Hai! Jangan lupa vote sebelum atau sesudah baca ya? Dan jangan lupa Follow.
Kadang yang menurut kita kecil bisa jadi besar untuk orang lain :)
Happy reading!
***
Rea baru saja pulang dari dunia yang benar-benar bisa di katakan dunianya. Tertawa, membuat rusuh tanpa batas. Normal tidak masuk ke rumah dengan cara memanjat gerbang yang lumayan tinggi? Bagi Rea normal-normal saja. Dia setiap hari melakukannya. Bahkan tetangga kompleks heran pada rumah yang Rea tempati karena gerbangnya tidak pernah terbuka. Lebih sering melihat Rea pulang pergi memanjat gerbang.
Rea masuk ke rumah dan tidak menemukan apapun di dalam lemari pendingin. Kosong dan bersih. Perempuan itu lupa, seharusnya kemarin ia tidak bermain di luar hingga sampai lupa berbelanja bulanan. Menghela napas paling berat. Lalu menuju lemari kecil di atas dan menemukan beberapa mie cup yang masih tersusun. Langsung menyeduhnya dengan air panas. Duduk untuk menunggu.
Ponselnya bergetar di atas meja mengalihkan pandangannya yang tadinya kosong. Nama Papa tertera jelas di layar ponselnya.
"Hem?"
"Papa udah kirim uang bulanan untuk kamu. Maaf Papa lupa dan baru ingat."
"Terima kasih masih perhatian," jawab Rea.
"Sudah seharusnya."
"Bagaimana sekolah kamu?"
"Tidak pernah buruk. Rea bersenang-senang," jawab Rea tanpa minat. Pandangan Rea lurus ke depan. Tapi kekosongan itu sudah terisi dengan bayangan-bayangan moment yang sangat ia inginkan kembali. Di sana gambaran Papa, Mama dan Abang masih ada.
"Papa seneng dengernya. Sudah dulu ya? Papa masih ada kerjaan. Jangan pernah sedih."
Rea bergumam pelan. Jawaban terakhir sebelum percakapan berakhir dan hening datang kembali. Rea menarik sudut bibirnya tersenyum. Jika beberapa orang tua akan mengatakan 'Nikmati hari-hari mu dan selamat bersenang-senang' maka berbeda dengan Papa Rea yang tidak pernah lupa untuk mengatakan 'Jangan pernah sedih' peringatan yang begitu jelas.
"Ck. Siapa juga yang bakal sedih?"
Ada waktunya Rea merasa rumah adalah tempat yang paling nyaman dan ada waktunya tempat itu berubah menjadi latar yang suram. Tidak ada orang selain dirinya dan tidak pernah ada suara lain selain teriakan frustasi dan jangkrik yang bernaung.
Malam ini Rea keluar lagi dari rumah itu. Duduk di kursi pinggir jalan yang di sediakan tukang nasi goreng. Rea tidak lupa jika ia punya PR tapi perempuan itu tidak pernah perduli. Toh masih ada teman-temannya. Beberapa menit kemudian nasi gorengnya datang, tanpa basa-basi Rea melahapnya. Di tengah-tengah itu sebuah mobil bergerak pelan dan berhenti memarkir di pinggir jalan. Rea menatapnya sebab tidak ada objek lagi yang menarik untuk di pandang.
Lalu Rea menyemburkan nasi goreng dari mulutnya. Menaruh piringnya di kursi dan meneguk segelas air. Siapa sangka pemilik mobil itu adalah Sehan Kenandra Adelan. Cowok yang Rea suka-suka menyebarkan rumor tentangnya.
Cowok itu tidak sadar ada Rea juga di situ. Setelah memesan kepada abang nasi goreng, ia duduk di kursi yang sepaket dengan meja. Rea ada keinginan mau merecoki si pendiam itu. Ia angkut apa saja miliknya dan duduk di sebelah Sehan. Sehan terkejut tapi segera menormalkan raut wajahnya dari datar.
Rea tersenyum lebar ke arahnya. Duduk dengan posisi kaki kanan berada di atas paha kiri. "Gue gak tau kalau lo suka makan di pinggir jalan juga."
"Kenapa harus ada lo di dunia ini?" tanya Sehan. Memandang aneh cara makan Rea yang jauh dari kata manis. Terlalu rakus dan kalau di lihat terus-terusan akan menghilangkan nafsu makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Stay For Rea
Teen FictionSehan akan tetap ada di sisi Rea. Kapan pun dan bagiamana pun kondisinya. Sehan tidak hanya memberikan janji tapi langsung memberi bukti. Rea Agatha adalah APAPUN Sehan Kenandra Adelan adalah SEGALANYA Sehan si cowok pendiam yang suka menyimak. Seba...