Karena Rea atau demi Rea?

46 6 1
                                    

Haii jangan lupa vote cerita ini ya! Yang belum follow, sana follow dulu hehe

***

Sehan duduk di tepi ranjang seraya menatap gelang tali hitam pemberian Rea waktu itu. Seragam dengan atribut lengkap sudah melekat pas di tubuhnya. Hanya tinggal memikirkan keputusan yang akan ia ambil. Keputusan untuk keluar dari zona nyamannya. Merubah cara pandangnya terhadap keramaian yang sebenarnya tidak mengerikan. Rea sudah menyadarkannya, ya, Sehan tidak seharusnya lemah pada keramaian seperti seorang pengecut yang takut dengan dunia luar.

Keramaian tidak hanya tercipta saat kecelakan terjadi. Keramaian tidak mengambil Ayahnya. Denim—ayah-nya pergi karena kecelakan bukan sebab lain. Keramaian datang setelah kecelakan itu terjadi. Sehan memejamkan matanya, berusaha membuat hati dan pikirannya mengerti dan berdamai dengan masa lalu.

Perlahan namun pasti kelopak matanya terbuka. Napasnya menghembus teratur. Ia sudah siap bahkan sangat siap. Sehan hanya perlu bersikap normal di sekolah dan berani melangkahkan kaki ke kantin tanpa bantuan Rea ataupun siapa pun lagi. Sehan harus bisa mandiri. Cowok itu berdiri, mengambil kunci mobilnya di atas nakas dan keluar dari kamarnya.

Saat sampai di halaman sekolah napas Sehan berderuh dengan tempo cepat. Sehan berusaha menghilangkan kegugupannya itu. Kegugupan itu hanya akan membuatnya mundur. Beberapa kali kepalanya di benturkan ke belakang kursi dengan mata terpejam.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Sehan menyambutnya dengan antusias, ia mengeluarkan ponselnya dari saku celana abu-abunya. Sebuah pesan penyemangat dari Rea setidaknya membuat sedikit lebih berani.

"Semangat pacar!!! Jalani hari ini dengan santai, percaya sama diri sendiri." Vn dari Rea.

"Gue aja percaya sama diri lo, masa lo enggak? Lihat ke depan aja, Han, jangan ke belakang soalnya gue lagi nggak ada wkwkwk."

Sehan terkekeh. Cewek itu memang bawaannya selalu positif, ceria walau kebanyakan tingkahnya membuat Sehan geram. Tapi Sehan tidak bisa membohongi perasaannya jika ia nyaman berada di dekat Rea. Rea selalu punya banyak cara untuk membuat orang di sekitarnya merasakan efek yang positif darinya termasuk Sehan. Dan yang membuat Sehan takjub dengan Rea, cewek itu bisa menutupi lukanya dengan banyak tawanya. Ia menipu banyak orang termasuk teman-temannya sendiri. Ngomong-ngomong teman-teman Rea, Sehan akan menemui mereka untuk membahas suatu hal. Ini juga peluang untuk Sehan mendekatkan diri dengan teman sekelasnya.

Sehan menghela napas. Menyampirkan tasnya pada sebelah pundaknya, dan keluar dari mobil. Cowok itu berjalan menuju kelasnya. Ia bahkan tidak sadar hatinya ikut berubah. Sepanjang perjalanan bibirnya membentuk lengkungan senyum, mengingat hal-hal menyenangkan yang ia dan Rea lakukan di pasar malam.

Murid-murid di buat melongo dan gigit jari saat Sehan lewat di hadapan mereka. Padahal ini bukan kali pertama Sehan melewati lorong kelas tapi mereka yang melihatnya hari ini serasa terkena hipnotis. Mungkin mereka merasakan perubahan tak kasat mata pada Sehan. Sehan yang dulu hanya punya satu aura yaitu dingin tak tersentuh tapi hari ini siapa pun bisa melihat aura Sehan yang jika di gambarkan maka akan banyak warna yang mengikut jejaknya dan wajahnya yang bercahaya.

Alan yang sudah kebiasaan nangkring di muka pintu dengan tangan terangkat malah menjadi patung dengan pandang lurus ke arah Sehan yang berjalan ke arahnya. Tangannya sudah biasa terangkat untuk menyambut tos-an siapapun yang masuk ke dalam kelas. Sayangnya ia belum pernah mendapat kesempatan tos dengan Sehan. Cowok itu selalu melewatinya dengan wajah datar. Tapi kali ini seperti ada harapan. Alan melihat ada harapan yang mengikuti Sehan. Lalu tepat saat akan masuk Sehan melakukan tos dengannya. Alan menatap tangannya yang bergetar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Just Stay For ReaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang