Haii kalian! Jangan lupa vote ya biar besok bisa up lagi.
Happy reading :b
***
Rea, Indy, Lana dan Evelyn berjalan-jalan di tengah bazar yang di adakan di jalan dekat sekolah. Mereka sangat antusias menyambut bazar ini. Pihak sekolah pun tidak melarang asal semua murid kembali saat jam istirahat berakhir, tentu Rea dan teman-temannya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Mata mereka bergerak liar, mencari apapun yang menarik di mata mereka. Saat Rea mau ke salah satu stand, Indy malah menariknya menyusul Lana dan Evelyn yang sudah lebih dulu berdiri di depan stand barang-barang unik.
"Kak, ini berapaan?" tanya Evelyn, telunjuknya mengarah pada topeng karakter monyet—bagian matanya di beri lubang.
Rea malah tergelak tawa, memegang perutnya tidak habis pikir dengan barang yang mau Evelyn beli. "Ngapain beli topeng monyet? Tuh muka lo udah mirip." Akhirnya Indy dan Lana sama-sama tertawa.
"Malu-maluin gue lo, Re. Kakaknya sampe nahan tawa gitu," ujar Evelyn menunjuk laki-laki muda pemilik stand dengan dagunya.
"Emang mirip kan kak, temen saya sama topengnya?" tanya Rea kepada laki-laki itu sengaja mau menggoda Evelyn. Tiada hari tanpa tingkah. Rasanya hambar jika tidak mengganggu seorang saja.
Laki-laki itu menggaruk kepala belakangnya kebingungan. Merasa tidak enakkan kepada Evelyn yang sedang menggerutu. "Hem harga topengnya 25 ribu," ujarnya mengalihkan pertanyaan Rea.
Evelyn memeletkan lidahnya ke arah Rea dan di balas putaran mata malas Rea.
Di saat teman-temannya sedang memilah-milih barang, mata Rea bergerak ke sembarang arah. Ia tidak merasa membutuhkan barang dari stand itu. Lalu tiba-tiba Rea melihat sosok cowok yang tidak asing sedang berdiri memegang boneka kelinci berwarna pink di sebuah stand khusus boneka. Tanpa memberitahu teman-temannya Rea pergi menghampiri cowok itu.
"Lo Fito 'kan?" tanya Rea sambil membalikkan tubuh Fito ke arahnya. Awalnya cowok itu kebingungan lalu ia perlahan mengingatnya.
"Oh lo Rea?"
"Malah nanya balik," ujar Rea dengan wajah malas membuat Fito terkekeh. Cowok itu memiliki warna kulit sawo matang dengan senyum manis. Isi kepala Rea: Ciri-ciri cowok pemikat banyak perempuan.
"Iya gue Fito temen cowok lo," jawab Fito.
Rea menyembunyikan kedua tangannya di belakang, mengatupkan rapat kedua bibirnya dengan mata menggerling kesana-kemari. "Eem ikut gue ke cafe deket sini yuk? Ada yang mau gue obrolin sama lo."
"Tentang apa?"
"Di cafe baru lo tau," ujar Rea. Setelah Fito setuju mereka lalu menuju cafe dekat jalan tempat di dirikan bazar itu. Hanya berjarak seratus meter. Diam-diam Fito selalu menatap wajah Rea dari samping dan kemudian menahan tawa. Sehan selalu bercerita panjang tentang cewek itu, bagaimana rumornya tersebar gara-gara Rea, dan tingkah mengesalkan lainnya yang membuat Sehan selalu mendengus. Tapi Fito bersyukur, setidaknya ada bahan yang bisa Sehan ceritakan. Tidak seperti sebelum berpacaran dengan Rea, tidak ada apapun yang bisa Sehan ceritakan. Hidupnya terlalu monoton.
Sehan yang kaku mulai terbuka.
"Dari tadi gue penasaran lo mau ngomongin apaan," ujar Fito sembari mendudukkan dirinya di kursi, berhadapan dengan Rea.
Rea agak sedikit ragu dan gelisah. Memikirkan hal negatif yang akan terjadi jika setelah perbincangan Fito malah bercerita pada Sehan. Pertemanan seorang cowok memang seperti itu kan.
"Kasih gue beberapa kata yang bisa hilangin ragu gue ke lo. Lo gak akan ngomong sama Sehan abis ini kan?" Rea hanya memastikan.
Fito menatap ke atas seolah sedang berpikir. Ok ia tahu, berarti ini tentang Sehan.
"Gimana?"
"Gue gak akan ember, lo tenang aja," ujar Fito seraya menatap Rea serius.
Rea berdehem dan merubah posisinya lebih nyaman. "Lo udah temenan sama Sehan berapa lama?"
"Sepuluh tahun dari SD sampe sekarang. Gak nyangka juga gue bisa temenan sama manusia kayu kaya dia." Fito terkekeh. Mengelus dagunya dengan jarinya. Sangat tidak menyangka, Fito pikir setelah perpisahan di SMP mereka tidak akan bertemu lagi tapi kenyataannya Sehan yang datang mencarinya dan membuat pertemanan mereka menjadi awet. Menjadi satu-satunya teman Sehan, menjadikan Fito sebagai cowok yang pengertian. Ia tahu kapan Sehan membutuhkan seseorang dan kapan ia membutuhkan waktu sendiri. Itu sebabnya ia tidak pernah menemui Sehan jika Sehan tidak memanggilnya atau Sehan sendiri yang menghampiri.
Rea menghela napas legah dan mengucapkan ucapan syukur dalam hatinya. "Gak tau kenapa gue merasa harus bersyukur banget saat tau Sehan ternyata punya temen. Gue pikir dia sama sekali gak punya temen."
"Kenapa lo perduli?"
Rea menggelengkan cepat kepalanya menolak pernyataan itu. "Enggak! Gue cuma kasihan."
"Gue sama temen sekelas gue mengira hidup Sehan gak pernah bahagia. Termasuk punya temen, kita gak tau kalau dia punya. Diam-diam kami punya rasa simpati sama dia, ngajakin dia ngomong walau kemungkinan besar dia nolak dengan judes. Rasa simpati hadir saat kita ngerasa kasihan sama orang itu kan?" jelas Rea panjang lebar.
Fito membuat kerutan pada dahinya. Ia berdecih pelan seolah tidak setuju dengan ucapan Rea. "Kalian menganggap hidup Sehan menyedihkan bukan? Kalau Sehan tahu keberadaannya di anggap menyedihkan, habis kalian." Ucapan Fito seakan memberi peringatan yang tajam dan kuat.
Rea bergerak gelisah. Memang benar, selama Sehan berada di dalam kelas XII IPA 1 ia di anggap memiliki hidup yang menyedihkan dan tidak pernah merasakan kebahagiaan. Itu semua karena sifat dan karakter Sehan sendiri yang terlalu tertutup, kaku, merasa risih-an, judes dan tidak perduli.
"Sehan punya referensi hidupnya sendiri. Menjadi tertutup itu pilihan satu-satunya agar gak banyak orang yang cari tau tentangnya atau sebagai penolakan dari luar. Kalau lo tanya dulu Sehan orangnya kaya gimana, gue bakal jawab dia soft, sok kegantengan, gak pelit, ceria, masih bocah tapi udah bisa gangguin cewek SMA. Tapi sekarang dia beda, Sehan mau menutup diri dari apapun yang dia gak suka," ujar Fito serius.
Rea meneguk ludahnya susah. Sebenarnya apa yang Sehan rasakan? Kenapa Rea merasakan kesedihannya. Rea emosional mendengar ucapan Fito bahkan Fito juga. Fito hanya menampilkan senyum mirisnya seakan sedang kembali ke masalalu yang menyakitkan. Bedanya ini masalalu Sehan.
"Gue nyesel karena udah sebarin rumor buruk tentang Sehan. Gue gak mikir apa yang dia rasain saat orang banyak pandang dan cibir dia secara blak-blakan." Rea meremas rambutnya dengan wajah menyesal. "Gue beneran udah gila."
Fito bergumam setuju. Tapi kata Sehan, karena rumor itu Sehan bisa sedikit bergerak bebas. Sehan tidak suka adanya kerumunan, rumor itu pun membuat banyak orang memilih menjauhi Sehan. Walaupun ada sisi baik rumor itu tapi tetap saja itu tidak di benarkan.
"Lain kali jangan natap Sehan seolah lo kasihan sama dia. Tunjukin aja kalau lo emang tulus sama dia. Sehan gak buruk untuk di jadiin temen," pesan Fito.
"Tapi dia ngeselin, banyak omong, terus nyusahin gue," ujar Rea setengah kesal.
"Cuma sama lo, dia bahkan gak gitu sama gue."
"Bokapnya Sehan udah meninggal Re, sejak saat itu Sehan berubah." Fito perlahan melepas helaan napasnya. Sejak tadi Fito menahan diri untuk tidak jujur tentang Ayah Sehan yang menjadi penyebab utama Sehan berubah. Saat ini Fito lumayan legah juga khawatir.
Rea, cewek itu belum mau memberikan respon. Ia diam mematung dengan pikiran kalut.
Akhirnya Rea tahu, jika 'kehilangan' yang membuat Sehan memilih menutup diri.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Stay For Rea
Teen FictionSehan akan tetap ada di sisi Rea. Kapan pun dan bagiamana pun kondisinya. Sehan tidak hanya memberikan janji tapi langsung memberi bukti. Rea Agatha adalah APAPUN Sehan Kenandra Adelan adalah SEGALANYA Sehan si cowok pendiam yang suka menyimak. Seba...