2. ANDARA IBNATU ADIBRATA

58 8 0
                                    

Marilah kita mulai part pertama.. Jan tegang amat kawan. Santai bacanya biar fell-nya dapat

Happy Reading

"ASTAGHFIRULLAH DARA. LO NGAPAIN DISANA!!!"

Ku lihat orang yang baru saja berteriak. Orang ini kenapa sih selalu ngerusak suasana.

"TURUN GAK LO!! GUE LAPOR MAMA TAU RASA YE LU."

Bernafas lelah. Mau gak mau aku harus turun pohon kedondong. Tapi sebelum bokongku turun sesuatu mengenai terlebih dulu pada kepalaku.

Tuak..

"ADOH!!"

Reflek tangan yang aku gunakan untuk berpegang akhirnya terlepas. Badanku langsung turun kebawah tanpa aku mau.

"KYAAA!!"

Aku menatap satu sandal swallow yang tergeletak di depanku, mataku menangkap sepasang dari sandal ini. Ada kaki yang memakainya. Kepalaku dongkak kan untuk melihat siapa orang yang telah berani melempar ku dengan sandal.

Bukan orang itu yang kaget tapi aku yang kaget sendiri melihat Mama yang telah berdiri berkacak pinggang. "Mau apa?"

Segera aku bangkit. "Ehehehe enggak kok ma, Dara cuma mau nyium tangan Mama. Muahh.."

Tanpa memperdulikan tatapan mengerikan Mama aku segera berlari kencang memasuki rumah. Aku gak mau kena amukan Mama yang sangat mengerikan.

Sungguh!

"Dara berhenti dulu nak!" aku mengerem mendadak lariku. Kemudian berbalik badan menatap Papa Ilyas yang baru saja memanggil. "Kenapa pah? Butuh bantuanku?"

Papa mendekat. "Iya nih, kan Papa sebentar lagi mau ke kedai, tapi papa harus memberikan ini ke Pak Ridwan, padahal rutenya beda sama kedai Papa. Kamu aja ya yang ngasih ke pak Ridwan."

Aku menatap kotak yang papa pegang. "Kalau boleh tau isi nya apa pah?"

"Cuma satu barang yang Papa pernah pinjam ke pak Ridwan. Boleh ya nak?" Aku mengambil barang itu dari tangan papa, "Dengan senang hati."

Aku berjalan keluar rumah sambil membawa kotak yang akan aku antar ke rumah Om Ridwan, salah satu teman sekolah Papa.

Seperti melupakan sesuatu. Ah iya itu kunci mobil. Mana bisa membuka mobil jika tidak ada kunci mobil. Tapi saat aku ingin kembali berbalik mobilku sudah berbunyi tanda pintu telah dibuka.

Papa berjalan ke arahku degan kunci mobil yang beliau perlihatkan. "Ini kelupaan," Aku tersenyum lebar menerimanya. "Makasih banyak papa. Makin sayang deh."

Pak Ilyas, alias papaku mengelus rambutku sambil terkekeh pelan. "Dah sana biar cepet."

🔹🔹🔹

"Loh Dara kok datang gak bilang dulu sama tante. Ayo silahkan masuk nak." Istri Om Ridwan, Tante Ola mempersilahkan aku masuk.

"Duduk dulu nak, biar Tante ambilkan minum." Tante Ola tetap berdiri. "Makasih Tante, tapi lebih baik enggak deh tan, aku gak mau ngerepotin Tante."

"Eh enggak. Tante mah gak ngerasa di repotin. Tamu itu raja, harus benar-benar dilayani sebaik-baiknya." Aku cukup tersenyum jika Tante Ola sudah berbicara demikian.

Saat Tante Ola ke sudah belakang, ada orang lain yang masuk rumah dengan pesonanya.

Mataku menatapnya kagum. Rasa detak jantungku berpacu dengan cepat hanya karena melihatnya berjalan masuk. Auranya tuh kuat banget.

Aku kenal orang ini, tapi dia tidak. Menyedihkan bukan?

Orang ini anak pertama Om Ridwan dan Tante Ola. Seorang Duda beranak satu. Jika boleh jujur, aku sudah jatuh hati dengannya. Mungkin sudah dari setahun yang lalu.

Tapi aku harus cukup diam. Aku tidak mungkin berani mengatakan padanya. Nyaliku tidak sebesar itu. Aku itu berjiwa yupi, melihat dia saja aku sudah mleyot.

Mataku langsung aku alihkan saat aku menyadari kalau dia menatapku balik. Bisa bahaya kalau ketahuan basah sedang menatapnya.

Orang tadi kembali berjalan tanpa berbicara atau menyapa terlebih dulu. Aku sudah paham dan mengerti bagaimana sifatnya.

Lima menit dia kembali ke bawah dengan tas yang ada di punggungnya. Dia ini berprofesi sebagai pengusaha di bidang daur ulang.

"Loh Ar kok udah pulang?" Tante Ola sudah selesai dengan kegiatan nya. Beliau berbicara dengan anak sulungnya.

"Enggak ma, aku cuma mau ngambil yang tertinggal. Duluan Ma. Assalamualaikum" pamitnya. Tante Ola menatap kepergian anaknya lekat.

Arseno Athalla. Anak sulung Tante Ola dan Om Ridwan yang sudah berstatus duda karena bercerai dengan mantan istrinya. Setahuku sudah bercerai dari delapan tahun yang lalu.

"Maaf ya nak lama. Silahkan diminum dulu jusnya," Aku tersenyum manis khas senyumku. "Makasih banyak Tan." Tanganku mengambil gelas jus jeruk yang baru saja dibuatkan.

Aku tidak langsung pulang. Tante Ola pasti tidak akan memperbolehkan. Kami berbicara ringan lumayan lama. Bisa dibilang aku ini lumayan akrab dengan Tante Ola.

🔹🔹🔹

"Gila kali. Ogah banget gue nyusun sendiri. Kalian tugasnya ngapain?" Aku menyolot didepan layar laptop yang menampilkan ke empat temen kelompokku.

"Lu kan pinter. Bisa dong ngurus ini sendiri." Ingin sekali misuh-misuh langsung didepannya. Enak sekali lambe itu berucap.

Ora iso.

"Gak gitu lah konsepnya. Kita ini diberikan tugas kelompok masa gue sendiri yang ngerjain. Kalau gitu namanya bukan tugas kelompok dong tapi tugas individu." Aku sederkan punggung di kepala ranjang.

"Tak transfer tiga ratus ribu dah. Gimana? Deal?" Oh mau nyogok nih. "Gak! Tambahin lah. Tugasnya ini susah, gue mau lima ratus ribu."

Salah satu dari mereka melotot di layar. "Bjirr maruk nih bocah. Tiga ratus ribu dah banyak bor."

Aku bernafas pasrah. "Yasudah lah tiga ratus ribu. Malam ini harus udah di transfer."

"Gampang lah kalau itu. Tugasnya harus selesai juga. Sama-sama ambil aman." Mereka tersenyum lebar. Aku tersenyum misterius di dalam hati, tidak memperhatikan pada mereka.

"Aman sama gue. Oke udah deal." Tak lama mereka mematikan panggil Zoom. Aku juga ikut mematikan.

Tugas ku harus diselesaikan, besok pagi sudah harus di setor. Apalagi dosen nya termasuk dosen killer, kalau telat harus ngulang tahun depan.

Jangan menyalahkan aku dulu. Tahan sebentar. Kalian akan melihatnya besok di kampus.

Aku akan membuat kejutan yang luar biasa buat besok. Udah kalian tunggu aja.

Cutttt...

Udah nemu belum fellnya?

Sekian dulu ya. Babay💙









PESONA MAS DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang