O7

22 9 4
                                    

Hana mendatangi Taehyung tepat ketika langkah pria itu menapak keluar dari lab Fisika. Hana berdiri di depannya, dengan tatapan nyalang dan bibir bergetar.

"Kenapa kau melakukannya?"

Suaranya nyaris tak terdengar, dan Taehyung dengan sigap menarik gadis itu ke dalam lab kembali. Pintu ditutup, kunci diputar. Tidak ada orang.

"Taehyung—"

"Jangan pulang sendiri lagi."

Suara Taehyung begitu halus, tanpa penekanan. Tatapannya menaut mata Hana seperti kehilangan arah. Ketika itu, ia melihat tatapan terluka seperti kali pertama ia melihatnya di kala Taehyung kehilangan ibunya. Netra itu ketakutan, kehilangan kehangatannya yang bak matahari, entah mengapa.

Tangannya ditarik, wajah Hana membentur bahu Taehyung.

"Tae—""

Pria itu mendekapnya. Erat. Napasnya berembus di tengkuk Hana yang meremang.

"Dia beruntung aku tak meledakannya dengan nuklir."

Hana tak tahu bagaimana Taehyung bisa bertemu Junho, menghajarnya hingga babak belur dengan beberapa tulang yang patah. Ia tak mengerti bagaimana pria itu menyimpul skandal semalam yang berusaha setengah mati ia lupakan. Dari mana beritanya, dari mana infonya, dari mana, dari mana, dari mana—

Tapi kemudian ia tak peduli. Matanya terpejam di antara tubuhnya berada dalam dekapan Taehyung. Entah ini benar atau salah, tapi ia menyukai bagaimana bibir Taehyung yang hangat menempel di tengkuknya yang mendingin. Mengecupnya sekilas, dengan gumaman penuh penenangan yang benar-benar membuatnya tenang pada akhirnya. Hatinya dalam sekejap menghangat dan likuid bening merembes dari netranya, membasahi kemeja cokelat Taehyung, bercampur dengan cologn yang pada akhirnya dapat Hana hirup—beraroma sitrus.

Pada akhirnya ia mendapat jawaban akan hal trivial yang pernah ia pikirkan tentang Taehyung. Pelukan pria itu tak sehangat Yoongi, tapi rasanya bagai beribu-ribu kali lebih nyaman dibanding sekadar rasa hangat yang pernah Hana kecap dari kekasihnya.

Sepersekian detik Taehyung melepas pelukannya.

Lalu, mengecup sudut bibirnya.

Namun begitu saja.

Begitu saja. Mereka akan kembali berbicara tentang hal-hal kasual seperti biasa, membicarakan musim panas bersama-sama, dan menghitung mundur kepulangan Yoongi bersama-sama.

Namun sekarang, Taehyung memiliki kuantitas yang lebih banyak dari sebelumnya dalam hal menemui Hana. Di pagi hari sebelum perutnya terisi oleh makanan padat untuk sarapan, ia sudah bertandang di depan pintu kamar apartemen Hana, menyambut dengan senyum hangatnya yang kembali seperti biasa, lalu mengacak rambutnya tanpa ragu seperti dulu-dulu.

Sore hari, ia akan ke fakultas gadis itu, menunggu di antara anak-anak yang bersinggungan dengannya, lalu menggenggam jari-jemari gadis itu erat-erat.

Malamnya, ia akan menunda kepulangan, berdalih menumpang makan malam di sana dengan alasan; tak ada yang memasakiku di rumah. Kemudian mereka akan tertawa bersama sembari menonton siaran kartun yang membuat Hana berdecak heran.

Taehyung akan menarik Hana ke dekapannya di waktu-waktu lima belas menit sebelum ia pamit pulang. Dengan nada yang berbeda dan lebih rendah, ia akan berkata; tutup semua pintunya, hubungi aku jika akan tidur. Kemudian menurunkan wajah dan mengecup sudut bibir gadis itu lama—lama sekali. Bahkan, terkadang, hingga ponsel Hana berbunyi dan menampilkan nama Yoongi di sana, barulah Taehyung melepaskannya.

Hal-hal tersebut membuat Hana bertanya-tanya.

Bukan hanya tentang perasaan Taehyung padanya, tapi juga tentang bagaimana perasaannya sendiri untuk pria itu.

Absurditas mulai membaur menciptakan ambiguitas. Tentang jantungnya yang memompa lebih cepat ketika Taehyung mendekapnya, tentang perasaan menggebu yang ia rasa ketika Taehyung mengecup sudut bibirnya, tentang kehampaan yang ia reguk ketika semua hal itu tak ia rasakan. Hana frustrasi.

Sebab masih ada Yoongi yang jauh di sana. Keberadaan pria itu tak bisa digantikan oleh apa pun.

Siapa pun.

Hingga Taehyung datang dan menghancurkan segalanya.

- KATASTROFE -

Siang itu, bukan siang yang terlampau terik, tetapi keringat tipis membasahi kening Hana yang berjalan dari ruang kantin fakultas menuju ruang kelas yang lebih sejuk.

Namun, bagi Hana, siang itu membakar seluruh akal sehatnya.

"Aku jarang melihatmu bersama Yoongi lagi semenjak pengumuman peserta olimpiade." Yura mengujar, mengambil tempat di sisi kanan Hana yang tengah mengeluarkan binder dari sling bag putih miliknya. "Err, kau malah lebih sering bersama temannya yang pirang itu."

Hana menoleh lamat-lamat dan menahan untuk tak menjawabnya penuh sinisme. "Yoongi belum pulang. Olimpiade itu dilaksanakan satu semester."

Lalu, semuanya terjadi begitu saja. Yura yang menatapnya dengan tarikan alis tinggi-tinggi, dan kerutan di kening dalam-dalam. Semuanya seperti terekam lambat-lambat dalam penglihatan Hana, ketika Yura kembali mengujar.

"Mahasiswa olimpiade sudah pulang tiga hari yang lalu, Hana. Kau bisa lihat Namjoon dan Hoseok di kelas sebelah."

Seperti ada meteor yang menghujam tubuhnya.

"Lagi pula, olimpiade apa yang menghabiskan waktu satu semester?"

Siang itu, Hana men-skip kelas berikutnya untuk pergi ke lab Fisika.

Ada sesuatu yang tidak beres disini.

TO BE CONTINUED.

KATASTROFE【END】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang