PROLOG

220 71 229
                                    

Aku menolehkan kepalaku ke atas, kepada bintang-bintang yang berkelip dan berkorvergen membentuk sebuah rasi. Terkadang mataku menangkap scorpion, kemudian capricorn, dan di sisi lainnya bertebaran champagne, supernova dan pleiades.

"Waktuku tidak sampai 24 jam lagi."

Aku menoleh, mendapati manik tajam nan kelam yang menatap tepat ke arah manikku. Entah mengapa bintang di atas sana tampak kalah indahnya dengan netra di hadapanku yang bagai obsidian itu. Lima detik ... sepuluh detik ... tautan itu masih berlangsung.

"Ceritakan sesuatu." Pria di sampingku berujar kembali. Masih menatap lekat dengan kehangatan gamang yang dia bagi.

"Sesuatu ... apa?" jawabku tersekat.

"Apa saja. Tentang Ferdinand dé Saussure, tentang sifat-sifat bahasa, tentang frasa, klausa, apapun."

Aku menghela napas berat, sedikit kesulitan diantara situasi yang seolah tersesat. Aku memalingkan wajah sesaat. Menutup mata dengan hitungan seperkian detik erat-erat.

"Kau tahu kenapa sesuatu yang bersinar di atas sana dibahasakan dengan bintang?" tanyaku.

Pria itu memberi gestur gelengan pelan.

"Karna bahasa itu arbitrer. Tidak memiliki hubungan langsung antara penyebutan namanya dengan suatu referennya. Itulah mengapa sesuatu di atas sana disebut bintang, padahal yang bersinar tak selalu bintang, 'kan?" jelasku.

"Kau juga bersinar. Dan kau bukan bintang."

Aku mengulum tawa hangat. Entah itu sebuah gombalan atau apa, yang pasti sedetik setelahnya hatiku pun turut menghangat.

"Yoongi ... jangan lupakan aku, ya?"

"Tidak akan," tegasnya.

"Satu semester itu lama, dan tanpamu mungkin akan semakin lama," ujarku setengah berbisik.

"Ada Taehyung yang bisa membuat hidupmu lebih berisik. Tak akan terasa lama."

Embusan angin yang bertiup kembali membawa serta uaran harum musim panas yang sangat kusukai. Namun malam ini tak sama lagi. Sebab aku harus mereguk fakta yang menjeratku di dalam momen-momen yang tidak aku pahami. Kakofoni tak teratah di luar sana sama sekali tak mampu mendistraksi pikiranku yang terisolasi.

"Tunggu aku ... " Yoongi menyahut pelan. Kepalanya tertoleh dan sebelah tangannya terangkat untuk menyentuh suraiku dengan terlampau nyaman. " ... karena aku akan kembali."

Dengan segera aku menenggelamkan diri pada Yoongi yang hampir terjungkal. Namun lengan kekar pria itu segera menyambar tanpa kehabisan akal. Dia mendekapku erat tanpa sesal. Erat sekali, hingga rasanya aku tak ingin dilepas lagi.

Aku akan kembali ....

Aku tak tahu bahwa hidup punya ribuan misteri yang mampu mendestruksi segala kekasualitasan perjalananku. Seharusnya aku tahu lebih awal, tapi semesta tak memberiku petunjuk apapun.

Sedikitpun.









KATASTROFE
(CAST)

Kupikir aku telah mengenal mereka berdua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kupikir aku telah mengenal mereka berdua. Namun nyatanya tidak. Tidak sama sekali.

 Tidak sama sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kau dan ambisiku. Jika diharuskan untuk memilih, maka sepertinya aku akan mengambil pilihan yang bodoh.

 Jika diharuskan untuk memilih, maka sepertinya aku akan mengambil pilihan yang bodoh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Relasi ini cukup membingungkan. Aku tahu, dan kau pun tahu. Namun kita sama-sama mengelaknya.

PROLOG (08/11/2021)
penamaroon

KATASTROFE【END】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang