6. Aydin

26 2 0
                                    

Aku mau optimistis dan konsisten ma cerita ini. Do'ain yaa

Sejam dia disini. Dia hanya numpang meminjam laptopku. Laptop dia sudah rusak, dan uang yang sebenarnya dia gunakan untuk membeli laptop baru akan digunakan untuk mengganti pintu kamarku yang dia rusak.

Kesalahannya sendiri harus di tanggungjawab sendiri juga. Papa dan Mama sudah memberikan arahan dan rasa tanggung jawab sedari anak anaknya masih kecil.

Memang jika kecil mereka meninggalkan kami berempat dengan bibi dan Pak Slamet yang menjadi supir rumah. Kak Arci, Bang Aqil aku dan Aydin kecil adalah orang yang kekurangan perhatian dan kasih sayang orang tua.

Bahkan Aydin yang baru usia enam bulan sudah ditinggal kerja Mama. Ya mereka bisa pulang saat malam hari, tapi saat itu tidak ada waktu. Mereka juga sibuk dengan dunianya sendiri.

Semenjak saat itu. Saat hari dimana Aydin masuk UGD ke dua kalinya saat di usia enam tahun, barulah Mama Papa sadar bagaimana mereka mengurus anak-anak.

Tidak sadar sendiri tapi dengan penyadaran perkataan Kakek dan Nenek dari pihak Papa ataupun Mama. Butuh tiga hari setelah Aydin masuk UGD kedua kalinya.

Kami bertiga, aku dan kakak kembarku bersepakat menjadi orang yang menjaga dan mendidik Aydin sampai dewasa jika Mama dan Papa tidak akan terpengaruh dengan kejadian ini.

Saat Aydin keluar Rumah sakit, saat itu pula Bibi juga yang mengundurkan diri sebagai asisten rumah tangga. Mama mengalah dan mau untuk tinggal di rumah dan berganti profesi sebagai ibu rumah tangga sepenuhnya.

Sembilan tahun berlalu. Mama dan papa sudah menebus keteledoran mereka dengan kasih sayang yang sangat berlimpah. Dari situ, mereka sudah berhasil mendidik kami, bahkan anak kembar mereka, Kak Arci dan Bang Aqil sudah menikah dan bahagia dengan keluarga mereka.

Sekarang Aku dan Aydin yang tersisa menjadi tanggung jawab mereka. Dan mereka makin memberikan lebih bagi kami berdua.

"Din,"

"Oik?"

Gak sopan ini anak. Tapi itulah Adin, adik yang emang bikin istighfar terus menerus. "Mau duit gak?"

Dia menatap sebentar, "Kaya punya duit aja. Dapat dari mana btw?"

"Bocah kok ngeremehin. Gini-gini gue suka dapat duit dadakan. Biasalah duit jatah," Aydin tetap lanjut dengan laptopku. "Beneran kagak mau? Mayan nih merah bisa jajan nyenengin pacar. Eh lupa deng, lo aja gak punya pacar."

Berbalik. Aydin langsung menantapku, "Situ kaya punya aja. Sama-sama jomblo dilarang menghujat."

"Gua bukan jomblo tapi single, ingat ya, single. Jomblo sama single itu berbeda. Hilal jodohnya aja belom nemu. Ntar deh kalau nemu tak kenalin ke lo langsung." Suara decakan bibir Aydin terdengar. Aku tidak peduli. Emang bener gitu kok.

"Oh iya. Tadi kenapa? Tumben banget mau ngasih duit cuma-cuma. Pasti ada udang dibalik bakwan." Pinter nih kalau gini.

"Dasar bocah. Jadi gini din. Gue ini tuh lagi mager keluar. Nah Lo bisa kan beli di alfa pembalut Gue. Nanti semua kembaliannya buat lo aja deh." Ujarku sambil menodongkan uang selembar seratus ribuan.

Aydin menerimanya sambil menatap uang yang aku sodorkan, "Ini namanya bukan ngasih seratus ribu, tapi kembalian dari seratus ribu. Sebagai adik yang baik Gue beliin deh. Kaya gimana? Yang ada sayapnya atau yang waterproof? Merknya apaan? Biar ntar gak ribet disana."

"Pembalut apaan yang waterproof. Gak bakalan meresap lah." Adik laki-laki satu-satunya yang aku punya berdiri. "Ya mana gue tahu gituan. Make aja gak pernah."

PESONA MAS DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang