Part 3. Kehidupan Kalendra

46 42 25
                                    

Komen dulu 'Yes update' sepuluh kali coba,

Selamat membaca....

Saat jam menunjukkan pukul 18.00, Kalendra kembali lagi menginjakkan kakinya dipekarangan mini market yang tadi sempat ia jadikan tempat teduh bersama Deva.

Kalendra keluar dari mobil yang dikendarai kakak Deva, tersenyum serta mengucapkan terimakasih kemudian berlalu menghampiri motornya.

Wajah yang tadinya tampak biasa saja kini mengeras. Kalendra tidak ingin mengingat kejadian ini. Jika tadi dia bisa menolak, ia pasti tak akan satu mobil dengan Leo, bahkan setelah seatap kendaraan, Kalen juga harus duduk berdempetan dirumah Deva.

Kalen seperti dejavu, memori otaknya selalu menghubung-hubungkan kejadian beberapa saat lalu dengan saat-saat mereka masih bermain bersama. Mereka pernah ada disuatu kejadian yang sama seperti tadi. Hujan, ruang tamu keluarga Deva, teh panas, dan kue buatan adik Deva.

Argh!

Kalen tidak ingin mengingat itu, tapi kejadian tadi malah selalu mengingatkannya. Padahal, Kalen sudah tekat untuk mengubur kenangan-kenangan yang akan berakhir menyakitinya itu.

Drt...

Pria yang masih memakai setelan seragam sekolah itu merogoh ponsel disaku jaketnya, tangan lainnya memasukkan kunci motor, sambil menaiki motor kesayangannya, Kalendra duduk membuka ponsel. Berdecak keras.

Jari-jari Kalendra segera membalas pesan yang hanya berisi satu kata itu. Tak perlu repot, jika dia mengirimkannya pesan dengan jumlah huruf sebanyak enam dan tanda seru sebanyak tiga, makak ia akan membalas satu huruf saja. Y. Satu huruf dengan bentuk kapital.

Kalendra bahkan tidak perlu repot menyimpan nomer itu.

Memasukkan kembali ponsel kesaku jaket, Kalendra memutar kunci motornya. Ia memakai helm kemudian keluar dari sana.

Setengah jam berlalu, motor besar Kalen akhirnya memasuki area perumahan mewah. Ia melirik para ajudan ayahnya yang berbaris rapi seperti biasa.

Sebenarnya, jarak rumah dengan mini market itu tidak terlalu jauh, hanya beda dua gang saja. Tapi dengan mood tinggi, Kalen berkeliling kota, memutari alun-alun kota sepuluh kali, dan berjalan dengan kecepatan dibawah standar normal. Begitu bagus bukan mood Kalendra kali ini?

Cih, kayak gak ada kerjaan aja. Berdiri kayak patung, gak gatel tuh pipi dicokot nyamuk? Batinnya setelah ia memakirkan motor.

"Hei, pak patung, kalau mau, mending itu ditapok aja nyamuknya. Kasihan," saran Kalendra sembari melepaskan helmnya. Ia turun dengan gaya.

Langkah kaki Kalendra yang lebar-lebar, membuat ia hanya membutuhkan lima langkah saja dari tempat motornya terparkir sampai teras atas rumahnya. Tiga anak tangga yang berhubungan dengan teras, ia lewati hanya satu kali langkah saja. Kebayang segimana panjangnya kaki pria bernama lengkap Kalendra Atmaja itu?

Tanpa perlu bersusah payah membuka pintu, pintu otomatis terbuka, dibukakan oleh seorang pria bertubuh besar berpakaian serba hitam.

"Makasih, brou,"

Plak!

Kalendra terkekeh, baru pulang saja dirinya sudah disambut dengan sebuah tamparan. Kakinya bahkan masih dalam keadaan melangkah lebar, belum sempurna memindahkan tubuh.

"Dari mana saja kamu?!"

"Lihat, pakaian saja masih berseragam, mau jadi apa kamu Kalendra?!"

"Pulang malam begini, tidak patut untuk kamu yang masih sekolah."

Kalendra memperbaiki posisi kepalanya, tegap sempurna menatap sang ayah berani. Bibirnya ditarik lebar, tersenyum yang tampak menyedihkan dimata orang yang melihatnya.

KalendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang