Malam telah larut dan suasana di perkampungan itu terlihat sunyi. Bukan saja karena semua penghuninya tengah berkabung karena kehilangan banyak anggota, tapi juga karena terlalu letih akibat pertarungan tadi. Tenaga mereka seperti terkuras habis.
Pembicaraan antara Pendekar Rajawali Sakti dengan tuan rumah pun berlangsung tidak lama. Mereka hanya mengulang-ulang pernyataan terima kasih atas pertolongan Pendekar Rajawali Sakti yang telah menyelamatkan Sri Dewi, sekaligus keluarga ini dari serbuan Gerombolan Topeng Merah.
Rangga menghela napas. Dia yang terlebih dulu mengundurkan diri karena merasa jemu mendengar puja-puji Ki Jayeng Rono yang setinggi langit Orang tua itu kelewat ramah, sehingga membuatnya jengah. Telinganya sumpek mendengar puji-pujian dan sikap manis yang seperti dibuat-buat.
Ruangan yang dihuni Pendekar Rajawali Sakti, tidak luas namun rapi. Sebuah ranjang yang beralas sutera halus, membuat Pendekar Rajawali Sakti seperti ingin menikmatinya. Tapi entah kenapa, matanya tak mau terpejam. Dan tiba-tiba....
“Kebakaran...! Kebakaran...!”
“Aaa...!”
“Aaakh...!”
Pendekar Rajawali Sakti langsung melompat dari tempat tidur begitu terdengar teriakan kebakaran dan jerit kematian yang saling sambung-menyambung. Ketika berada di luar terlihat malam yang pekat tiba-tiba dikejutkan cahaya merah menyala. Tampak asap hitam mengepul-ngepul di udara.
Api menyala dengan garangnya, membakar apa saja pada bangunan rumah milik Ki Jayeng Rono. Dan itu pun masih ditingkahi pekik kematian dari segala arah.
“Kurang ajar!” umpat Pendekar Rajawali Sakti geram.
Secepat kilat, Rangga berkelebat ke belakang bangunan rumah ini, tempat asal jeritan. Begitu tiba di belakang, Pendekar Rajawali Sakti melihat seorang bertopeng merah tengah membantai anak buah serta para pengawal Ki Jayeng Rono yang berusaha memadamkan api.
Jumlah mereka ternyata cukup banyak. Karena dibeberapa sudut terlihat orang-orang bertopeng merah lain yang melakukan sepak terjangnya dengan beringas. Tanpa membuang waktu lagi, Pendekar Rajawali Sakti berkelebat ke arah orang bertopeng yang bersenjata sepasang trisula.
Plak!
“Aaakh...!” Orang bertopeng itu terkejut, ketika tahu-tahu trisulanya terpental, terpapak sambaran tangan Rangga. Tanpa berpikir panjang lagi trisulanya yang satu lagi langsung berkelebat menyerang.
Tapi dengan liukan tubuh yang manis, Pendekar Rajawali Sakti berhasil menghindarinya. Bahkan tiba-tiba tangannya bergerak mengibas dengan jurus ‘Pukulan Maut Paruh Rajawali’ yang berisi tenaga dalam tinggi ke arah kepala.
Prak!
“Aaakh...!” Orang bertopeng itu kontan terjengkang dengan kepala retak. Dari sela-sela kedua telapak tangannya yang memegangi kepala, tampak mengalir darah segar. Sebentar orang itu kelojotan, lalu diam tidak berkutik lagi.
Tanpa peduli lagi Rangga terus berkelebat menghampiri orang bertopeng yang lain. Memang kali ini dia tidak mau bertindak tanggung-tanggung. Dia merasa orang-orang bertopeng merah ini tidak mengindahkan ancamannya. Terbukti mereka datang dengan jumlah yang berkali lipat lebih banyak.
Baru saja Pendekar Rajawali Sakti tiba di depan sosok orang bertopeng yang akan jadi sasarannya, mendadak berkelebat satu bayangan merah yang langsung menghadang gerakannya pada jarak dua tombak.
Rangga kini berhadapan dengan seorang laki-laki tua renta berambut panjang digelung ke atas. Dia memakai jubah merah yang berkibar-kibar ditiup angin. Jenggotnya panjang berwarna putih, seperti warna rambutnya. Demikian pula kumisnya. Wajahnya dingin, mengandung hawa maut!
“Kaukah orang yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti?” desis laki-laki tua ini.
“Benar! Dan kau sendiri siapa, Kisanak?”
“Kau kini berhadapan dengan Ketua Gerombolan Topeng Merah, Keparat! Heaaat..!”
Tanpa memberi kesempatan pada Rangga, laki-laki tua yang mengaku sebagai Ketua Gerombolan Topeng Merah meluruk, melepaskan pukulan maut bertenaga dalam tinggi.
“Hiiih!”
“Wesss!”
Seketika selarik cahaya merah menyambar ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Seketika, Rangga melompat ke samping seraya mengerahkan jurus ‘Sembilan Langkah Ajaib’ untuk menghindarinya.
“Huh...! Kurang ajar!” Laki-laki tua berjubah merah yang merupakan Ketua Gerombolan Topeng Merah itu mendengus geram, melihat serangannya yang tiba-tiba tidak mengenai sasaran. Padahal bila orang biasa, sudah pasti tak akan bisa lolos.
Kini Ketua Gerombolan Topeng Merah menatap tajam Pendekar Rajawali Sakti, sinar matanya menyiratkan kebencian. Bibirnya tertarik, mengembangkan senyum sinis.
“Bagus! Pantas saja kau berani petantang-petenteng. Rupanya kau punya kepandaian lumayan!” leceh Ketua Gerombolan Topeng Merah.
“Aku tidak bermaksud petantang-petenteng. Tapi sekadar memperingatkan kalau kalian tidak bisa seenaknya saja main bunuh tanpa alasan kuat,” kilah Rangga, berusaha membela diri.
“Tahu apa kau tentang si Jayeng Rono, Bocah?!”
“Aku memang tidak tahu banyak. Tapi itu tidak penting. Yang terpenting adalah, aku tahu orang seperti apa kalian ini!”
“Banyak mulut! Sudah waktunya kau mampus!” bentak Ketua Gerombolan Topeng Merah.
Begitu habis kata-katanya, laki-laki tua itu mencelat ke atas melepaskan pukulan bertubi-tubi yang berisi tenaga dalam tinggi. Agaknya, dia bermaksud membuat pemuda ini repot.
Tapi perkiraan Ketua Gerombolan Topeng Merah ini terlalu gegabah. Sebab dengan masih menggunakan jurus ‘Sembilan Langkah Ajaib’ Rangga mampu menghindari. Tubuhnya terus meliuk-liuk. Bahkan kadang condong hampir jatuh. Hingga tak satu serangan pun yang berhasil menyentuh tubuhnya.
“Hup!” Tiba-tiba saja Pendekar Rajawali Sakti melenting ke atas. Jurusnya langsung berubah menjadi ‘Sayap Rajawali Membelah Mega’. Kedua tangannya bergerak mengebut-ngebut, bagaikan sayap rajawali.
“Yeaaa...!"
Pada saat yang sama, laki-laki Ketua Gerombolan Topeng Merah tidak menyia-nyiakan kesempatan. Secepat kilat kedua tangannya dihentak, ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
Wesss...!
Seketika selarik cahaya merah menderu dahsyat ke arah Rangga. Namun agaknya Pendekar Rajawali Sakti memang telah memperhitungkan. Sengaja tubuhnya melenting, agar Ketua Gerombolan Topeng Merah menyerangnya. Dan ternyata pancingannya mengena. Maka begitu satu tombak lagi serangan itu menghantam, tubuhnya berkelit dengan bergulingan di udara. Dan begitu cahaya merah itu lewat, Rangga cepat merubah jurusnya menjadi ‘Rajawali Menukik Menyambar Mangsa’.
“Heaaa...!” Pendekar Rajawali Sakti langsung meluruk cepat, ke arah Ketua Gerombolan Topeng Merah yang tersirap kaget. Laki-laki tua ini benar-benar tak menduga gerakan Pendekar Rajawali Sakti yang cepat bukan main. Dan sebelum dia sempat berbuat apa-apa....
Sring!
Dengan gerakan cepat luar biasa, Pendekar Rajawali Sakti mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Lalu secepat kilat pula, pedang yang mengeluarkan sinar biru berkilauan ini berkelebat ke arah leher. Dan....
Crasss...!
“Aaa...!” Disertai pekik kematian Ketua Gerombolan Topeng Merah ambruk di tanah dengan leher buntung. Tubuhnya kontan merejang-rejang dijemput ajal. Kepalanya menggelinding terpisah beberapa tombak dari lehernya yang terus mengucurkan darah.
“Hhh...!” Rangga menghela napas lega. Dipandangnya mayat Ketua Gerombolan Topeng Merah. Lalu perhatiannya beralih pada pertarungan yang belum selesai. Orang-orang bertopeng itu agaknya belum menyadari kalau ketua mereka telah tewas, sehingga mereka terus menyerang.
“Hentikan pertarungan kalian. Dan menyerahlah! Pemimpin kalian telah binasa di tanganku...!” teriak Pendekar Rajawali Sakti, lantang.
Suara Rangga langsung bergema di sekitar tempat itu, karena dikeluarkan lewat pengerahan tenaga dalam cukup hebat.
“Heh?!” Orang-orang bertopeng merah itu terkesiap. Sesaat mereka berusaha meyakinkan penglihatan kalau pemimpin mereka telah tewas.
“Aku tidak mau cari penyakit dengan mati konyol!” desis salah satu orang bertopeng. Saat itu juga, tubuhnya berbalik dan berkelebat kabur dari tempat itu.
Tindakan orang bertopeng itu segera diikuti beberapa kawannya, yang kemudian segera mengajak yang lain untuk kabur. Tidak lama, seluruh orang bertopeng telah kabur dari tempat itu.
Sementara suasana di perkampungan Ki Jayeng Rono kelihatan berkabung. Semua orang berkumpul di halaman paling besar dan diantara halaman-halaman rumah yang ada di perkampungan ini. Tampak mayat-mayat korban keganasan Gerombolan Topeng Merah telah dikumpulkan di tempat ini. Hal yang paling mengenaskan adalah, tewasnya Ki Jayeng Rono, Sukasrana, dan Ki Danang Rejo.
Tak seorang pun yang tahu kalau sebelum pertempuran tadi, Ketua Gerombolan Topeng Merah telah bersembunyi di ruangan khusus yang biasa digunakan Ki Jayeng Rono. Di sinilah sesepuh perkampungan itu terbantai, setelah tak bersedia menyebutkan tempat disembunyikannya kulit binatang yang menyimpan peta harta.
Secara kebetulan, Sukasrana pada saat itu juga hendak menemui kakeknya. Maka pemuda itu pun menjadi korban pula. Sementara Ki Danang Rejo yang kamarnya berdekatan, begitu mendengar jeritan segera berusaha membalas kematian sahabatnya. Namun dengan mudah dia tewas di tangan Ketua Gerombolan Topeng Merah.
Semua orang termasuk tamu-tamu telah berkumpul untuk menghormati jenazah almarhum. Namun bola mata gadis bernama Sri Dewi mencari-cari seseorang. Rasanya ada yang kurang. Ternyata pemuda berbaju rompi putih berjuluk Pendekar Rajawali Sakti tidak ada dalam kerumunan orang-orang.
“Kau mencarinya, Sri Dewi...?”
Terdengar suara teguran, membuat Sri Dewi menoleh.
“Eh, Ibu..., kukira siapa.”
“Kau tengah mencari Rangga?” ulang wanita setengah baya yang memang ibu dari Sri Dewi.
“Benar, Ibu.... Apakah Ibu melihatnya?”
“Sayang sekali. Dia sudah pergi sejak tadi...,” sahut wanita setengah baya itu.
“Pergi? Tanpa pamit?” tanya Sri Dewi.
Wanita itu mengangguk pelan. Dan terlihat Sri Dewi terpaku untuk beberapa saat.
“Dia pergi setelah melihat orang-orang bertopeng merah itu kabur. Aku sendiri tak tahu kenapa dia tidak mau pamit. Mungkin ada sesuatu yang membuatnya sungkan. Atau... entahlah. Mungkin juga ada persoalan mendesak yang mesti diselesaikannya. Tapi dia kirim salam untukmu...,” lanjut wanita setengah baya ini.
Gadis yang baru beranjak besar itu masih terpaku ditempatnya. Sepertinya dia tak percaya kalau penolongnya, sekaligus tokoh yang dikagumi, pergi meninggalkannya begitu saja. Padahal dia ingin sekali berbincang-bincang tentang berbagai hal dalam waktu yang cukup lama. Tapi....
“Kau menyukainya...?” usik wanita setengah baya istri Dilaga ini dengan bibir tersenyum.
Sri Dewi tidak menjawab. Kepalanya langsung melengos, lalu melangkah pergi. Dia kembali bergabung di antara kerumunan orang. Dan diam terpaku seperti patung....!***
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
173. Pendekar Rajawali Sakti : Teror Topeng Merah
ActionSerial ke 173. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.