengan seseorang di seberang telepon. “Kurasa tidak, mereka sangat akrab. Jangan kita batalkan,” ibu tersenyum. “Bagaimana jika kita berkumpul bersama membahas tentang pertunangan ini,”.” Jadi, akhir pekan nanti. Di rumahmu saja,” sementara Ibu masih terus berbicara, aku dapat mengambil kesimpulan bahwa beliau tengah membicarakan tentang pertunganku dengan Vanilla nanti. Ya, aku sangat setuju dengan pertunangan itu.

.

.

Pagi-pagi saja, hujan  sudah turun. Membuat udara semakin dingin. Untuk kali ini aku terpaksa ikut dengan pak Ben–sopir ayah. Kurapatkan hoodieku, saat aku turun dari mobil. Sesampainya di kelas, aku segera menduduki bangku, Evellyn belum datang. Mungkin lima menit kemudian, kepala Evellyn menyembul dari ambang pintu kelas. Ia memakai mantel yang panjang hingga menutupi rok seragamnya. Sampai Evellyn duduk pun , aku dapat mencium baunya yang khas. Oh! Kenapa aku ini, sangat memperhatikan Evellyn.

“Dimana si William itu tinggal?” tanyaku.

“Tidak jauh dari rumahku. Memangnya kenapa?”jawab Evellyn.

Sekarang aku sendiri yang bingung, tak tahu harus menjawab apa. “Sudahlah, tak usah dijawab. Lihat Mr.Harold telah datang,” kata Eve.

Mr.Harold mulai menerangkan materi, yang aku sendiri sama sekali tak berminat. Evellyn menyimak, sesekali ia menulis sesuatu di buku catatannya.

Akhirnya bel istirahat berbunyi. Evellyn tergesa-gesa keluar kelas. Kelakuannya belakangan ini sangat aneh. Tunggu, bukankah Evellyn memang aneh?

Di kantin aku memesan jus wortel dan mencari tempat duduk yang kosong. Ketika itu, aku tak sengaja memperhatikan Evellyn yang duduk sendiri . Ia tengah menelepon seseorang . Saat sudah menutup sambungannya, wajah Evellyn seperti orang depresi. Ya, mirip kemarin ketika aku bertemu dengan seorang pria paruh baya di depan kelas. Jadi aku menghampirinya.

“Kau ini sebenarnya kenapa?”

Evellyn terdiam.

“Hey...!” kali ini aku menyenggol lengannya.

“Kumohon Ainsley, berhentilah mencampuri urusanku,” kemudian ia pergi. Baik, ia benar. Tapi itu menyakiti perasaanku. Aku berusaha baik padanya, tapi lihat apa balasannya.

Saat di kelas, kami saling diam. Aku tak tahan,”Aku akan mengantarmu pulang nanti.”

Tatapan membunuh ia pancarkan padaku. Aku tak peduli, aku hanya ingin membantunya, tak lebih dari itu.

“Tak bisa Ains. Aku sudah berjanji pada William, bahwa kami akan pulang bersama.Selain itu, aku tak ingin ayah melihatmu,” suaranya melirih diakhir kalimat.

“Lupakan tentang William ataupun ayahmu. Aku tak peduli!”

Setelah itu kami saling terdiam, lagi.

Bel pulang berbunyi, sepertinya Evellyn memang tak ingin pulang bersamaku. Maka ia sudah mendahuluiku pulang bersama William. Tapi aku tak putus asa, aku sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Eve. Jadi, aku membuntutinya pulang. Sungguh perbuatan tak terpuji Ainsley.

Dari kejauhan, aku dapat melihat Evellyn disambut oleh kedua orang tuanya, yang sepertinya akan pergi. Sementara si William pergi entah kemana. Dan yang membuatku terkejut adalah ayah Eve, seorang lelaki paruh baya yang menemuiku kemarin. Satu lagi perbuatan tak terpuji Ainsley, yaitu menguping.

“Berjanjilah pada ayah, kau akan melakukan apa sudah kita susun,” kata pria itu. Evellyn menunduk dalam diam.

“Berjanjilah Eve, dan jauhi putranya yang bernama Ainsley!”

Aku semakin bingung dengan semua ini.

“Ba-baik ayah,” jawab Eve ragu. “Jaga dirimu baik-baik sayang, kami akan mengunjungimu tiga bulan mendatang,” kini seorang wanita yang berkata. Lalu, orang tua Eve memasuki mobil dan berkendara menjauh.

“Evellyn!” teriakku. Eve menoleh, tentu saja.

____.____

arabella

maaf ya lama update. O iya kami tunggu saran kalian, tentang kalian pilih pair AinsEve atau AinsVan. Tolong banget deh, kalian komen pilih yang mana, kami pasti pertimbangin.

Don’t forget vote+comment....

Drizzle SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang