4. Tidak Terima

35 4 0
                                    

Sudah aku duga sebelumnya jika akan berakhir seperti ini jadinya. Tidak perlu takut ataupun gentar. Jika kita benar hadapilah.

Mereka berempat berdiri memancarkan aura kemarahan yang sangat kentara. Aku menatap merek berempat tanpa takut.

Setelah jam dosen tadi. Mereka mengajakku untuk berbicara di area belakang teman kampus. Biasanya kalau ada masalah pribadi yang terlalu serius akan berakhir disini.

Tempatnya aman. Para mahasiswa tidak selalu kesini. Cuma orang-orang tertentu yang disini. Orang yang punya masalah pribadi contohnya.

"Bisa-bisanya Lo boongi kita. Nipu kita. Bener- bener gak bisa di percaya ya Lo," Senyum semrik aku munculkan. "Siapa yang nyuruh kalian buat percaya sama gue? Gue gak punya salah disini. Kalian yang mau seenaknya doang, kalian yang mau gue kerjain sendiri, dan yang ngetik tangan gue bukan? Ya terserah gue dong mau nulis siapa."

Satu-satunya cewek di empat orang itu akan menamparku. Tangannya sudah siap akan melayang. Tapi dia tahan.

"Dar kita gitu karena kita percaya lu bisa kerjain sendiri. Tapi apa? Lu ancurin kepercayaan kita." Chirs orang yang memberikan asumsi pertama kali. Dia adalah penyebab utama.

Aku terkekeh sumbang terus menatap mereka berempat, "Ancurin? Tolong ingatlah kembali. Siapa yang minta? Bukan gue yang pastinya. Kalian. Itu kalian sendiri. Dan ancurin? Engga tuh, buktinya gue bisa kerjain sendiri tanpa bantuan dari kalian sedikit pun. So?"

"Kembaliin duit kita. Terserah mau transfer balik atau kembali dengan bentuk tunai sekarang juga." Tidak menggubrisnya. Aku tetap diam melihat orang tadi menagih.

"Denger gak sih Lu? Kita minta balikin duit kita. Gue bisa minta orang lain buat kerjain." Cewek bernama Renita menatapku nyolot. Aku membalasnya santai. "No. Gak akan. Apapun yang udah masuk kedalam rekening gue gak akan bisa kembali. Bisa keluar cuma buat kebutuhan gue."

Rambutku siap di jambak Renita. Aku melengos menghindari jambakan mautnya. Tidak mau dah rambutku copot hanya karena kita adu mulut. Rambutku mahkota atas ku.

"Oke baiklah kita salah. Duitnya lu ambil aja. Anggap aja itu duit buat hadiah kesuksesan lu ngerjain tugas ini sendiri. Thanks udah kasih kita pembelajaran yang berarti." Miswar. Cowok yang Dari tadi cuma menyimak cekcok adu mulut kita berempat.

"Kita pergi. Yok pren kita perlu ngerjain tugas kemarin yang udah ditambah tugas lain." Renita menatapku benci. Aku tersenyum manis sambil terus menatapnya.

Akhirnya mereka bertiga pergi dari hadapan ku menuju perpustakaan. Biarkan mereka diberikan seperti ini. Mereka tidak boleh terus tergantung pada orang lain.

🔹🔹🔹

Ku rebahkan tubuh di ranjang orang. Ini bukan ranjang ku sendiri tapi ranjang milik salah satu sahabatku.

Orangnya memilih duduk di kursi mengadapku. "Akhirnya bisa rebahan juga."

Asti menatapku heran. "Lo kalau udah ketemu kasur gini nih, langsung aja dah rebahan."

Aku menatap langit-langit kaamarnya yang ada lampu-lampu hias. "Badan gue tadi malam kek remuk anjir ngerjain tugas sendiri."

Asti berdiri mendekat. "Jadi beneran gosip-gosip itu?"

Badan aku hadapkan padanya. "Gosip apaan elah?" Dia menonyor kepalaku pelan. "Gosip kalau Lo ngibulin nenek thapasya. Pea sih Lo."

Tidak menggubris omongannya. Terdengar suara pintu yang dibuka. Kami berdua seremak melihat padahal sudah tau siapa yang membuka.

PESONA MAS DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang