Untuk cerita ini aku bakal up dengan cepat selagi ide lagi lancar-lancarnya. Jangan lupa follow dan vote cerita ini ya hehe
Happy reading :b
***
Sehan sendirian di dalam kelas XII IPA 1. Di saat banyak murid berbondong-bondong ke bazar ia malah duduk sendirian dan menyibukkan diri dengan mengerjakan beberapa tugas yang waktu kumpulnya saja masih Minggu depan. Sehan tidak terlalu tertarik dengan hal seperti itu, terlalu ramai. Bibirnya bergumam menyebutkan angka-angka di depan mata sembari memutar otak mencari jawaban.
Ia menaruh bolpoinnya dan mengambil air mineral di dalam laci mejanya. Di saat ia sedang menenggaknya Rea tiba-tiba saja datang memasangkan sebuah gelang tali berwarna hitam di pergelangan tangan sebelah kanannya lalu setelah itu duduk di hadapannya dengan cengiran ada maunya. Air yang masih menampung di dalam mulutnya ia semburkan ke wajah Rea dan sisanya di telan.
"KURANG AJA BANGET SIH LO SEHAN!!!" pekik Rea mengusap wajahnya dengan raut jijik. Seragam bagian dadanya sedikit basah, kena hujan tiba-tiba. "JOROK LO! TAMPANG DOANG GANTENG TAPI KELAKUAN GAK ADA AKHLAK!" sambung Rea menyerukan kekesalannya.
"Abisnya lo ngapain pakein gue gelang murahan gini?" tanya Sehan sembari memutar gelang itu di tangannya.
"Gue beli gelangnya di bazar tadi karena gue suka. Nih kita couple-an." Rea menunjukan tangan putihnya yang cocok dengan gelang itu. Tatapannya berubah sinis. "Kalau bagi lo murahan siniin aja lagi, gue mau kasih ke orang lain aja."
Sehan menepis tangan Rea yang meminta kembali. "Udah di kasih gak bisa di ambil lagi."
Rea memutar bola matanya. "Dari pada nanti lo buang dan gue temuin di tempat sampah mending kembaliin lagi. Lo gak tau cara menghargai pemberian orang."
Mata Sehan tertuju pada Rea dengan lekat. Cara pandang yang cukup langka untuk versi Sehan. Rea sampai menahan napas karena di tatap seperti itu, kakinya pun tidak bisa diam karena terlalu gugup. Lalu tanpa Rea duga, Sehan mencium gelang itu.
"Terima kasih, bakal gue jaga," ucapnya singkat tapi menaruh kesan keterlaluan bagi Rea. Secara mati-matian Rea menahan bibirnya untuk tidak menyunggingkan senyum walau ia sudah menebak pipinya bersemu memerah sekarang. Apa-apaan nih?! Rea seperti kehilangan akal. Masa iya blushing karena Sehan?! What the.
"Re," panggil Sehan menyadarkan Rea.
"Apa?"
"Baru kali ini gue buat anak orang blushing. Gue... Gue ngerasa udah jadi orang jahat," ujar Sehan lugu. Matanya bahkan berkedip polos dan menyesal.
Rea berkedip dua kali, lalu meneguk ludahnya. Lantas ia bangkit dan berlari keluar kelas dengan perasaan malu.
"Padahal gue nyium gelang bukannya dia, kenapa harus malu sampe pipinya merah?" tanya Sehan keheranan, menggaruk kepalanya yang tak gatal.
***
Rea bersandar pada dinding perpustakaan, menoleh ke arah lorong kelas yang lumayan sepi. Ia menyentuh dada bagian kirinya. Jantungnya berdebar tidak karuan. Karena Rea baru merasakan yang seperti ini, rasanya Rea kesusahan mengontrol dirinya.
"Berhenti dong, udah! Kita udah jauh dari Sehan, dia gak ada di sini!" ujarnya memarahi jantungnya, menekan setiap ucapannya. Rea memijakkan kakinya gregetan di lantai sembari menggerakkan kepalanya. "Rileks Rea rileks."
Mengatur napasnya berkali-kali sampai ia jadi lumayan tenang.
"Lo emang jahat Sehan! Gue laporin lo ke polisi karena udah buat gue blush kaya tadi!" Rea berkacak pinggang. Menepuk pipinya lagi lebih kencang guna menghilangkan merahnya.
Rea menghela napas lebih berat. "Dasar tuan kaku! Gak taunya jago bikin anak orang panas dingin gini."
Aldino yang kebetulan akan lewat depan perpustakaan tersenyum penuh arti saat melihat keberadaan Rea. Merapikan rambut dan penampilannya dulu sebelum menghampiri Rea. Langsung merangkul Rea membuatnya terkejut.
"Bisa gak sih jangan kagetin gue! Ucap apa kek biar gue gak kaget jangan asal ngerangkul aja!" omel Rea seraya memukul lengan Aldino.
"Lo kenapa sih Re? Bawaannya kalau ketemu gue darah tinggi mulu," ujar Aldino, cowok itu mundur dari jangkauan Rea dengan menyentuh lengannya yang sedikit sakit. Rea kalau sudah memukul memakai tenaga dalam.
"Muka lo ngeselin Al, mending gak usah gangguin gue lagi." Aldino menahan lengan Rea sebelum cewek itu pergi meninggalkannya dengan wajah jutek seperti biasa.
"Balikan yuk Re, cewek-cewek lain udah gak berasa bagi gue. Saat ini lo doang yang gue mau," ujar Aldino tak tahu malu. Walau rautnya hanya ada penyesalan tapi tetap wajah itu brengsek. Rea muak melihat wajahnya.
"Lo cowok yang gak punya malu Al. Jauh-jauh dari gue, gue gak akan pernah mau balikan sama cowok modelan kaya lo. Lagi pula gue udah punya cowok," ujar Rea.
Aldino berdecih sinis. "Hubungan terpaksa kaya gitu masih di pertahanin? Buat apa Re? Paling-paling si Sehan ada maksud pacarin lo."
"Terus masalah lo apaan? Gak ada kan?"
Aldino terdiam. Dengan status yang sudah menjadi mantan kekasih Rea, Aldino memang sudah tidak seharusnya mencampuri apapun yang bersangkutan dengan Rea termasuk hubungannya bersama Sehan. Tapi Aldino mau kembali bersama Rea seperti dulu. Rea berbeda dari kebanyakan cewek lain, dan Aldino bodoh karena sadar setelah semuanya berakhir. Hanya bersama Rea ia mendapatkan apa yang ia harapkan dalam hubungan, Rea tidak melihatnya dari harta, dan ia bersikap apa adanya, tidak manja dan tidak banyak mau. Aldino sungguh kehilangan Rea saat Sehan dan Rea sudah resmi berpacaran.
Tapi bukankah ada pepatah lama yang mengatakan sebelum janur kuning melengkung masih bisa di tikung? Ya, Aldino menerapkan itu dalam hidupnya kali ini untuk mendapatkan Rea kembali.
Aldino menatap punggung Rea yang perlahan menjauh. "Sikap judes lo gak akan berhentiin gue untuk deketin lo."
***
"Rea itu cewek gak tau malu yang pernah gue temuin. Yang gue lihat nih, dia ngejilat ludahnya sendiri. Sebelumnya dia kaya jijik gitu kalau di sangkut pautin sama Sehan, tapi ternyata oh ternyata sengaja nantangin Sehan biar Sehan jadi cowoknya. Licik kan?" ujar Fanda kepada Ella di sebelahnya. Ella anak kelas XII IPA 3 yang tadinya sedang duduk sendiri tapi Fanda datang ngajak ngegibahin Rea di tangga kelas.
Ella tersenyum simpul. "Gak sedikit yang gue denger gosip tentang Rea. Padahal Rea anaknya asik lo, dia gak mandang siapa pun untuk di ajak ngomong tanpa takut di katain SKSD."
Fanda memutar bola matanya. "Asik enggak licik mah iya."
Ella bangkit, menampis belakang roknya dari debu. Ia menunduk menatap Fanda dengan ramah. "Maaf ya Nda, tapi gue gak bisa di ajak untuk gosipin Rea," ujarnya sebelum membalikkan tubuhnya. Ia tak dapat menyembunyikan keterkejutannya saat mendapati Rea duduk di anak tangga lebih tinggi dari tempat mereka duduk.
Rea tersenyum kecil seolah mengatakan tidak apa-apa. Ella menghela napas lalu melenggang pergi.
"Kenapa sih masih ada yang baik sama Rea?! Kenapa gak ada yang sepemikiran sama gue kalau Rea tuh orangnya kampret banget, kurang ajar, gak bisa pegang sama janji sendiri dan ngeselin! Kenapa gak ada yang sepemikiran sama gue?!!!!" Fanda bergerak frustasi di tempatnya.
Rea mendudukkan dirinya di sebelah Fanda. Ia dapat melihat Fanda terkejut setelah tahu keberadaannya. Tubuhnya membatu. Rea terkekeh. "Beda kalau gue yang ngegosip tentang lo Nda, pasti laris banget."
Tak ada tanda-tanda Fanda mau membuka mulut. Kepalanya menunduk dan kadang di naikan lagi tapi tangannya bergetar. Kadang ia berani pada Rea dan kadang ia merasa takut.
"Soal gue sama Sehan. Kita gak akan kaya gini, punya hubungan terpaksa kalau gue gak ngasih tantangan ke dia waktu itu. Tapi... Sehan, gue, lo dan semua orang gak tau permainan hidup dan garis takdir," ujar Rea dengan suara pelan. Jarinya bergerak menggambar garis yang kasat mata.
"Akan ada kemungkinan hubungan gue dan Sehan bakal kaya gimana. Bisa aja putus karena memang udah jalannya atau mungkin... Di pertahankan."
Percaya saja setelah ini Rea menyentil bibirnya habis-habisan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Stay For Rea
Teen FictionSehan akan tetap ada di sisi Rea. Kapan pun dan bagiamana pun kondisinya. Sehan tidak hanya memberikan janji tapi langsung memberi bukti. Rea Agatha adalah APAPUN Sehan Kenandra Adelan adalah SEGALANYA Sehan si cowok pendiam yang suka menyimak. Seba...