Trauma

14 2 0
                                    

Happy reading ;)

***


Sehan mengedarkan pandangannya. Keningnya berkerut saat tidak menemukan Rea di dalam kelas itu. Tidak tahu cewek itu ke mana. Sehan memang seharusnya tidak tahu.

Tidak penting.

Tak lama cowok itu berdiri menghampiri teman-temannya Rea di kursi depan paling ujung mengarah ke pintu masuk. "Rea di mana?" tanyanya membuat Indy, Lana dan Evelyn mendongak pelan. Mereka sedang bergabung di satu meja dengan ponselnya di sandarkan pada dinding. Sepertinya sedang menonton film.

"Kenapa tanyain Rea? Tumben," ujar Indy agak cuek.

"Ya kan Sehan cowoknya Rea sekarang, Ndy," ujar Evelyn di akhiri kekehan garingnya. Mendapat bidikan mata dari Indy dan Lana langsung membuatnya kicep.

Sejujurnya mereka masih marah dengan cowok itu soal semalam. Apa-apaan menyelamatkan orang lain daripada pacar sendiri. Walaupun dalam garis bawah Rea itu pacar terpaksanya karena tantangan.

"Gue ada perlu sama Rea," ujar Sehan lagi.

Lana berdecih sambil mengambil ponselnya yang di pakai untuk nonton bareng. "Giliran ada perlu di cariin."

"Untuk kali ini jangan gangguin Rea dulu, Han. Kalau lo tetap gangguin, lo berhadapan sama kita," ujar Indy.

Sehan diam-diam menghela napasnya. "Gue gak ada niat mau gangguin dia. Cepet kasih tau dia di mana sekarang," ujarnya mencoba lebih sabar.

Lana memperlihatkan sederet chatnya dengan Rea tadi pagi. "Di taman belakang. Dia pesen untuk jangan gangguin dia dulu."

Tanpa banyak omong lagi Sehan langsung pergi ke tempat itu.

"INGAT JANGAN GANGGUIN REA DULU!!!" teriak Lana memberi pesan. Entah Sehan mendengarnya atau tidak. Tapi yang pasti kalau Sehan mengganggu Rea, Lana akan turun tangan. Tidak perduli dia cowok dan punya tubuh kekar.

Di lain tempat Sehan menghampiri Rea setelah melihat cewek itu sedang duduk di taman dengan kepala menunduk. Tangannya di masukkan ke sela-sela lututnya dan rambut coklat gelapnya menutupi seluruh wajahnya. Saat merasa ada seseorang di sebelahnya, Rea mengangkat sedikit kepalanya untuk mencari tahu.

"Ngapain ke sini?" tanya Rea. Ada perbedaan yang mudah Sehan tahu. Suara Rea yang biasanya cempreng kini terdengar lemah lesuh.

Ada apa sama cewek itu.

"Gue lapar," ujar Sehan mencoba mengabaikan pikirannya tadi.

"Curhat?" tanya Rea. "Tujuan lo kalau lagi lapar itu ke kantin bukan ke taman belakang. Di sini cuma ada rumput sama batu doang. Makan gih kalau mau."

"Gue serius," ujar Sehan dengan sangat datar.

"Gue juga serius," balas Rea.

Tak lama setelah hening datang Rea teringat akan sesuatu. Jika Sehan tidak pernah memijakkan kakinya di kantin. Itu berarti cowok itu datang untuk...

"Lo mau gue beliin lo makanan di kantin?" tanya Rea sedikit ngegas dengan suara lemahnya.

"Terima kasih sudah paham," jawab Sehan. Tangannya terlipat di depan dada dengan wajah datar lurus ke depan.

"Gaya amat lo, Han. Sana beli sendiri, gue gak mau," tolak Rea.

Sehan beralih menatap Rea lekat. "Gue gak suka cewek yang gak patuh."

Rea tertawa panjang. Perutnya sampai terasa keram. "Emangnya gue istri lo yang harus patuh sama lo sebagai suami? Jangan ngaco! Pacaran sama lo karena terpaksa aja gue gak mau patuh apalagi pacaran karena bener-bener sayang. Patuh sama yang belum pasti kaya di bodoh-bodohin."

Just Stay For ReaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang