Iswara POV
Aku menatap nanar sebuah bingkai foto di atas meja belajar, hanya itu saja yang tersisa setelah Ayah membakar semua kenangan Bundanya hingga menjadi abu.
Api berkobar tepat di bola mataku yang terus mengeluarkan air. Ku alihkan pandangan menatap Ayah yang tersenyum puas di antara kobaran api, seakan dia telah memusnahkan musuh, tetapi Bunda bukan musuhnya.
"Ayah hentikan apinya!"
"Kenapa Ayah membakar barang-barang Bunda?"
"Bunda!"
Saat aku akan menggapai mereka, Ayah mencekal tanganku dengan kuat, dia menggelengkan kepalanya pelan dan akan membawaku ke dalam rumah. Namun secepat mungkin ku gigit tangan Ayah dan menghampiri api tersebut.
Aku hanya mendapatkan bingkai fotoku bersama Bunda, malam itu benar-benar mimpi terburuk.
Aku menghidupkan keran di bathub dan menekan derajat negatif, dimana otomatis air dingin akan mengalir mengisi bathub. Tak lupa aku membawa pisau lipat sembari masuk ke dalam air dingin tersebut, air dingin yang setara dengan es batu di kutub.
Pelan ku goresan ujung pisau pada lengan atasku, air yang jernih seketika berbaur merah darah menjadikan suasana mencekam. Apalagi kamar mandi ini tidak diterangi apapun.
"Aaaah," desahku merasakan sensasi nyeri saat cairan hangat itu keluar menetes.
"Bunda-mu itu bukan orang baik nak, dia bermain di belakang Ayah," ucap Ayah menatap manik bola mataku seolah mengatakan untuk mempercayainya.
Tapi siapa yang lebih tahu Bunda dariku? Aku tahu siapa yang bersalah dan mulai menyalahkan.
"Bunda mengatakan Ayah lah yang memiliki wanita lain dan parahnya Ayah sudah memiliki anak lagi." Aku memberontak agar genggaman itu terlepas.
Ayah terlihat terkejut. "A-ada alasannya Ayah melakukan itu sayang,"
Terlepas dari genggaman, aku mundur selangkah dengan mata berkaca-kaca.
"Pantas saja saat Bunda sakit Ayah tidak mendampingi dan malah sibuk dinner bersama keluarga Ayah lain kan?"
"Ayah sudah tidak menyayangi kami lagi!"
Aku mengusap noda darah tersebut dan menjilatnya seperti vampir kehausan darah. Cairan asin keluar dari matanya mengenai bibir, isakan mulai terdengar, kondisinya sedang tidak baik-baik saja jika sudah memasuki kamar.
"Perkenalkan dia kakakmu, Yura Lee dan ini Mama Yura dan kamu juga, Claudia Lee."
Jedarrr
Bagai petir di siang bolong, Aku dikagetkan dengan pengakuan ini. Mereka terlihat bahagia berbeda denganku yang merasa hancur, Bunda ternyata benar jika Ayah jahat.
"Kemarilah sayang." Ayah mencoba menggapai tanganku, tapi sesegera mungkin aku tepis.
Takdir berubah, keadaan, waktu dan segalanya berubah mulai detik ini. Keluarga, teman, saudara, dan aku, kita tidak sama lagi. Detik itu pun aku mengibarkan bendera perang dengan keluarga Ayah, termasuk Ayah.
"Ayah jahat!"
Tok tok tok
Aku melingkarkan handuk putih di seluruh tubuh, segera aku hampiri pintu yang diketuk beberapa kali. Seorang pelayan perempuan tampak menunduk seraya menyodorkan bungkusan putih dengan bau lezat.
"Ini pesanan nona," katanya dengan takut-takut.
"Oke."
Aku menutup kembali pintu dan duduk di sofa, saat kotak itu dibuka harumnya langsung menguar lezat memasuki indra penciumanku.
Saat burger masuk ke dalam mulut, rasanya lumer di mulut, apalagi dipadukan minuman dingin bewarna hitam pekat.
"Thanks you so much Grandma," gumam-ku menyeringai kemudian kembali memakan makanan tersebut sampai ludes.
_Jangan lupa voment guys_
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Happy
Novela JuvenilIswara Nuala, terlahir di keluarga yang penuh drama. Dimana dia sering menjadi bahan perbandingan dan penghargaan, seperti robot yang diatur untuk terus sempurna. Luar dalam harus baik itupun sesuai naskah yang Ayahnya berikan. Luka ini terlalu keci...