"Dengarkan Ibu sampai selesai, Nak!" beliau membuka pintu kamar.
"Apa kau tak peduli dengan seragammu yang..." Ibu terpaku pada foto yang kini kupandangi. "Singkirkan foto itu!" perintahnya tiba-tiba. Aku masih sebal dengan ocehan Ibu. Maka, aku hanya menyembunyikan foto itu di balik pinggangku. "Buang barang laknat itu! Kau akan menyesal, Ains."
Barang laknat? Kurasa ini hanya foto biasa. "Ains..." Belum sempat meneruskan, tiba-tiba bel berbunyi. Ah, syukurlah. Ibu langsung pergi membukakan pintu. Dengan begini foto ini bisa kusimpan sementara. Entahlah, mengapa aku ingin menyimpannya. Karena aku suka berbuat apa yang dilarang Ibu, atau penasaran dengan orang di foto ini? Tak apa, hanya sementara.
Aku haus, kuputuskan untuk menuju dapur. Saat aku melewati ruang tamu, seorang gadis melambai ke arahku. Ah, aku ingat! Dia satu sekolah denganku. Bedanya, ia ada di kelas II, kelas unggulan. Sementara aku ada di kelas II.
"Kemarilah, Ainsley." Ibu bersikap lembut padaku. Aku menurut. Ibu memperkenalkan gadis itu padaku, "Namanya Vanilla Northund. Kalian satu sekolah, bukan?" "Hm," jawabku singkat.
"Ini yang namanya Ainsley?" tanya seorang wanita yang seumuran dengan ibuku. Ibu mengangguk sebagai tanggapannya. "Wah, tampan sekali ia," puji wanita itu yang sepertinya ibunya Vanilla. "Ainsley, sebenarnya kami ingin menjodohkanmu dengan Vanilla. Tetapi, setelah dipikir-pikir, itu terlalu dini untuk kalian. Singkatnya, kami ingin mendekatkan kalian terlebih dahulu."
Hah? Mengapa bisa jadi seperti telenovela? Setelah kuperhatikan Vanilla, satu kesimpulan untuknya. Cute. Ya, senyumannya tadi manis. Ditambah ia yang berada di kelas unggulan. Pintar, pastinya. "Kalau tak sesuai kriteria, bisa kami batalkan dengan sukarela. Tapi, kalau setelah pendekatan kalian justru saling suka, kalian akan bertunangan setelah kalian bekerja," sambung Ibu.
Okay, aku akan menikmati ini. Esoknya, aku seorang diri tanpa ada yang menghuni di sampingku. Di mana si bodoh itu? Sehari masuk, sehari tidak (author=kayak puasa nabi daud aje :3). Ternyata dugaanku salah, ia hampir saja terlambat. "Heh, hampir saja kau telat. Tiga menit tak cukup untuk piket kelas." Dia menepuk jidat. Ia melupakan hari ini sebagai hari pertama piketnya. Beruntungnya, hanya ia yang belum piket dan setelah itu Mrs. Jane datang. Beruntungnya lagi, ialah wali kelas kami yang killer. Yang setiap hari mengecek ketertiban siswa.
"Adakah yang belum piket?" tanya beliau to the point.
"Evellyn Scarlett, Ma'am,"jawab James,sie kedisiplinan. Langsung saja, Mrs. Jane menunjukkan wajah datarnya yang berbahaya. "Pulang sekolah nanti, buatlah permohonan maaf untuk teman satu regu piketmu di papan tulis hingga penuh, lalu traktir mereka sampai puas." perintahnya mengintimidasi. Seketika itu, Eve menepuk jidatnya kembali.
"Semoga beruntung, Nona," ejekku. Beruntungnya lagi, Mrs. Jane memberi tugas kelompok dengan teman sebangku. Jadi, aku menunggu si bodoh ini menyelesaikan hukumannya. Selepas itu, kami akan mengerjakan tugas.
"Sudah kutraktir, tinggal menulis sampai memenuhi papan tulis. Jadi,awas kalau kau kabur,"ucapnya dengan enteng. "Iya,iya... Aku menunggumu~"jawabku dengan malas. Baru saja ia menggores papan tulis dengan kapur, seseorang masuk ke dalam kelas. Vanilla Northund.
"Ainsley, a-apa yang kaulakukan?" "Vanilla, ada apa ke mari?" sengaja kualihkan topik pembicaraan. "Mmm, begini, ibumu mengundangku ke rumahmu. Jadi, kupikir akan lebih baik jika kita pulang bersama." "Good idea!" Kuakui, aku merasa senang bersamanya. Selain itu, aku tak perlu mengerjakan tugas dan menunggu si bodoh dengan-
"Hei, kau berniat meninggalkanku sendiri di sini bersama tugas menyebalkan ini !?" Sontak, kutarik lengan Vanilla untuk keluar kelas. Sampai di gerbang kelas, kusadari wajah Vanilla yang merona. "Lupakan," kulepas tangannya. Aku berjalan mendahuluinya. Jujur,aku malu. Tiba-tiba saja ia terkikik. "Apa yang kautertawakan?" Ia menutup mulutnya, masih dengan senyuman manis. "Kau lucu." Dua kata yang membuat innerku menjerit. Hei,aku ini dikenal dingin,kasar,bahkan aneh oleh orang lain. Itu sebabnya aku tak punya dan memang malas berteman. Tapi sekarang, harga diriku jatuh oleh gadis ini. Aku tersenyum padanya, ini semua di luar dugaanku.
"Lupakan,"sial,ia meniruku. Kemudian, Vanilla berjalan mendahuluiku. Masih dengan senyuman manisnya. Deja vu.
~Author:Abby >Holaa semua! Maap kalo co cweetnya kurang pas. Vote,coment,and follow! See you!
Nb: Vanilla di mulmed
KAMU SEDANG MEMBACA
Drizzle Song
FanfictionFanfic collab tentang cinta dan intrik yang mendominasi. Enjoy, happy reading! Don't forget to vote and comment!