"Ahhh..." Luna meregangkan ototnya, saat gadis cantik yang sudah menyandang status sebagai istri itupun di bawa oleh Alvin kesebuah rumah mewah yang berada di tengah-tengah pusat kota.
Entah dimana Alvin sekarang, setelah pria itu membuka pintu. Alvin lantas menghilang begitu saja meninggalkan Luna sendirian di sana. Mereka bahkan belum saling bicara hingga saat ini. Akan tetapi, Luna masih saja teguh pada pendiriannya. Ia tak ingin mempermasalahkan sikap dingin Alvin. karena yang terpenting adalah, pria itu sudah menjadi suaminya.
Luna cukup terkesan, begitu ia menginjakan kaki di hunian barunya sebagai hadiah pernikahan dari Ayah dan Ibu mertuanya. Rumah yang terlihat sangat megah, bergayakan interior eropa dengan warna pilar sehingga menambahkan sebuah kesan klasik bagi siapapun yang melihatnya.
"Selamat malam, Nyonya."
Bola mata Luna bergerak ke sumber suara.
"Saya akan menjadi asisten, sekaligus pengurus rumah ini. Tuan muda biasa memanggil saya Bibi Chan."
Senyum canggung Luna tercipta, gadis cantik itupun lantas menganggukannya kepalanya perlahan tanpa mengatakan apapun.
"Kamar pengantin, Nyonya. Ada di atas. Mari saya antar."
Tidak ada pilihan, sebagai seorang istri yang baru pertama kali datang dan menginjakan kakinya di rumah tersebut. Luna hanya bisa pasrah mengiyakan ajakan Bibi Chan yang saat itu terlihat baik dan bersedia melayaninya.
Luna pun beranjak mengikuti langkah Bibi Chan yang memimpin menuju kamar yang wanita itu katakan sebelumnya. Meskipun, mata Luna masih bergerak ke kiri dan ke kanan mencari sesosok objek yang biasa ia perhatikan dengan penuh cinta.
"Ini adalah kamar pengantin, Nonya." Langkah Bibi Chan terhenti saat keduanya sudah berada di depan sebuah pintu ruangan, "Tuan muda sudah ada di dalam. Jika butuh sesuatu kau bisa memanggilku."
"Apa?" Luna terperangah, "Alvin di dalam?" sejenak Luna mengeratkan giginya, "kenapa ia tidak mengajakku?"
Bibi Chan hanya tersenyum kecut menanggapi gerutu kekesalan Luna. Melihat ekspresi wajahnya, sepertinya wanita paruh baya itu sudah sangat mengerti dan mengenal bagaimana sikap Tuannya.
Setelah Bibi Chan berlalu, Luna pun langsung meraih gagang pintu, menekan lalu mendorongnya perlahan. Dengan wajah di tekuk dan bibir yang mengerucut Luna menatap sinis kearah Alvin yang saat itu sudah terbaring santai di atas ranjang sambil memainkan ponsel.
"Apa begini sikap seorang Tuan Muda dari keluarga Marco Juliand yang terhormat?" Luna melangkah kesal dengan rahang yang mengeras mendekati Alvin.
"Apa?" tanya pria itu heran.
"Kau meninggalkan ku di bawah! Sekarang aku adalah istrimu! Tolong hargai itu!" Protes Luna memelotot.
Alvin memiringkan senyumnya setelah mendengar pernyataan Luna yang menurutnya sangat menggelikan, "Memangnya siapa yang ingin kau menjadi istriku?" sahut Alvin hingga seketika membuat Luna terkesiap.
"Hah?" Luna sedikit membuka mulutnya, seolah tak percaya. "Apa kau bilang?" Luna menggigit bibir bawahnya seraya mengepalkan tangan, "La... Lalu, pernikahan ini?"
"Ini komitmen yang di buat oleh orang tua ku. Apa kau pikir aku benar-benar bersedia?"
Seketika Luna terkekeh. Sesuai dugaannya, Alvin ternyata memang tak sepenuhnya menerima pernikahan yang baru saja keduanya jalani tersebut. Dengan angkuh, Luna pun menekan emosinya yang hendak meluap. Ia bersikap santai dengan cara melipat tangannya lalu menjawab, "Oh."
Dahi Alvin mengerut setelah melihat ekspresi santai yang Luna tunjukan seolah tak mempermasalahkan.
"Terserah kau saja," imbuh Luna memutar badan melangkah menuju meja rias yang berada tepat di sebelah Alvin.
Alvin terdiam, sikap Luna nyatanya mampu membuat Alvin keheranan. Ia berpikir, sebenarnya apa ya g sedang Luna rencanakan. Bukankah setiap wanita pasti akan kesal, jika menerima pernyataan ketus yang beberapa waktu lalu Alvin lontarkan.
"Astaga, kenapa sulit sekali." gumam Luna kesal meraih relsleting yang berada di bagian tubuh belakangnya.
Pria itupun melirik kearah Luna perlahan. Menyaksikan kesulitan yang sedang Luna hadapi.
"Hey, Tuan bermulut tajam! Apa yang sedang kau lakukan? Cepat bantu aku membuka gaun merepotkan ini." Protes Luna meminta bantuan.
Sorot tajam Alvin terus mengarah pada Luna yang saat itu menatap kearahnya dengan ekspresi sama.
"Kau tidak ingin memban..." Luna tidak menyelesaikan ucapannya saat Alvin langsung beranjak dari ranjang menghampirinya. Pria itu meraih bahu Luna dan memalingkan tubuh sang istri agar tepat menghadap kearah cermin.
"Dasar menyusahkan," gumam Alvin menghardik.
Dengan kesal, Luna lantas memainkan mimik wajahnya penuh rasa sebal.
Lain dengan Alvin yang mulai menurunkan relsleting di punggung Luna secara perlahan. Glek... Alvin menelan salivanya, kelembutan kulit tubuh Luna yang tak sengaja tersentuh sukses membuat nalurinya sebagai laki-laki normal berkerja.
"Kenapa lama sekali?" tanya Luna memalingkan wajahnya menatap Alvin.
"Ini tidak bisa di tarik," sahut Alvin saat relsleting itu terhenti di tengah-tengah punggung Luna.
"Benarkah?" Luna memaksa kepalanya untuk melihat kearah punggungnya.
"I... Iya."
"Bukankah ini seperti adegan yang akan di lakukan oleh pasangan pengantin pada umumnya, saat mereka akan melakukan malam pertama?" celetuk Luna yang sukses membuat Alvin terperangah.
"Apa?!"
"Kenapa terkejut? Bukankah itu benar? Kenapa harus pura-pura polos dan jual mahal?"
Tidak kah seharusnya Alvin yang harus mengatakan hal itu, sikap kepura-puraan dan so polos yang baru saja Luna katakan. seharusnya ia lah yang harus bersikap demikian.
"Gadis gila," umpat Alvin sambil berusaha menurunkan relsleting gaun yang masih Luna kenakan.
"Apanya yang gila?" Luna langsung memalingkan badannya menatap Alvin dengan sorot nakal, "kau yakin tidak ingin menyentuhku? Kau tahu? Aku ini masih perawan." Imbuhnya dengan suara pelan.
Seketika Alvin sukses di buat merinding dengan sikap dan keberanian yang Luna tunjukan. matanya memelotot seolah tak percaya dengan ucapan dan tindakan usil sang istri.
"Kau tidak tergoda?" Luna menurunkan lengan gaunnya, menarik paksa gaun tersebut hingga memperlihatkan bahunya mulusnya yang hampir telanjang.
"A... Apa yang akan kau lakukan?"
"Melakukan sesuatu yang seharusnya sudah kita lakukan sejak awal." sahut Luna menggoda.
Glek... Lagi-lagi Alvin di buat kesulitan untuk menelan salivanya. belaian tangan Luna sukses membuatnya semakin merinding. Bahkan saat wanita itu mengelus wajah Alvin dengan penuh kelembutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Permainan Cinta
RomanceCinta sepihak memanglah menyakitkan, itulah yang dirasakan Luna. seorang gadis yang memilih pernikahan untuk mewujudkan kisah cinta yang dirinya impikan. Namun, siapa sangka? ia terlalu menganggap remeh Alvin. target cinta sekaligus lawan dari perma...