BAGIAN 8

126 13 0
                                    

Memang serangan itu telah membuktikan, bila wanita bertopeng itu mengetahui isi kitab pusaka yang dicuri Bernawa beberapa puluh tahun lalu tentu dengan mudah dapat memunahkan serangan. Namun yang dilakukan hanya sebatas menangkis dan menghindar.
Apa yang dikatakan Bernawa memang tidak salah. Suti Raswati yang merupakan cucu Eyang Jayadwipa itu memang mengenal nama Kitab 'Jagad Welung'. Juga, sedikit mengerti bagaimana sifat serangan jurus-jurus yang terdapat di dalamnya. Namun itu sebatas pada gambaran umum yang tidak terperinci. Sehingga jangankan untuk memunahkan, bahkan serangan jurus-jurus itu pun baru dilihat nyata pada saat ini.
"Yeaaa...!" Mendadak Bernawa meluruk deras sambil memutar-mutar kedua tangannya. Angin putarannya saja, laksana sapuan angin topan. Dan ini membuat Suti Raswati bergetar. Untuk sesaat wanita ini kehilangan keseimbangan. Pada saat itulah tiba-tiba satu tendangan melayang deras. Dan....
Duk!
"Aaakh...!" Suti Raswati kontan menjerit kesakitan begitu perutnya terhantam tendangan Siluman Pemburu Perawan. Tubuhnya terpental, lalu bergulingan. Untung saja, wanita ini telah melapisinya dengan tenaga dalam tinggi. Padahal bila seekor kerbau yang terkena niscaya akan remuk tulang-belulangnya dengan isi perut akan pecah berantakan. Kendati demikian, wanita bertopeng ini cepat berusaha bangkit. Di balik topeng, mulutnya menyeringai menahan sakit.
"Yeaaa...!" Dengan mengerahkan aji 'Pengumpul Angin', Bernawa yang memiliki tenaga cadangan yang dapat digunakan untuk menghabisi lawannya selagi belum siap, sudah meluruk kembali.
Tapi wanita bertopeng itu telah memperhitungkannya. Maka meski dalam keadaan terluka dalam, dinantinya serangan.
"Hiiih!"
Begitu serangan hampir tiba, buru-buru Suti Raswati menjatuhkan diri sambil berputar. Sedangkan kakinya cepat menyangket lutut belakang Siluman Pemburu Perawan.
Duk!
Brukkk!
Bernawa jatuh telentang. Sementara sambil berputar di atas tanah, sebelah kaki Suti Raswati menghantam perut Bernawa.
Des!
"Aaakh...!" Bernawa menjerit kesakitan, namun cepat menggulingkan tubuhnya. Secepatnya dia bangkit kembali, dan siap menyambut serangan berikut.
"Hm.... Boleh juga kau rupanya!" desis Siluman Pemburu Perawan sambil tersenyum mengejek Suti Raswati yang baru saja melenting bangkit.
"Yeaaa...!" Wanita bertopeng itu tidak menyahut tapi melompat menyerang lewat tendangan geledek.
Wut!
"Uts...!" Bernawa bergerak sedikit ke samping, sehingga tendangan itu luput dari sasaran. Namun tiba-tiba wanita bertopeng itu mengibaskan sebelah kakinya yang lain, menyambar leher.
"Hiiih!" Dengan gerakan cepat Siluman Pemburu Perawan menangkis dengan tangan kiri yang terbuat dari kayu keras.
Plak!
Setelah menangkis, kaki kanan Bernama langsung menyodok ke perut wanita bertopeng itu.
Wuttt...!
Untungnya Suti Raswati bertindak cepat, telapak tangan kirinya langsung menangkis.
Plak!
Dan mendadak tubuh wanita ini berputar. Dia bermaksud mengirim tendangan ke batok kepala Bernawa. Tapi sebelum dilakukan, Siluman Pemburu Perawan telah lebih dulu memutar tubuhnya. Langsung dilepaskannya satu tendangan dahsyat ke dada.
Des!
"Aaakh...!" Wanita bertopeng itu menjerit kesakitan. Tubuhnya langsung terlempar agak jauh dengan mulut menyemburkan darah segar.
"Yeaaa...!"
Baru saja tubuh Suti Raswati mencium tanah, Bernawa melenting ke atas. Lalu tiba-tiba tubuhnya meluruk dengan kedua kaki siap menghabisi riwayat wanita bertopeng ini.
Namun saat yang gawat bagi wanita itu, mendadak berkelebat satu bayangan putih yang langsung memapaki serangan Siluman Pemburu Perawan.
Plak!
"Uhhh...!" Bernawa kontan terlempar ke belakang. Namun demikian, dia cepat membuat putaran, untuk mematahkan daya dorong yang teramat kuat. Lalu manis sekali kakinya menjejak tanah. Demikian pula halnya sosok yang baru muncul. Kini sosok yang ternyata seorang pemuda tampan berbaju rompi putih telah tegak berdiri dengan mantap.
"Hm, kau rupanya!" desis Bernawa, menyembunyikan perasaan kecutnya melihat siapa yang telah menghalangi serangannya.
"Ya, aku. Kau tentu kaget, bukan?!" sahut pemuda berbaju rompi putih yang tak lain Pendekar Rajawali Sakti.
"Huh! Untuk apa kaget? Aku telah menduga kemunculanmu di tempat ini!" tukas Siluman Pemburu Perawan.
"Syukurlah kalau begitu. Dan kita bisa melanjutkan pertarungan kita yang tertunda," sahut Rangga tenang.
"Kali ini akan kupastikan kematianmu, Bocah!" bentak Bemawa.
"Boleh juga gertakanmu. Mungkin saja kau berani melihat lengan kirimu yang palsu. Kalau saja lengan itu dibiarkan buntung, kau tentu akan terbayang-bayang terus padaku dengan membawa dendam," sahut Rangga, memanasi.
"Setan!" Siluman Pemburu Perawan langsung menerjang. Sementara Rangga yang sudah tahu bagaimana hebatnya tokoh sesat ini tidak mau bertindak sembarangan. Maka cepat tangannya bergerak ke punggung. Lalu....
Sring!
Begitu Pedang Pusaka Rajawali Sakti tercabut, terpendarlah cahaya biru berkilau. Dan ketika serangan Bernawa hampir dekat, cepat pedangnya dikebutkan disertai tenaga dalam tinggi, dengan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'.
Bet! Wuttt!
"Uhh...!" Bernawa cepat membatalkan serangannya. Tubuhnya langsung melenting tinggi ke atas, melewati kepala Pendekar Rajawali Sakti. Setelah berputaran beberapa kali, dia mendarat mantap di tanah, dan langsung berbalik. Siluman Pemburu Perawan memang tak bisa gegabah. Melihat pedang itu, lengan kirinya masih terasa nyeri dan berdenyut-denyut sampai ke jantung. Kini pedang itu kembali mengancam keselamatannya.
"Hiaaa...!"
Kali ini Rangga yang membuka serangan. Tubuhnya berkelebat sambil mengebut-ngebutkan pedangnya, tetap dalam jurus 'Pedang Pemecah Sukma'.
"Ohhh...!" Mendadak Bernawa mendesah pelan sambil terus berkelit menghindari tebasan pedang Pendekar Rajawali Sakti. Lebih gawat lagi, tiba-tiba semangat bertarungnya jadi kendor. Pikirannya mendadak kacau, tak tahu harus berbuat apa. Jiwanya seperti terpecah-pecah, tanpa dapat dikendalikan lagi.
Memang jurus 'Pedang Pemecah Sukma yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti telah membawa pengaruh bagi Bernawa. Jurus ini memang ditujukan untuk memilah-milah jiwa musuh. Dan Bernawa kini merasakan pengaruhnya.
Wuttt...!
Sekali lagi Pendekar Rajawali Sakti mengebutkan pedangnya. Masih sempat Siluman Pemburu Perawan berkelit, dengan menggeser tubuhnya. Namun di luar dugaan, Rangga cepat memutar tubuhnya sambil melepaskan tendangan menggeledek. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Des!
"Aaakh...!" Bernawa terlempar ke belakang sambil terhu-yung-huyung kesakitan, begitu tendangan Pendekar Rajawali Sakti mendarat telak di dadanya. Kebetulan sekali dia berada dekat dengan wanita bertopeng itu.
Suti Raswati tidak menyia-nyiakan kesempatan. Tubuhnya bergeser sedikit, lalu sebelah kakinya menghantam ke bagian pinggang.
Des!
"Aaakh...!" Kembali Siluman Pemburu Perawan terpekik, ketika tulang pinggangnya terasa patah menerima tendangan yang berisi tenaga dalam tinggi.
"Hiyaaa!" Begitu tubuh Bernawa terhuyung-huyung ke depan, Rangga langsung menyongsong dengan sabetan pedang.
"Hiiih!"
Wuttt...!
"Uts!" Namun Siluman Pembunuh Perawan agaknya masih sempat menyelamatkan diri. Tubuhnya cepat mencelat ke atas, lalu berputaran diudara melewati kepala Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga cepat merunduk. Lalu begitu melihat Siluman Pemburu Perawan hendak mendarat, Pendekar Rajawali Sakti berkelebat cepat sambil melepaskan tendangan terbang dua kali berturut-turut.
Duk! Des!
"Aaakh...!" Dua tendangan berturut-turut menghantam dada Bernawa. Disertai pekikan, tubuhnya terjungkal roboh bagai selembar daun kering tertiup angin dalam keadaan telentang. Dari mulutnya menyembur darah segar.
"Hup!" Kesempatan itu tidak disia-siakan Suti Raswati. Dengan mengerahkan seluruh tenaga yang dimiliki, wanita bertopeng itu melompat kearah Siluman Pemburu Perawan. Dan...
Begkh! Des!
"Aaa...!" Keras sekali kedua telapak kaki wanita itu tepat menghantam dada serta perut Bernawa yang kontan memekik kesakitan.
Sepasang mata Siluman Pemburu Perawan melotot dengan mulutnya terbuka lebar. Dari situ meleleh darah kental kemerahan bercampur warna hitam. Tubuhnya menggelepar sesaat, sebelum akhirnya diam tidak berkutik. Mati!
Sementara Suti Raswati yang telah berpindah tempat, hanya memandangi mayat yang sebenarnya masih pamannya.
"Ohhh...!" Mendadak wanita bertopeng itu mengeluh tertahan, lalu duduk bersila dengan tubuh gemetar. Dia telah mengeluarkan tenaga cukup banyak dalam keadaan terluka dalam. Jelas ini amat membahayakan, karena akan membuat luka dalamnya semakin parah.
"Biar kubantu" kata Rangga, seraya membimbing wanita itu duduk bersandar di bawah pohon.
"Terima kasih. Tidak usah merepotkan. Aku bisa mengurus diriku sendiri," tolak Suti Raswati lemah.
"Kau terluka dalam...," Rangga bersikeras.
"Tidak apa. Percayalah.... Aku bisa membantu diriku sendiri," sahut wanita bertopeng itu meyakinkan.
Rangga merasa tidak enak hati. Dan dia diam saja memperhatikan apa yang dilakukan wanita itu. Dia percaya kalau apa yang dikatakan wanita itu benar. Soalnya Rangga juga melihat kalau wanita itu menelan obat pulung seperti yang pernah ditelannya. Dan dia merasa tak ada masalah dengan luka yang diderita wanita bertopeng itu.
"Hoeeekh...!" Wanita itu membuka bagian bawah topengnya sedikit, sehingga muntahnya bisa keluar tanpa hambatan.
"Kau tak apa-apa?!" tanya Rangga sedikit cemas.
Suti Raswati tersenyum. Tapi jelas, Rangga tak bisa melihatnya karena terhalang topeng. Namun bisa dirasakan dari pancaran sinar mata wanita itu, lewat lubang topeng.
"Tidak," sahut Suti Raswati, pendek.
"Biar kubantu agar tenagamu cepat pulih!"
"Tidak usah. Terlalu merepotkan. Aku sudah terbiasa mengalami keadaan seperti ini. Jangan khawatir. Sebentar lagi pun akan beres."
Rangga memandang wanita itu sebentar, lalu bangkit berdiri. Kepalanya langsung menengadah memandang langit hitam yang diselingi bintang-bintang. Malam telah semakin larut. Mungkin sebentar lagi pagi akan tiba. Udara dingin baru terasa kini. Dan hal itu membuat Rangga tergerak untuk mengumpulkan ranting, membuat api unggun. Sementara wanita itu duduk bersila mengatur pernapasannya.
Beberapa saat setelah api menyala, Suti Raswati menghentikan pengobatannya. Dari cahaya jilatan api terlihat pancaran matanya agak segar.
"Kau masih marah padaku?" tanya wanita itu lirih.
Rangga diam saja tak menjawab. Pandangan matanya lurus pada nyala api. Sebenarnya dalam hati, Pendekar Rajawali Sakti yakin kalau wanita di dekatnya ini adalah Suti Raswati alias Bidadari Penakluk. Tapi entah kenapa, hatinya tak tergerak untuk menangkapnya. Mungkin karena jasa wanita itu yang telah mengobatinya, ketika terluka dalam setelah bertarung melawan Siluman Pemburu Perawan sebelumnya. Atau juga Rangga merasa yakin kalau tindakan Bidadari Penakluk di hadapannya beberapa waktu yang lalu di luar kesadaran wanita itu sendiri.
Diam-diam Pendekar Rajawali Sakti berusaha menyingkirkan kemarahannya pada Bidadari Penakluk. Yang jelas justru saat ini di hatinya timbul rasa kasihan pada wanita itu.
"Kau penasaran sebelum melihat wajahku, bukan? Kenapa tidak kau buka topengku? Padahal kesempatan untuk itu ada," usik Suti Raswati.
"Aku ingin kau membukanya sendiri. Tapi kalau kau keberatan, sebaiknya tidak usah. Karena aku pun kini bisa mendengar suara aslimu...."
Wanita itu terdiam. Rangga pun demikian. Untuk sesaat mereka memandang nyala api di depannya.
"Kenapa kau begitu membenciku?" tanya Suti Raswati kembali. Suaranya lirih, nyaris tak terdengar.
"Entahlah. Kejadian itu tidak bisa kulupakan begitu saja...."
"Maaf.... Aku tidak bermaksud..., ah! Sungguh itu diluar kesadaranku sebagai seorang wanita. Mungkin pengaruh kitab yang kupelajari, ini memang salahku sendiri. Jangankan dirimu. Bahkan kakekku saja nyaris jadi sasaranku. Baru setelah diobati, aku sadar. Aku benar-benar amat menyesal...!" keluh Suti Raswati.
"Sudahlah.... Toh waktu itu kita tak sempat berbuat, karena aku mendengar suara burung rajawali yang amat keras...," ujar Rangga, mendesah.
Mereka kembali terdiam. Percakapan itu terasa canggung, namun masing-masing seperti tidak ingin menyudahinya begitu saja.
"Lalu..., kenapa kini kau menutupi wajahmu dengan topeng? Apa maksudnya?" lanjut Rangga, ingin memancing wanita itu.
"Aku ingin mengubur masa itu dalam-dalam...," desah Suti Raswati.
"Apa maksudmu?" desah Rangga.
"Perjalanan hidupku di masa lampau terasa kotor dan menyesatkan. Untunglah Eyang Jayadwipa masih memaafkan dan membimbingku ke jalan benar...."
"Eyang Jayadwipa...?!"
"Ya, Eyang Jayadwipa. Dia adalah kakekku," jelas wanita itu.
Kemudian tanpa diminta, Suti Raswati mulai menceritakan perjalanan hidupnya, sampai masalah terakhir yang diceritakan kakeknya.
Rangga terkesiap, memandang wanita itu. Entah apa yang dirasanya saat ini. Perasaan sedih, terharu, kasihan, atau juga jijik bercampur jadi satu. Dan dia tak tahu harus mulai bicara dari mana, setelah wanita itu menyelesaikan ceritanya.
"Aku jadi prihatin atas derita yang kau alami selama ini...," ucap pemuda itu pada akhirnya.
"Terima kasih...," desah Suti Raswati.
"Ng..., jadi Siluman Pemburu Perawan itu pamanmu?" tanya Rangga lagi.
"Begitulah. Kalau dulu orang-orang menyalahkan karena kelakuanku yang tidak senonoh, maka setelah kematian Paman Bernawa, kuharap bisa mengikis semua pengaruh ilmu 'Serat Biru' yang pernah kuperdalami...."
"Kalau punya kemauan, segalanya akan mudah," tegas Rangga, memberi semangat.
"Ya."
"Eh! Aku belum mengucapkan terima kasih atas pertolonganmu. Terima kasih," ucap Rangga.
"Tak apa. Tidak usah dipikirkan soal itu," elak Suti Raswati, kaku.
"Suatu saat kalau umur panjang, aku akan berusaha membalas budimu itu," kata Rangga.
"Jangan bebani pikiranmu tentang itu. Karena aku menolong tanpa pamrih apa-apa."
Mereka kembali terdiam. Dari kejauhan terdengar ayam jantan mulai berkokok satu persatu.
"Lalu setelah ini kau hendak ke mana?" lanjut Rangga.
"Entahlah. Kurasa aku akan ke pondok saja bersama Eyang. Keadaanku belum pulih betul. Terkadang pengaruh ilmu 'Serat Biru' untuk melakukan perbuatan terkutuk itu masih ada. Dan aku berusaha menindasnya sekuat tenaga. Bila dekat dengan kakekku, beliau bisa membimbingku lebih baik," jelas Bidadari Penakluk.
"Ya, Itu mungking jalan yang terbaik...," sambut Rangga.
"Kau sendiri hendak ke mana?" tanya Suti Raswati.
"Entahlah. Kurasa aku akan terus mengembara mengikuti ke mana saja kakiku melangkah...."
"Apakah kau tak punya tempat tinggal tetap?"
"Ada."
"Di mana?"
"Sebuah negeri yang cukup jauh dari sini. Namanya Karang Setra."
"Kalau kau lama mengembara, istrimu tentu akan terus kesepian?" usik Suti Raswati.
Mendengar kata-kata itu, Rangga teringat Pandan Wangi. Ya! Pandan Wangi pasti kesepian. Gumam Rangga di hati. Pemuda itu tersenyum hambar, lalu bangkit berdiri.
"Aku harus pergi sekarang" kata PendekarRajawali Sakti seraya berjalan mendekati kudanya dan langsung melompat ke punggung Dewa Bayu.
Suti Raswati mengikuti dari belakang.
"Kau yakin tidak ingin melihat wajah di balik topeng ini?" tanya Bidadari Penakluk.
Rangga terdiam sebentar, lalu menggeleng pelan.
"Tidak perlu. Aku khawatir hal itu masih menimbulkan perasaan tidak enak. Mungkin kapan-kapan kalau kita bertemu lagi. Nah, aku pergi dulu!" pamit Rangga.
"Heaaa...!"
Suti Raswati mengangguk pelan memandangi kepergian Pendekar Rajawali Sakti sambil membuka topengnya perlahan-lahan!

***

TAMAT

177. Pendekar Rajawali Sakti : Siluman Pemburu PerawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang