BAGIAN 7

108 9 0
                                    

Sepak terjang Siluman Pemburu Perawan makin menggemaskan orang-orang persilatan golongan putih. Tidak hanya mereka yang anak gadisnya menjadi korban, tapi juga karena tersentuh sifat kependekaran mereka untuk membasmi kelaliman.
Seperti tak kenal kata menyerah, tokoh-tokoh persilatan golongan putih terus memburu Siluman Pemburu Perawan. Pucuk dicinta ulam tiba. Ketika berusaha menjarah seorang gadis di Desa Kaliwungu pada petang hari ini Siluman Pemburu Perawan kepergok oleh beberapa tokoh persilatan yang sudah mengepungnya.
Lelaki berusia sekitar empat puluh tahun lebih itu memandang tiga orang tokoh persilatan ini dengan sorot mata tajam dan senyum mengejek. Di dekatnya tergeletak sesosok gadis yang tengah tak sadarkan diri.
"Siluman Pemburu Perawan! Kau tidak bisa lolos lagi kali ini!" dengus seorang tokoh yang berusia sekitar lima puluh tahun.
Di dunia persilatan tokoh itu dikenal sebagai Pendekar Pedang Neraka. Dengan ilmu permainan pedangnya yang amat terkenal, membuat tokoh yang bernama asli Ki Jembira itu amat disegani oleh lawan maupun kawan.
Tidak jauh dari Ki Jembira, berdiri seorang laki-laki bertubuh tegap, walaupun usianya sudah tergolong tua. Itu terlihat dari kerut-kerut di wajahnya. Demikian pula kulitnya yang telah keriput. Pakaiannya jubah panjang berwarna coklat muda. Di tangannya tergenggam sebuah kipas dari kayu cendana yang menebarkan bau harum. Karena kedahsyatan dalam permainan kipasnya, tokoh ini dijuluki Pendekar Kipas Sakti. Namun sayang, nama aslinya tak seorang pun yang tahu. Bahkan Pendekar Kipas Sakti sendiri sudah lupa nama aslinya.
Sementara yang seorang lagi adalah seorang laki-laki setengah baya berpakaian surjan. Celananya pangsi berwarna hitam. Pada pinggangnya melibat kain batik lurik. Di tangannya tergenggam sebilah keris yang masih tersimpan dalam warangka. Tokoh-tokoh persilatan mengenalnya sebagai Ki Kumbayan. Tokoh ini tak mempunyai julukan, karena memang tak menginginkannya. Entah apa alasannya.
"Hehehe...! Tua bangka tak tahu diri. Kau kira bisa berbuat apa kepadaku?!" leceh Siluman Pembunuh Perawan.
"Siluman terkutuk! Dosamu kelewat batas. Kami bertiga bersumpah tidak akan membiarkanmu terus berkeliaran di muka bumi!" bentak Pendekar Pedang Neraka.
"Lebih baik kau menyerah. Dan dengan begitu, siapa tahu kami bisa mengurangi dosa-dosamu!" timpal Ki Kumbangan.
"Hahaha...! Kerbau-kerbau dungu yang tidak punya otak! Apa kalian kira semudah itu membunuhku?!" ejek Siluman Pemburu Perawan, pongah.
"Huh! Akan kita lihat! Siapa sebenarnya kerbau dungu itu. Kau atau kami!" dengus Pendekar Kipas Sakti.
Setelah berkata begitu Pendekar Kipas Sakti meluruk cepat sambil mengebutkan kipas kayu cendananya yang telah teraliri tenaga dalam tinggi.
"Yeaaat..!" Pada saat yang bersamaan, Pendekar Pedang Neraka dan Ki Kumbayan ikut berkelebat sambil menghunuskan senjata masing-masing.
Mereka memang mempakan pendekar-pendekar terkenal dan memiliki kepandaian hebat. Namun agaknya mereka menyadari kalau lawan yang dihadapi mempunyai kesaktian tinggi. Sehingga mereka tidak mau gegabah dengan menghadapi satu lawan satu. Namun tanpa disadari, justru hal itu akan memudahkan Siluman Pemburu Perawan untuk menumpas mereka dengan cepat.
"Hup!"
Ketika senjata-senjata itu hampir merancah tubuhnya, Siluman Pemburu Perawan bergerak lincak. Tubuhnya meliuk-liuk di antara sambaran pedang, kipas, serta keris di tangan lawan-lawannya. Dan tiba-tiba sebelah kakinya menyembul cepat ke dada Pendekar Kipas Sakti.
"Uts!" Pendekar Kipas Sakti terkejut, namun cepat menghindar dengan menggeser tubuhnya ke kiri. Namun tiba-tiba Siluman Pemburu Perawan melepaskan hantaman tangan kanannya ke kepala. Cepat bagai kilat, laki-laki tua berjubah coklat ini menghadang dengan kipasnya.
Krak!
"Heh?!" Betapa terkejutnya Pendekar Kipas Sakti, melihat kipasnya hancur berantakan terhantam tangan Siluman Pembunuh Perawan yang membentuk kepala ular. Dan belum juga rasa kagetnya hilang, tangan Siluman Pemburu Perawan telah menerobos, langsung mematuk ke arah pelipis.
Crok!
"Aaa...!"
"Pendekar Kipas Sakti...!"
Pendekar Kipas Sakti menjerit setinggi langit, begitu pelipisnya terhantam patukan tangan Siluman Pemburu Perawan yang membentuk kepala ular. Tubuhnya limbung dengan tangan memegangi kepalanya yang retak mengeluarkan darah, sebentar saja tubuhnya ambruk disertai seruan kaget dari mulut Pendekar Pedang Neraka dan Ki Kumbayan.
"Yeaaa..!"
Melihat Pendekar Kipas Sakti tewas, kemarahan Pendekar Pedang Neraka dan Ki Kumbayan makin menjadi-jadi. Mereka langsung menyerang dari samping kanan dan kiri.
Namun tubuh Siluman Pemburu Perawan cepat mencelat ke atas. Setelah membuat putaran beberapa kali dilepaskannya tendangan sambil melipat tubuh. Kali ini sasarannya Ki Kumbayan, yang pertahanannya selalu terbuka. Sehingga....
Prakkk!
"Aaakh...!" Ki Kumbayan kontan terlempar disertai jerit kesakitan ketika tendangan menghajar kepalanya. Laki-laki itu langsung memegangi kepalanya yang retak. Dari sela-sela jarinya tampak mengalir darah segar. Sebentar Ki Kumbayan terhuyung, lalu ambruk di tanah tak bangun-bangun lagi, terhantam tendangan yang dialiri tenaga dalam tinggi.
"Keparat!" Ki Jembira yang tak menduga kalau serangan terhadap kawannya begitu cepat, dia hanya dapat mendengus geram. Dan dia kembali siap menyerang, ketika Siluman Pemburu Perawan menjejak tanah sejauh dua tombak di depannya.
"Yeaaa...!"
Seketika tokoh berjuluk Pendekar Pedang Neraka ini meluruk deras sambil menyambar-nyambarkan pedangnya yang dahsyat dan mengurung dengan ketat. Angin sambaran pedangnya terasa panas, mengurung ruang gerak Siluman Pemburu Perawan.
"Hehehe...! Inikah permainan pedang yang kau banggakan itu?!" kata Siluman Pemburu Perawan malah mengejek.
"Huh! Tertawalah sepuasmu, Jahanam! Jurus 'Pedang Membelah Bumi' ini jarang luput menunaikan tugasnya!" desis Ki Jembira.
"Hari ini bukan saja dia akan luput. Tapi juga akan berhenti selamanya!" sahut Siluman Pemburu Perawan enteng.
Begitu habis kata-katanya, Siluman Pemburu Perawan membuat salto ke depan, setelah pedang Ki Jembira lewat menebas angin di depan dada. Gerakannya demikian cepat, membuat Pendekar Pedang Neraka terkesiap. Dan tiba-tiba kedua kali Siluman Pemburu Perawan telah menghantam dadanya.
Desss...!
"Aaakh...!" Ki Jembira melenguh tertahan, dengan tubuh terjajar beberapa langkah. Namun dengan cepat dia meluruk sambil menyabetkan pedangnya, tatkala Siluman Pemburu Perawan berdiri tegak kembali.
"Uts!" Dengan gesit Siluman Pemburu Perawan menggeser tubuhnya ke samping, sehingga sambaran pedang Pendekar Pedang Neraka menebas angin. Dan tanpa diduga sama sekali, mendadak Siluman Pemburu Perawan melepaskan tendangan sambil memutar tubuhnya. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Desss!
"Aaakh...!"
Tepat sekali sebelah kaki Siluman Pemburu Perawan menyodok dada, membuat Ki Jembira kembali terpekik kesakitan. Tubuhnya kontan terlempar beberapa langkah ke belakang, dan jatuh berdebuk di tanah dalam keadaan telentang.
"Heaaa...!"
Mendapat kesempatan baik, dengan gerakan seperti menerkam Siluman Pemburu Perawan cepat melenting ke atas. Lalu tiba-tiba tubuhnya meluruk deras dengan kedua kaki siap terhujam. Dan....
Jrottt!
"Aaa...!" Diiringi jerit kematian, tubuh Ki Jembira mengejang kaku dengan mata melotot, ketika kedua kaki Siluman Pemburu Perawan mendarat di perut dan dadanya. Darah langsung menyembur dari mulut dan perutnya yang pecah.
"Rasakan oleh kalian, kerbau-kerbau tidak tahu diri!" dengus Siluman Pemburu Perawan sambil memandangi tiga mayat lawan-lawannya.
"Hem, permainan bagus!"
Mendadak terdengar sebuah suara, membuat Siluman Pemburu Perawan menoleh. Namun dia sama sekali tidak memperlihatkan kekagetan, melihat kehadiran seorang wanita bertopeng di samping kirinya.
"Pucuk dicinta ulam tiba! Siapa sangka, akhirnya kau datang untuk menyerahkan diri!" sambut Siluman Pemburu Perawan.
"Aku datang untuk menagih nyawa kedua orangtuaku!" desis wanita bertopeng itu, dingin.
"Apa maksudmu!" tanya Siluman Pemburu Perawan.
"Kau pembunuh licik! Aku tidak akan pernah memaafkanmu, Bernawa!"
Mendengar nama Bernawa disebut, Siluman Pemburu Perawan terkejut. Dipandanginya wanita bertopeng itu dengan sorot mata tajam.
"Siapa kau sebenarnya?! Cepat katakan!" bentak Siluman Pemburu Perawan yang ternyata tak lain adalah Bernawa, saudara dari ayah Suti Raswati.
"Aku keponakanmu sendiri. Apakah kau tidak mengenalnya?!" sahut wanita bertopeng itu.
"Pendusta! Kau coba-coba mengecohku, he?!" dengus Bernawa.
"Aku cucu Eyang Jayadwipa!"
"Heh?!" Mendengar nama itu seketika paras Siluman Pemburu Perawan berubah. Seperti ketakutan, kepalanya menoleh ke kiri dan kanan.
"Kenapa? Kelihatannya kau ketakutan sekali?" ejek wanita bertopeng yang tak lain Suti Raswati, alias Bidadari Penakluk.
"Keparat! Ke mana si tua itu?! Dia pasti mendampingimu?! Suruh dia keluar!" bentak Bemawa.
"Hihihi...! Kau hanya menggertakku, Paman. Padahal sesungguhnya kau amat takut kepergok Eyang Jayadwipa, bukan? Kau telah berbuat kesalahan padanya. Dan selama ini, kau cukup rapi menyembunyikan diri. Tapi suatu saat Eyang yakin kau akan keluar. Sebab jika hendak mempelajari Kitab 'Jagad Welung' yang kau curi, maka kau membutuhkan korban. Yaitu gadis-gadis yang selama ini mati di tanganmu!" dengus Suti Raswati dengan senyum sinis.
"Bocah nakal! Menjauhlah dariku kalau ingin selamat! Kalau benar kau masih terhitung keponakanku, maka sebaiknya lupakan saja uusanmu padaku!" ujar Bernawa.
"Tidak semudah itu, Keparat! Kau bunuh orangtuaku setelah memperdayai mereka untuk mencuri kitab itu, sehingga mereka terusir. Aku bersumpah akan membunuhmu!" dengus wanita bertopeng itu.
"Anak bengal! Tidakkah kau lihat mayat ketiga orang ini?! Jangan membuatku marah, sehingga kau akan menemani mereka ke neraka!" ancam Siluman Pemburu Perawan.
"Keparat rendah! Tak perlu menakut-nakuti aku! Aku tahu tenagamu belum pulih betul. Kau sengaja memasang lengan palsu, untuk menutupi kekuranganmu. Apakah kau kira aku tidak tahu?!" ejek Suti Raswati.
"Bocah busuk! Rupanya kau telah bertemu gendakmu, he?! Bagaimana kabarnya? Mudah-mudahan kau senang setelah kukirim dia ke neraka!" ejek Bernawan.
"Kau salah! Dia sehat-sehat saja tak kurang suatu apa pun. Mungkin sebentar lagi dia akan ke sini. Dan setelah itu, maka riwayatmu akan tamat!"
"Omong kosong! Kau pendusta besar!"
"Apakah kau kira aku tidak mengerti pukulan yang terdapat dalam Kitab 'Jagad Welung'? Aku tahu. Dan tahu pula bagaimana memusnahkan pukulanmu!"
Barulah Bernawa sedikit terperangah mendengar penuturan Suti Raswati. Mau tak mau dia semakin percaya kalau wanita bertopeng ini memang cucu Eyang Jayadwipa. Tapi kalau mengaku tahu tentang Kitab 'Jagad Wulung', rasanya hal itu mesti dibuktikannya dulu. Lagi pula mana dia mau menunjukkan perasaannya kalau dirinya takut pada Eyang Jayadwipa, atau siapa pun yang punya hubungan dekat dengan orang tua itu?
"Baik! Ingin kulihat, apakah kau memang mengerti isi Kitab 'Jagad Welung'."
"Yeaaa...!"
Suti Raswati agaknya tidak mau berlama-lama. Begitu mendengar tantangan maka secepat kilat kedua tangannya menghentak melepaskan pukulan jarak jauh.
Wesss...!
Dari kedua telapak tangan Suti Raswati meluruk sinar merah kekuning-kuningan mengancam keselamatan Bernawa.
"Uts!" Bernawa berkelit ke samping. Lalu tubuhnya bergerak memutar seraya melakukan tendangan geledek ke pinggang.
Wuuut!
Namun Suti Raswati cepat melompat ke atas sehingga tendangan itu hanya menghantam angin kosong. Sementara, Bernawa segera mengejar seperti kesurupan setan ketika Suti Raswati mendarat di tanah.
"Yeaaa...!"
Dengan gerakan menawan, Suti Raswati memapak serangan bertubi-tubi tangan Bernawa yang membentuk kepala ular.
Plak! Plak!
Masing-masing kontan terjajar beberapa langkah dengan kedua tangan bergetar.
"Huh! Kau menggunakan cadangan tenaga aji 'Pengumpul Angin' rupanya! Tapi kuharap tidak akan berhasil, sebab aku telah mengetahui kelemahannya!" ejek wanita bertopeng itu.
"Yeaaa...!" Kata-kata Suti Raswati dijawab dengan luncuran tubuh Siluman Pemburu Perawan yang tidak mau memberi kesempatan. Laki-laki itu terus menerjang dengan serangan gencar dan bertubi-tubi, menggunakan kedua tangannya.
"Hehehe...! Belum kulihat kalau kau menguasai isi Kitab 'Jagad Welung'!" ejek Bernawa ketika wanita itu belum juga mampu berbuat banyak untuk mematahkan serangannya.

***

177. Pendekar Rajawali Sakti : Siluman Pemburu PerawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang