"Terus ... ?"
Aku menunduk menghindari tatapan tajam pria itu.
"Udah mau tiga minggu ini kamu menghindar gitu?"
Aku menghela napas dan mengangguk lemah. Dia menggeleng-geleng.
"Hon, be an adult! Mau sampe kapan kamu hindarin dia? Hah? Ampe bulan bersinar disiang hari dan matahari di malam hari?"
Aku memejamkan mataku. satu minggu sejak Rick pindah ke Indonesia. Aku membantu membereskan apartemen super canggihnya. Di sela itu dia bertanya tentang Tristian, dan aku cerita kalau sudah lima kali aku menolak ajakan makan malam pria itu.
"Ya pikirku ngapain coba dia terus ngajakin makan malem? Kita ga ada hubungan apa-apa kan." Aku harus tetap mempertahankan akal sehatku.
"Ya makan malam ga harus ada hubungan juga kali, Hon. Lagian penasaran juga kan kamu mau apa dia ngajakin kamu dinner terus, heran deh ..." Dia terlihat lebih penasaran daripada aku.
Aku menghembuskan napas kesal, Rick bukannya membela, malah nyudutin posisi aku karena terus-terusan menolak ajakan Tristian. Aku ga enak aja, dan takut ketahuan mba Luna sih ...
"Aku juga penasaran soalnya, kenapa dia kekeuh deketin kamu mulu. Cepetan tuntansin urusan kamu sama dia, biar kamu bisa move on!"
Nah kan? Aku mendelik tidak senang, tapi memang benar ucapan Rick. Aku belum bisa move on hingga detik ini, nyatanya, bayangan pria itu masih sanggup mengusik malamku.
Keesokan harinya, pagi ini, cake dan coffee yang sama yang setiap hari aku terima, membuatku mau tak mau akhirnya mengetuk pintu ruangannya.
"Pak, mau ajak saya dinner kemana malam ini? Tapi sekali ini aja ya, Pak."
Senyum senang terbit di sudut bibir pria itu, membuat aku sedikit menyesal saat keluar dari ruangannya, kenapa tidak sejak kemarin saja aku terima ajakannya?
***
"Seriusan Pak disini?" Aku menggigit bibirku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Mataku menyusuri dari bawah ke atas bangunan tinggi dengan bongkahan emas di ujung atasnya.
"Kenapa? Kamu lebih suka aku ajak ke resto?" Dia urung menutup pintu mobilnya menatapku ragu.
Aku menggeleng cepat. "Bu-bukan, enggak.. enggak papa kok Pak kesini juga." Aku menutup pintu dan berjalan ke depan mobil. Dia tersenyum dan mengunci kendaraannya lalu berjalan berdampingan denganku.
"Udah bukan jam kantor, Greet. Jangan panggil Bapak lagi." Dia melepas kancing lengan kemejanya, terlihat santai setelah melepas jas resmi berwarna coklat susu. Beberapa mata wanita melirik ke arah pria di sampingku ini, yang seolah sedang berakting iklan jas mahal. Tristian memang pantas memakai pakaian apa saja. Aku bergeser tiga jengkal menjauh saat kami berjalan masuk ke area Monas.
"Nasi goreng mau?" tawarnya dan aku hanya mengangguk.
Setelah berjalan sejauh tiga ratus meter, kami menemukan meja dan tempat duduk. Tristian memesan nasi goreng sedangkan aku berkeliling melihat, sudah akhir pekan, banyak orang datang kesana. Angin bertiup agak kencang malam ini, dan aku merasa gugup juga canggung.
Aku tidak tahu apa tujuan Tristian mengajakku kesini, tapi setelah ini tidak akan ada lagi, janjiku. Aku akan bersikap profesional saat di kantor, urusan kami akan selesai, aku akan memintanya untuk menjaga jarak.
Tidak lama Tristian datang membawa dua gelas minuman berwarna pink. "Es kelapa kopyor nih."
"Thank.." sahutku. Aku bingung akan memulai darimana.
KAMU SEDANG MEMBACA
✅ Greet's Wildest Dream
Romance(COMPLETE) Pria tampan, bertubuh atletis, mempesona, apakah mau dengan gadis gemuk? Sang Mama selalu berkata "Kamu akan menemukan "Romeo"mu sendiri, pria yang mencintaimu apa adanya, bagaimana pun bentuk tubuhmu". Benarkah? Dimana? Siapa? Hahahaha...