I'm dying to see how this one ends

458 74 22
                                    

Ten, surprisingly, adalah orang yang sabar menunggu. Malam dimana ia berkencan—sebenarnya hanya Ten yang menganggap begitu—bersama Johnny dan Haechan sudah lewat dua minggu.

Hari itu diakhiri dengan game centre sampai larut malam. Bahkan Haechan sudah mulai terhanyut dalam lelapnya. Tapi, sebelum mereka mengakhiri hari penuh drama itu, Haechan masih sempat tidak mau lepas dari Ten. Membuat Johnny menjanjikan 'kencan' kedua sebelum si kecil pulang ke Chicago.

Nyatanya sampai hari ini, Johnny belum menghubunginya kembali. Saat Ten mengunjungi Jungwoo juga dia tak ada di apartemen. Pernah sekali mereka berpapasan saat Ten beralasan ingin menemui Jaehyun di fakultas bisnis, tapi Johnny hanya tersenyum singkat. Terlihat terburu-buru sekali. Padahal Ten yakin kelas baru saja usai.

Ten kan rindu. Inginnya sih menghubungi duluan atau mengajak hang out dengan Haechan sebagai alasan. Tapi, saat ia bertanya pada Jungwoo, katanya Haechan sedang hidup nomaden. Maksudnya, ikut orang tuanya berpindah-pindah mulai dari Busan sampai ke Jeju.

TMI yang kedua, katanya Haechan akan kembali ke Seoul hari ini. Lalu mungkin akan menetap sebelum kembali ke Chicago—yang entah kapan jadwalnya.

Maka dari itu, surprisingly—again, pukul tujuh pagi Ten sudah rapi. Yah, hanya kaus kebesaran dan celana pendek. Tapi, intinya, dia sudah mandi. Hampir seperti keajaiban di hari libur.

Sebenarnya, Ten juga tidak terlalu yakin. Bisa saja itu hanya janji sekali lalu. Atau mungkin juga perhatian Haechan sudah benar-benar teralihkan darinya. Tapi kan, siapa yang tau? Pesona Ten sulit dilupakan, omong-omong.

"Wah, putri tidur kita bangun pagi di hari libur."

Hampir saja Ten tersedak liurnya sendiri saat sedang asyik melamun. Itu Taeyong, tentu saja. Ia bahkan sempat lupa kalau ada makhluk hidup lain yang menghuni apartemen ini.

"A 'good morning, sweety' sounds better," ucap Ten jengah.

"Hehe, good morning, shortie," jari Taeyong terangkat membentuk tanda peace bersamaan dengan sapaan yang terdengar menyebalkan di telinga Ten.

"Hungg? Kau bahkan sudah mandi?" kepala Taeyong memiring lucu, matanya memindai penampilan Ten yang terlihat segar untuk ukuran baru bangun tidur.

"Memangnya kau? Aku kan rajin."

Taeyong mencebik tapi tidak membalas. Tangannya bergerak mengambil kotak sereal di atas meja. Biarkan saja, paling ini hanya seperti ilham satu hari bagi Ten. Besok-besok juga kembali malas mandi.

"Apa?" tanya Taeyong sewot. Ia risih dengan tatapan yang sengaja dibulat-bulatkan itu.

Ten menunjuk tangan Taeyong yang memegang mangkuk dan kotak sereal. "Buatkan untukku jugaaa."

Dengan cepat Taeyong menuang sereal untuknya, lalu menyodorkan kotaknya ke hadapan Ten.

"Buat sendiri, jangan manja."

Setelah itu berlalu menuju kulkas. Sebotol susu segar kini sudah berada di genggamannya. Taeyong yang aneh, dia senang memakan sereal dengan siraman susu dingin.

Gantian Ten yang mencebik. Dengan kaki yang dihentak-hentakkan, ia beranjak mengambil mangkuk dan botol susu dengan suhu normal. Ia tidak bisa mengikuti cara makan Taeyong. Perpaduan sereal dan susu dingin membuatnya mual.

"Dasar bocah," cibir Taeyong. Ten tidak peduli, bahkan kini sudah menjulurkan lidahnya. Kekanakan, kata Taeyong. "Kau membuatku merinding. Kemarin uring-uringan. Sok mau mogok makan, padahal setelah itu delivery restoran Jepang."

Ten mendengus, namun tetap menyuap sesendok penuh sereal ke mulutnya. Tetesan susu bahkan mengotori sudut bibirnya. Benar kekanakan ternyata.

Melihat Ten yang hanya cemberut tanpa membalas, Taeyong lanjut mengomel, "Lalu lihat sekarang. Katakan, setan mana yang menempelimu? Uh, tapi apa ada setan yang membuat rajin mandi?"

Blank SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang