Selamat membaca...
***
Brak!
Gadis yang tengah membaca buku fiksi itu memejamkan mata refles, menghela nafas lelah ia membuka mata perlahan. Tak perlu penasaran siapa pelakunya, karena ia sudah sangat hapal.
Tanpa ada satu kata yang keluar dari bibir dua anak manusia, sebuah buku lain mendarat dimeja. Kini ada dua buah buku diatas meja murid.
Lagi dan lagi, pemuda tampan itu langsung mengambil buku sang gadis, tak lupa mengambil kembali buku miliknya yang sempat ia lempar kasar, kemudian berlalu menuju ketempat duduknya.
Tanpa adanya satu kata pun yang mengudara, mereka sudah terbiasa.
Devaya Slavina, nama gadis itu. Dan pemuda tampan itu bernama, Kalendra Atmaja.
Ekor mata gadis yang kerap dipanggil Deva mengikuti pergerakan Kalendra.
Dalam diamnya, Deva mengagumi sosok Kalen.
Kalen terlalu jauh untuk Deva gapai. Entahlah padahal dulu mereka sempat dekat layaknya sahabat. Deva tak bisa menganggap kedekatan mereka sebagai sahabat, karena beberapa bulan setelah mereka menghabiskan waktu bersama, ketiganya menjauh.
"Thanks,"
Devaya tersentak, matanya jatuh pada buku miliknya yang disodorkan Kalendra tepat didepan wajahnya. Tersenyum, ia pun mengangguk sembari mengambil buku bersampul coklat itu.
Kalendra, remaja itu kemudian berbalik badan, melangkahkan kaki meninggalkan kelas, masih ada waktu untuk dirinya belajar ditaman sekolah. Seutas senyum terbit. Ia tak bisa menyangkal ada rasa bahagia yang muncul ketika tahu gadis itu memperhatikannya.
Suara riuh terdengar, mula-mula sedikit, beberapa saat setelahnya terdengar ricuh, Deva dapat memastikan jika para warga sekolah telah datang. Ia memutuskan untuk menutup bukunya, sebenarnya berat, tapi jika sudah ada para manusia-manusia berisik akan susah untuk fokus terhanyut dalam narasi penulis. Tangan Deva menaruh buku tebal fiksi itu kedalam laci. Ia membuka buku yang sempat tadi Kalendra pinjam. Sampai ia membuka bagian lembar kerja, Deva tertegun.
Dengan tatapan yang tertuju pada buku, telinganya sesaat tak berfungsi. Perhatian Devaya jatuh sejatuh-jatuhnya pada sebuah Sticky Note berwarna pink, tidak ada serngakaian kata, hanya ada gambaran emoji wajah yang tersenyum disertai kata terimakasih dibawah gambaran emoji itu. Jari Deva menjabutnya dari lembar kerjanya, ia tersenyum manis.
Disaat itu juga, Kalendra datang. Ia melewati meja Deva sambil melirik gadis itu. Sebuah senyum tipis tercetak, sangat tipis, hingga tak ada yang tahu bahwa pemuda itu tengah tersenyum. Melanjutkan langkahnya, ia menormalkan wajah, berusaha menampilkan wajah dingin.
Padahal jika mau, Kalendra bisa saja lewat dibarisan ketia, rutenya lebih cepat, dan tak berkelok untuk sampai dimeja miliknya. Tapi ia justrus melewati baris pertama, dimana barisan meja Deva terletak. Tubuh Kelendra yang tinggi dan kaki yang panjang, membuat ia tak kesusahan.
* * *
"Deva!"
Langkah kaki Deva terhenti. Menegang mendengar suara itu. Perlahan ia memutarkan tubuh hati-hati, menjaga keseimbangan sebab tengah membawa tumbukan buku paket. Matanya seketika berkaca-kaca, panas, tak bisa ditahan air matapun meluncur bebas.
Teriakan tersebut juga berhasil membuat Kalen yang kini tengah bertugas bersama Devaya meminjam buku perpus, berbalik badan. Detik itu, aura dingin menguar dari tubuhnya. Tatapan mata datar, wajah keras serta rahang tegas.
"Leo," lirih Deva tak henti menangis.
Seorang pemuda, yang tak kalah tampan dari Kalen sampai didepan Deva. Ia tersenyum lebar, hangat sekali. Dengan penuh kasih sayang, ia mengusap air mata Deva dengan ibu jarinya.
"Jangan nangis. Gue sekarang udah pulang." Ujarnya seperti berbisik.
Bukannya berhenti, isakan Deva semakin keras. Remaja laki-laki yang memakai almameter khas SMA-nya itu membawa tubuh Deva kepelukannya. Mengusap lembut surai hitam gadisnya sampai punggung. Matanya memejam.
Kalendra berdecih, ia membalikkan badan, melanjutkan jalannya kembali kekelas. Sangat memuakkan melihat adengan alay itu.
Leo, pemuda itu tak sengaja melihat Kelendra yang berbalik badan dan menjauh. Ia menatap punggung sahabat lamanya dengan wajah tak terbaca. Namun yang pasti, ia ingin sekali meminta maaf.
* * *
Sampai ketemu dipart selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalendra
Novela JuvenilDia bernama Kalendra, hidupnya tak pernah merasa damai. Selalu dididik untuk menjadi terbaik dari yang baik. Sebagai bukti kekerasan sang ayah, ada goresan panjang yang menghiasi punggung kekarnya. Jika didalam rumah seperti neraka baginya, maka di...