3. KEJUTAN

36 5 0
                                    

Rasanya lebih segar saat selesai mandi. Badan yang awalnya lemas sudah kembali segar.

Ah iya. Pekerjaan ku sudah selesai malam tadi, mungkin sekitar jam sebelas. Mereka juga sudah mentrasfer uang yang mereka janjikan.

Tiga ratus ribu sudah masuk ke rekening. Lumayan lah ada tambahan uang jajan.

Aku mengemasi semua barang-barang yang akan aku bawa ke kampus pagi ini. Tinggal sarapan dibawah.

"Selamat pagi dunia tipu-tipu," Mama mendelik melihatku yang baru saja datang ke meja makan. "Kebiasaan deh kamu. Kalau datang ngucap salam atau ucapan selamat pagi gitu bukan kayak tadi. Duh punya anak kenapa gini amat si."

"Gini-gini anak Mama juga tau. Aku bantu apa nih mah?" Mataku menatap seluruh bahan masakan di meja dapur. "Kamu nyeduh kopinya papa dan susunya adek mu. Sama motong buah-buahan di kulkas juga."

"Segera dilaksanakan," Tanganku mengambil bubuk kopi dan gula untuk membuat kopi untuk Papa. Aku menyicipi sudah pas apa belum.

Rasanya pas. Gantian aku menuangkan susu di gelas buat Adik laki-laki ku satu-satunya. Anak bungsu di keluargaku.

Ku ambil pisau untuk memotong buah-buahan yang selalu ada di kulkas. Buah pisang, mangga dan melon yang aku potong untuk makan pagi ini.

"Good morning cintanya Papa," Kami serempak menoleh. Ada papa yang datang dengan setelan kantor yang sudah rapi. "Pagi Papa."

"Aydin dimana Pa?" Papa duduk di meja makan. Aku memberikan kopi yang selesai diseduh, "Dah biarkan dia turun sendiri. Udah gede juga. Makasih ya nak."

Aku menghidangkan buah-buahan yang baru saja aku potong. Susu buat Aydin juga aku taruh di kursinya. "Dar panggil adikmu. Dia tuh paling lelet kalau di pagi hari."

Aku menatap Mama horor. Mama padahal anakmu langsung pengen sarapan, tapi yasudah lah. Aku harus menurut dengan perintah Mama.

Saat aku akan menaiki tangga Aydin adik laki-laki ku sudah ada di ujung tangga. Dia menatap ke arahku bingung. "Mau ngapain kak?"

Dia turun dengan membawa bola basket. "Mau manggil lu lah. Telat mulu lu kalau mau sarapan."

"Gue juga bisa sarapan di sekolah kalau gak dapat sarapan di--- wadoh!" Belum selesai dia berbicara, sendok plastik mengenai kepalanya.

Aku tau siapa yang berani melakukan di depan Papa langsung. Siapa lagi kalau bukan Mama. Walaupun ada papa sekaligus tapi juga memang sudah salah ya harus di kasih hadiah hukuman.

"Bicara yang sopan sama kakakmu. Kalian itu cuma berjarak tiga tahun," Papa tetap diam sesekali melihat sambil memakan buah potong. "Im Sorry."

"Udah selesai kan? Ayo duduk anteng makan sarapan buatan Mama. ayd kamu juga mulai besok jangan telat lagi kalau mau sarapan."

"Siap pa." Omong kosong. Setiap hari selalu gini. Tapi buktinya kosong mlongpong gak ada kemajuan apapun.

🔹🔹🔹

    "WOI KAK GUE IKUT!!" Aku memberhentikan langkah sebelum benar-benar masuk mobil. Badan aku balikkan Menghadap tersangka utama. "Ngomong apa tadi? Coba ulangi!"

"Apa? Gue ngomong 'Woi kak gue ikut' ada yang salah emangnya?" Aku menyentil jidatnya mayan keras. "Udah pinter ya sekarang manggil diri sendiri dengan sebutan 'gue' didepan kakaknya. Mau durhaka lu sama Mama?"

Dia memasuki mobilku tanpa permisi. "Ah elah lagi gak ada Mama juga. Jangan kaku lah kita ini, selau."

Aku memasuki mobil lalu menutup pintu, "Serah lo dah serah."

Mobil putih aku lanjutkan menuju sekolahan Aydin terlebih dulu. Masih satu rute, cuma aku harus mengulur waktu buat mengantarkan adik satu-satunya ini.

"Kak lu pengen nikah gak si?" Aku menatap sekilas Aydin. Tumben amat anak ini tanya seperti ini. "Emangnya kenapa? Tumben amat dah Lo."

"Gue pengen punya Abang ipar yang bisa se server ma gue. Bang Idan gak bisa di ajak kerja sama. Gue punya abang kandung juga udah punya keluarga sendiri jadi sibuknya makin nauzubillah. Ya tau gue udah ada yang se server, itu Lu kak, tapi kan kita beda gender. "

Tak tahan buat tidak tertawa ngakak akibat jawaban yang telah dia berikan. Bisa-bisanya minta gitu ke ipar.

Itu emang beneran. Abang ipar kita orangnya sangat soft, berbanding terbalik sama Aydin, sedangkan kandung kita semenjak menikah setahun setengah yang lalu sudah sibuk dengan keluarganya sendiri. Iya pasti setiap minggu bakal main kerumah, tapi pasti tidak akan lama.

"Mungkin masih lama. Gue masih kuliah juga. Eh tapi bisa kok kalau ada orang yang mau nikah sama gue dengan waktu dekat. Tapi gak tau dah bisa enggak se server dengan Lu."

"Jadi gue harus nyeleksi dulu lah calon ipar gue. Gue gak mau nerima yang gitu-gitu doang, " Aku mengusap rambut Aydin sebenar. "Iya boleh kalau emang bener terjadi."

🔹🔹🔹

Senyum lebar tercetak sangat jelas di wajahku. Semua orang yang ada di ruangan ini menatapku bertanya tanya.

Di depan kelas ada monitor yang sedang menampilkan siapa penyusun tugas kelompok. Aku tetap mempertahankan senyumku sedari tadi.

Penyusun:
Andara Ibnata Adibrata

Penitip Nama:
Agus Wahyudi
Chris Hilton septaji
Miswar sugeng bagos
Renita Ayunda putri

Seperti itulah poin penting yang tercetak sangat jelas di dalam tugas yang aku kerjakan sendiri. Dosen yang mengajar tidak berbicara apapun tapi mulai mencatat sesuatu di bukunya.

"Silahkan dimulai," pak Dosen memberikan arahan untuk segera memulai menerangkan tugas yang aku susun. Aku tersenyum mengangguk singkat.

Bibirku dengan lihai mengucapkan kata-kata yang sudah aku susun sedemikian rupa di dalam memori otak. Alhamdulillah lancar tanpa ada kendala ataupun macet di tengah jalan.

Aku mengakhiri dengan kalimat penutup. Dosen dan tenan-teman memberikan tepuk tangan yang gemuruh. Aku tersenyum kemuduian mengambil cip dan berlalu untuk duduk kembali.

"Kelompok lain tempat dan waktu dipersilahkan." Pak Dosen sudah berujar.

Kelompok lain maju dan bersiap untuk ptesentasi. Mataku melirik sekilas melihat empat orang yang awalnya satu kelompok denganku.

Bukan salahku bukan? Ini karena mereka sendiri yang memintanya. Mereka membebankan semua tugas ini padaku, dan di ganti dengan jumlah uang. Dengan trik aku berhasil mengelabui mereka berempat.

Jangan membuatku jengkel. Kalian sudah melihat kan bagaimana aku kalau sudah jengkel? Ya seperti ini misalnya.

___

Udah kerasa feelnya?

Selamat bertemu kembali di chapter selanjutnya
















PESONA MAS DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang