Ini hari Minggu, Nanda sengaja datang lagi ke Cafe kemarin tanpa seragam sekolahnya.
Apalagi alasannya kalau bukan karena si barista unik, yang berhasil membuatnya kesulitan tidur semalaman hanya karena segelas air putih dan sedotan?
"Espresso nya satu, Mas!"
Bukannya duduk dan memanggil pelayan, Nanda lebih memilih pergi ke pantry pemesanan untuk bertatap muka langsung dengan si tampan.
Jeno menatapnya sekilas, lalu kembali mengelap meja pantry tempat nya mengabdi.
"Kalau bisa, gratis nama.... boleh?" Nanda masih gigih. Pokoknya apapun yang terjadi hari ini ia harus tau nama sang pujaan hati.
"Namanya Jeno." Mba-mba kemarin bersuara. Masih dengan apron hitamnya, hanya saja rambut nya hari ini di kepang rapih.
"Jadi, namanya Jeno?" Nanda masih dalam mode senang tertahan.
Si cewe hanya mengangguk. Sedangkan Jeno sudah melotot di tempatnya. Menatap malas teman satu shift nya itu dengan kesal.
"Saya sibuk, kamu kalau mau pesan sama dia aja." Kali ini Jeno menatap Nanda datar. Setelahnya ia pergi ke dapur di balik tirai plastik.
"Dia emang gitu anaknya. By the way, kenalin... gue Karin!"
Uluran tangannya di sambut Nanda dengan senyum merekah, ia harus berterimakasih pada wanita ini karena berkat dirinya ia jadi tahu nama sang pujaan hati.
"Nanda, panggil aja Nanda."
"Masih sekolah ya?"
Nanda mengangguk. Jabatannya terlepas, masih dengan senyum manis yang sama di wajah.
"Silahkan duduk, mau gue atau Jeno yang anter Espresso nya?"
Pertanyaannya hanya dibalas cengiran dari Nanda. Karin jadi tertawa.
"Iyaaa nanti gue coba bujuk anaknya deh ya. Semangat!" Karin mengangkat kepalan tangannya di udara.
Nanda langsung menuju meja nomor 12 di ujung Cafe. Sepertinya meja ini akan jadi tempat favoritnya. Dari sini Nanda bisa melihat se-isi Cafe dan pastinya pantry tempat para barista bekerja.
Lumayan lama ia menunggu, ada sekitar 10 menit lebih. Tapi tak apa, demi lelaki bernama Jeno, Nanda rela duduk disini lebih lama lagi.
Tak lama keluar Jeno dari dapur, tapi bedanya lelaki itu tidak keluar dengan apronnya. Penampilannya berbeda jauh sekali. Sekarang ia memakai Jaket kulit hitam yang berbeda kontras dengan rambut putih miliknya.
Ini keterlaluan untuk di lihat. Apa-apaan maksudnya? Jeno sepertinya ingin pamer kalau ia punya wajah tampan.
Ia mengambil helm di tangan kirinya dan segelas Espresso di tangan kanannya yang sudah Karin buat tadi, ia ambil dari pantry tanpa ragu. Lalu menghampiri Nanda sebentar.
"Saya beneran sibuk, kamu kalau kesini untuk ketemu saya, maaf. Kamu buang waktu berharga kamu itu jadi sia-sia."
Jeno memakai helm full face nya, lalu pergi ke luar Cafe dan menaiki motor Kawasaki hitam yang Nanda sangka bukan miliknya.
Dan untuk yang kedua kalinya, Jeno pergi tanpa mendengarkan Nanda menyanggah pernyataannya.
Meninggalkan keheningan dan ribuan sautan suara di kepala Nanda.
Nanda menatap Espresso di hadapannya, ia tenggelam dalam pikiran. Lidahnya kelu, tubuhnya membeku.
Dimana kesalahannya?
Ah, apakah benar Nanda harus belajar mencintai wanita?
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afeksi | Nomin
FanfictionIni hanya afeksi, dari cinta sesama lelaki. "Disini gaada tempat untuk orang-orang seperti kita. Lebih baik kamu belajar mencintai wanita." "Saya mau pesan cinta, lewat segelas Espresso juga gak apa-apa." Perihal cinta pria dan wanita, memang sering...