O4

76 38 119
                                    

Terkadang, Hana lupa akan hilangnya eksistensi Yoongi di kampus mereka. Sehari setelah keberangkatan Yoongi, ia mencari-cari pria itu di sekeliling fakultasnya. Ia sangat merindukan wajah monoekspresif yang angkuh itu, hingga kemudian satu dering di ponselnya mengintrupsi, menandakan adanya pesan teks yang masuk.

'Baru satu hari tapi aku merindukanmu.'

Dan Hana pun tersadar, kini mereka tengah berjarak beribu-ribu kilometer jauhnya.

Gadis itu menghela napas. Melangkah menuju parkiran kampus dipayungi langit petang yang sedikit mendung. Ia menemukan mobilnya setelah beberapa menit, lalu memasukinya. Namun ia menyadari ada yang salah dengan mobil kesayangannya itu.

Mesinnya tak mau menyala.

Berkali-kali ia menstarternya, tetap tak mau menyala.

Ia repetisi lagi, sampai bermenit-menit kemudian, tetap tak menyala.

Hana mendesah kesal. Ia keluar dari mobil dan menendang sisi pintunya. Kesal sekali. Kenapa di saat-saat seperti ini malah bermasalah?

Ia mengambil ponsel dari dalam tasnya, menghubungi salah satu bengkel langganan dan meminta orang untuk mengambil mobilnya dari sini—untuk diperbaiki.

Kini, masalah berikutnya adalah bagaimana ia pulang?

Yoongi tak ada. Menunggu taksi di depan kampusnya hanya akan menyita waktu, sebab hanya ada satu dua taksi perjam yang kiranya berminat memasuki lingkungan kampusnya yang besar ini. Apa ia perlu berjalan berkilo-kilo meter untuk mendapatkan taksi? It's a big big no!

Tapi kemudian Hana mengingatnya.

Sosok yang penuh kehangatan itu.

Sesaat ia memilih berdiam diri dan bersandar di kap mobil. Haruskah ia menghubungi Taehyung? Pria itu pasti masih ada di kampus. Pada akhirnya ia mengambil ponselnya kembali. Menelusuri daftar kontak dan berhenti di nama Taehyung.

Beberapa saat, Hana mendial-nya.

Tak ada jawaban.

Sekali lagi, tak ada jawaban.

Ah, mungkin ini memang hari sialnya.

Hana pun memutuskan untuk memilih opsi taksi. Mungkin menunggu satu-dua jam tidak apa. Sekali ini saja. Namun tiba-tiba, ponselnya berdering dan nama Taehyung muncul di sana.

"Hana, ada apa? Aku sedang di lab Fisika."

- KATASTROFE -

Ketika Hana menyusulnya, Taehyung ada di sana. Tengah merangkai kabel-kabel yang entah apa, bersama tiga orang lainnya. Mereka semua mengisap rokok, mengembuskannya di antara sampah kabel dan gunting-gunting yang berserakan. Mungkin itu proyek listrik statis, atau apa, Hana benar-benar tak mengerti.

Saat Taehyung menoleh dan mendapati Hana, ia menghentikan kegiatannya. Dengan segera ia melangkahkan kaki menuju gadis itu. Di antara langkahnya, ia menyurukkan puntung rokoknya di asbak, membuangnya—lagi, padahal puntungnya masih panjang—yang kemudian Hana sadari bahwa Taehyung akan melakukan hal itu jika sedang bersamanya. Ia tahu, Hana tak menyukai lintingan penuh nikotin tersebut.

Taehyung tersenyum hangat. "Jadi, mobilmu ngambek?"

Hana mengerucutkan bibirnya, membuat senyum Taehyung diam-diam semakin melebar. Kini mereka tengah bersandar di meja dosen, di ruangan lab.

"Aku datang ke sini bukan untuk meminta ejekan," protes Hana.

"Aku tahu. Kau minta tebengan, 'kan?"

Lalu kerucutan itu tergantikan oleh senyum manis yang mengembang. "You know me so well."

Taehyung membalasnya dengan satu uluran tangan yang mengacak lembut surai gadis itu. Kali ini tanpa keraguan sama sekali.

"Ayo."

Mereka keluar dari lab tersebut, masih dengan bibir yang melengkungkan kurva.

Segalanya masih terlihat baik-baik saja.

- KATASTROFE -

Hujan di malam-malam musim panas tak menjadi hal yang patut dipertanyakan lagi bagi Hana. Ia meredam tubuh di bawah selimut, merasakan udara lembap yang tercampur dengan angin dingin dan harum petrichor, hingga kelopak matanya menyerah dalam belaian kantuk.

Hari sudah semakin larut, 30 menit lagi mencapai tengah malam. Hana baru saja memutuskan untuk memejamkan mata ketika ponselnya berdering.

Nama Yoongi tertera di sana.

Satu kerutan ia tampakkan. Jelas saja, 15 menit yang lalu mereka baru saja selesai berbincang melepas rindu, lalu mengapa Yoongi meneleponnya lagi?

"Yoongi? Ada apa?"

Suara dingin Yoongi di seberang sana terdengar sedikit gusar. "Mobilmu sudah di rumah, 'kan?"

Hana melepas gumam mengiyakan.

"Kau bisa menengok Taehyung? Ibunya meninggal 15 menit yang lalu."

Dan suara petir malam itu teredam dengan gaungan petir di otaknya.

TO BE CONTINUED.

KATASTROFE【END】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang