Di pagi yang cerah, Wafa tengah duduk di balkon sempit kost sannya. Dia tersenyum mengingat hari ini dia libur bekerja. Dia bingung apa yang akan ia lakukan nanti.
Saat sedang memikirkan apa yang akan ia lakukan nanti. Tiba-tiba wajah datar Tama terlintas begitu saja di dalam kepala gadis itu.
"Argh kenapa malah mikirin dia sih!" Pekik Wafa kesal. Tapi semakin Wafa mencoba menyingkirkan wajah songgong duda itu maka wajah dingin Tama semakin terlihat jelas di dalam kepala Wafa.
Wafa akui, Tama bisa di katakan pria di atas rata-rata. Dan masuk dalam type idealnya. Sayangnya dia sedikit menyebalkan. Tapi entah kenapa perasaan hangat perlahan masuk ke dalam hatinya.
Dia tersenyum, pipinya memerah. Tanpa Wafa tahu, Dera yang kebetulan ada di luar balkonnya melihat tingkah sahabatnya. Dia pikir Wafa tengah kerasukan roh kuntilanak.
"Hey! Keluar kamu roh jahat!" Serunya dengan lantang.
Wafa yang tengah melamun itu tersentak kaget. Dia mendelik ke arah Dera, "Kaget tahu!" Serunya.
"Ehh, ku kira kamu kerasukan," Wafa yang mendengar itu berdecak kesal.
"Gila ya!"
"Haha atau kamu sedang memikirkan hal kotor bersama laki-laki duda itu?" Ucap Dera menggoda Wafa.
Blush!
Pipi Wafa langsung memerah, itu membuat Dera bersiul semakin menggoda sahabatnya itu.
"NGAK!" Teriak Wafa malu.
"Haha manisnya, akhirnya sahabatku punya tambatan hati hihi." Wafa yang merasa malu pun melemparkan sendalnya ke arah Dera. Dengan sigap gadis itu mengelak. Dia tertawa terbahak-bahak melihat pipi sahabatnya sudah seperti kepiting rebus.
"DERAAA!"
"Hahaha iya-iya maaf, gimana kalau aku traktir makan?" mendengar kata traktiran mata Wafa langsung berbinar. Gadis itu mengangguk antusias dan langsung masuk ke dalam kamar berganti baju. Sementara Dera, ia mendengus kesal melihat tingkah sahabatnya yang bisa langsung merubah sikapnya.
"Dasar anak itu, denger kata tratir langsung ijo matanya," gumamnya malas.
Di taman kota
Dengan muka di tekuk, Wafa terus mendengus di samping Dera.
"Kenapa?"
"Katanya mau traktir makan! Tapi kenapa malah ke taman?"
"Sama saja, bukannya aku tadi beliin kamu cilok?" Jawab Dera melirik ke arah Wafa.
"Arghh! Tapi kan aku maunya ke cafe. Bukan malah kesini!"
"Hehe, tahu kan? Ini akhir bulan. Jadi harus hemat," Ucap Dera tersenyum cengengesan.
Wafa yang tahu itu pun hanya bisa pasrah, "Iya deh, aku maafin," ucapnya terpaksa.
"Thanks sabahatku yang cantik, jadi gimana hubungan kamu sama duda itu?" Tanya Dera penasaran.
"Gelap, kamu tahu kan kalau aku suka duda? Rasanya kaya mimpi bisa deket sama dia. Meskipun dia nyebelin tapi dia ganteng, sedihnya, mana mungkin dia suka gadis sepertiku hiks.. tapi yang paling susah itu nahan nafsu sama dia argh!" Seru Wafa senang, sekaligus kesal.
"Parah banget kamu," ucap Dera menatap Wafa jijik.
Dia berigidik ngeri, "Bisa-bisanya aku tahan sama kamu, bisa-bisa aku gila kalau terus bergaul sama kamu," sambungnya.
"Haha, tapi kalau ngak sama aku, hidup kamu kaya sayur kurang garam! Hambar!" Seru Wafa bangga.
Dera memutar bola matanya malas melihat Wafa membanggakan dirinya sendiri. "Iya, iya gimana kamu aja, yang penting kamu bahagia," ucapnya.
Tapi, jika mengingat ke belakang, dia setuju dengan Wafa. Hidupnya akan terasa hampa jika ia tak bertemu dengan gadis itu.
Dua gadis beda umur itu terus berbincang ria membicarakan lelucon garing. Tapi, bagi mereka itu sangat lucu. Sampai-sampai mereka tertawa terbahak-bahak. Semua orang yang melihatnya berigidik ngeri. Mereka pikir dua gadis itu gila.
Di rumah Tama
Di ruang tamu rumah itu, terlihat Lio tengah berceloteh ria bersama bi Asih. Sambil memainkan mobil kesayangannya, dia bercerita bahwa kemarin dia bertemu dengan Mommynya.
"Benarkah?" Jawab bi Asih antusias. Dia sudah tahu siapa orang yang di panggil Mommy oleh anak manis di depannya itu. Sedikit heran, tapi bi Asih merasa senang melihat anak itu ceria.
"Iya, Lio juga tidur bertiga sama Daddy," sambungnya.
"Ehh... bertiga?"
"Iya bi Asih, Lio seneng banget!" Lio tersenyum manis kepada bi Asih, sementara bi Asih ia terdiam setelah mendengarnya.
Bagaimana bisa mereka tidur bertiga?
"Daddy mau kemana?" suara panggilan Lio membuat bi Asih membuyarkan lamunannya. Terlihat Tama yang sudah rapi dengan setelan jasnya menghampiri anak dan pengasuhnya.
"Daddy akan pergi bekerja," ucapnya.
"Lio ikut Daddy," rengkek anak itu. Dia memeluk tubuh Ayahnya dengan manja. Tama yang melihat anaknya begitu manja merasa gemas.
Cup!
Satu kecupan di pipi Lio ia layangkan. "Lio hari ini main sama bi Asih ya, kasihan bi Asih sendirian di rumah," bujuk Tama.
Raut wajah Lio langsung murung, dia bosan terus di rumah. Setidaknya jika ia pergi bersama Ayahnya. Dia mungkin akan bertemu kembali dengan Mommynya.
"Lio anak pintar kan," celetuk sang Ayah. Lio mendongkak, dia perlahan menganggukkan kepalanya.
"Pinter, Lio di sini saja ya sama bi Asih,"
"Baiklah, tapi, ada satu syarat!" Seru anak itu. Tama mengerutkan dahinya bingung. Sejak kapan anaknya itu bersikap seperti ini?. Tapi tak mau ambil pusing, Tama menganggukkan kepalanya.
"Sepulang kerja, Daddy ajak Mommy ke sini! Ok!" Perintah anak itu dengan tegas.
"Tapi,"
"Ngak mau tahu! Lio mau Daddy ajak Mommy ke rumah!" Kekeuh anak itu.
"Baiklah," mau tak mau Tama harus mengiyakan perintah anaknya itu. Jika tidak, pasti Lio akan mengamuk dan itu membuat ia pusing.
Tbc
Jangan lupa vote and komen ya!
Biar semangat
KAMU SEDANG MEMBACA
My Duda
RomanceFollow sebelum baca! Belum revisi! Bagaimana perasaanmu saat seseorang tiba-tiba memanggilmu Mommy? Dan itu terjadi pada Wafa, seorang jomblo sejak lahir. #Rank 2 in 21 [25 -10-2022] #Rank 3 in adult [8 -5-2023]