Part 2. Kalen baik

52 46 17
                                        

(Kalo ada typo dkk, kasih tahu ya!) Selamat membaca~

Jam menunjukkan pukul 16.28, lonceng pulang telah berbunyi lima belas menit yang lalu. Saat ini parkiran sudah lumayan lenggang dari kerumunan murid-murid. Begitu juga dengan kendaraan disana.

Devaya sedari tadi menolehkan kepala menanti jemputan. Sayang sekali, motor yang sering ia bawa sekolah mati. Ini adalah salahnya sendiri yang lupa mengisi bensin, alhasil motor berwarna hitam mix coklat gelap miliknya mati.

Brum...

Motor hitam khas lelaki berhenti dihadapannya, Deva kikuk, ia mundur satu langkah.

Bersamaan dengan itu, kaca helm dibuka oleh pengendara motor.
Deva mengalihkan pandangan, sedikit-sedikit kakinya bergerak menjauh. Pura-pura tak melihat Kalendra.

Mata Kalendra turun, tersenyum tipis menangkap pergerakan kaki berbalut kaus kaki putih yang tertutupi celana training itu. Kembali keatas, Kalen terkekeh pelan mengamati wajah Deva.

"Lo, gak pulang, Va?"

Pergerakan kaki Deva berhenti. Ia perlahan menolehkan kepala hingga matanya bertemu mata legam Kalendra. Bibir Deva pun tersenyum lebar sembari memasang raut wajah terkejut.

"Lho? Kalen?" kagetnya penuh kedustaan.

"Lo nggak pulang? Ini udah sore. Mendung lagi," Tidak membalas kepuraan Deva, Kalendra kembali mengulang pertanyaannya, dan ditambah beberapa kata pelengkap.

Kepala Deva sontak menengadah, benar awan abu-abu gelap hampir menutupi langit diatasnya. Dua detik setelahnya, pencahayaa meredup, segumpal awan itu menitupi matahari. Deva mengalihkan pandagan kearah Kalendra.

"Pulang, ini lagi nunggu jemputan." Jawabnya diiringi senyum.

"Gue anterin, cepet naik." Titah pria remaja berjaket kulit itu. Kepalanya yang berlapis helm tebal, bergerak memberi isyarat agar Deva segera naik.

Deva menggeleng. "Enggak usah! Ada yang jemput, Kalen duluan aja," balasnya menolak halus.

Tit!

"Duluan bro, hujan!"

Klakson motor besar dan suara pria setelahnya mengalihkan perhatian dua anak manusia itu. Tanpa menunggu balasan, pria itu melaju bersama motornya.

Kalendra hanya mengangguk sekilas mengikuti arah melesatnya temannya itu. Ia menoleh pada Deva lagi yang ternyata masih melihat arah perginya pria yang menyapa tadi.

Dilihat dari raut wajahnya, sepertinya gadis bercadingan itu penasaran siapa gerangan orang yang menyapa.

"Ayok, keburu hujan." Sekali lagi, Kalen mengutarakan niatnya.

Deva beralih pada Kalen, ia melihat sebentar keatas lalu menatap lekat Kalen.

Tes!

Satu tetes air hujam mengenai helm Kalen. "Tuhkan! Udah gerimis, buruan naik!" Serunya heboh.

Deva panik, maju lalu mundur lagi. Bingung, selama SMA ini, ia tak dekat dengan Kalendra. Bagaimana ini? Haruskah ia ikut?

Tapi, Devaya takut merepotkan. Lagi pula, mereka tidak sedekat dulu, pria didepannya ini pasti tak tahu alamat rumahnya.
Devaya tersentak merasakan tangannya ditarik.

"Lama,"

Bak terhipnotis, Deva hanya mampu terdiam kala Kalendra memakaikan helm dikepalanya, hingga tubuhnya dinaikkan diatas motor, Deva baru mengerjap, kesadarannya kembali.

"Pegangan, gue mau ngebut." Tahu Kalen berancang-ancang masuk kejalan raya.

Tidak dapat menolak, Deva akhirnya mengulurkan tangannya memegang pundak Kalen. Dapat ia rasakan, roda kuda besi ini semakin cepat berputar, membelah jalan yang hampir seluruh permukaannya basah karena air hujan.

"Ck, ntar lo bisa jatoh! Pegangan tuh dipinggang. Gue gak mau sampe lo kenapa-napa," Kalendra menarik tangan dipundaknya untuk memeluk pinggang keras miliknya. Menuruh gadis dibelakang agar berpegangan. Ralat, memeluk pinggang yang betul.

Sekarang Devaya menurut saja, kata-kata Kalen terngiang berulang kali dibenak. Seolah-olah Kalendra tengah berbicara pada seorang.... gadis tersayang?

Kepala gadis berumur enam belas hampir tujuh belas itu menggeleng kuat. Apa yang ia pikirkan?!

Didepan, Kalen tersenyum melihat tingkah Deva dari sepion motor. Astaga... baru kali ini setelah sekian lamanya ia berani mengespresikan senangnya lewat wajah, dan itu karena Deva.

Rintik hujan semakin deras, Kalen memutar gasnya seiring banyaknya air yang turun.

Deva mengeratkan pelukannya. Takut terjatuh.

Mengetahui hujan ini akan semakin deras, Kalen membelokkan setirnya ke mini market. Kebetulan sekali, ada toko itu.

"Cepat turun! Kita neduh dulu," Kalen menarik tangan Deva agar sampai diteras mini market.

Dua anak manusia beda jenis itu sibuk menghangatkan tubuh dengan caranya masing-masing.

Kalen melirik Deva yang tampak mengigil. Ingat jika toko ini menjual kopi hangat, ia lantas masuk tanpa disadari gadis itu.

Setelah mendapatkan dua cup kopi, Kalen keluar. Menghampiri Deva yang ternyata tengah duduk dikursi yang memang disediakan disana, tengah memainkan ponsel. Kalen menempelkan satu cup yang terasa hangat dipipi Deva hingga remaja perempuan itu tersentak mendongak.

"Pegang," titah Kalen, ia mendudukkan bokongnya pada kursi samping Deva. Matanya menangkap ponsel yang masih menyala itu, ia mendengus saat membaca pesan dari kontak bernama 'Ayah' bukan dirinya tak sopan. Kalen hanya merasa kesal membaca pesan dari ayah Deva yang mengatakan jika Leo akan datang menjemputnya.

"Terimakasih," ujarnya tulus. Deva menaruh ponsel yang sebelumnya telah ia matikan layar keatas meja. Kedua tangannya memegang cup menyalurkan hangatnya cairan coklat itu, Deva memainkan cup kopi dengan kedua tangannya sembari berpikir bagaimana caranya ia berbicara pada Kalen.

"Diminum, keburu dingin." tegur Kalen karena sedari tadi Deva hanya memainkan cup itu, sedangkan kopi miliknya tinggal setengah. Ia melirik ponsel Deva yang mati diatas meja. Kalen berusaha menutup rapat bibirnya agar tak bertanya mengenai apa yang ia lihat.

Hening beberapa saat, akhirnya getaran ponsel Deva diatas meja memecahkan keheningan itu.
Deva menaruh cupnya kemeja, kemudian mengambil ponsel miliknya, ia berharap ayahnya membatalkan permintaan pada Leo untuk menjemputnya. Bukannya apa, Deva hanya tidak enak hati dengan Kalendra. Semua orang hampir tahu, bahwa Kalen dan Leo adalah rival. Dimana ada Leo maka Kalen akan menjauh. Seperti yang baru-baru saja terjadi, Leo dan Kalen sebenarnya terpilih menjadi pertukaran murid antar sekolah, tapi Kalen memilih mundur dan membiarkan Leo yang mengikutinya. Lagi-lagi, Leo dan Kalen juga terpilih mengikuti OSN-K dalam bidang astronomi. Kali ini, Leo yang mengalah, Kalen yang mengikuti lomba itu. Dua pemuda tampan nan pintar itu seperti ada masalah tersembunyi yang sampai sekarang tak ada yang tahu.

* * *
Hiyaaaa, maap telat yak ges. Karena telat ditambahin dikit nieh katanya.

Suka?

Terimakasih udah baca....

KalendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang