Bukankah terlalu singkat, jika baru beberapa hari Luna menjalani pernikahan. duri itu langsung muncul begitu saja menusuk relung batinnya melalui Laura.
Luna memang tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Entah apa maksud dan tujuan Alvin, sungguh tindakannya kali ini benar-benar sangatlah keterlaluan. Belum lagi, Bibi Chan terlihat sangat ingin melindungi Alvin. Ia nampak menyembunyikan sesuatu, jika saja Laura tak mengaku saat itu.
"Kenapa dia?" batin Alvin setelah melewati pintu utama. ia langsung di sambut oleh tatapan mematikan Luna dengan wajah yang di tekuk.
"Selamat malam, Tuan Muda." sapa Bibi Chan sambil membungkukkan badan memberi hormat.
"Dasar tidak tahu malu!" Luna langsung menggerutu sambil melipat tangan begitu arogant. "Beraninya kau mengundang seorang jalang untuk masuk ke rumah ini!" pekik Luna penuh kemarahan.
"Jalang? Jalang siapa?" tanya Alvin heran memperdalam tatapan.
"Tuan, tadi Nona Laura datang. Dan mengatakan jika ia di undang oleh Tuan untuk bertemu."
"What?!" Alvin terperangah, "dia datang?"
"Ya!" Luna menyela, "Dasar tidak tahu malu! Beraninya kau!"
Alvin terdiam, sungguh ia sendiri sama sekali tak mengerti setelah mendengar apa yang Bibi Chan katakan. padahal, Alvin sama sekali tidak pernah menyuruh mantan kekasihnya untuk datang.
"Aku lelah!" Alvin melonggarkan dasi yang melingkar di kerah kemejanya, "jangan membuat masalah, biarkan aku beristirahat."
"Hah?" sejenak Luna terkekeh, seolah tak percaya setelah mendengar tanggapan Alvin. "siapa yang membuat masalah? Apa aku yang sudah mengundang jalang itu untuk datang?" tegas Luna bertanya meninggikan suara.
"Aku tidak mengundangnya!"
"Tapi itu yang dia katakan!"
"Kau lebih percaya aku atau dia!" bentak Alvin kehilangan kesabaran yang sukses membuat Bibi Chan tersentak.
Suasana menjadi hening seketika setelah Alvin membalas kekesalan Luna dengan gaya bicara yang serupa.
"Sudahlah, Nyonya. kau bisa membahas hal ini besok dengan Tuan Muda." ujar Bibi Chan mencoba menenangkan Luna dan Alvin sendiri berlalu begitu saja.
"Hey!" Luna memekik, hingga membuat Alvin langsung menghentikan langkahnya. "Aku akan membunuhmu jika kau berani menjalin kembali hubungan dengan jalang itu," jerit Luna dengan emosi yang memuncak.
Alvin lebih memilih diam, tanpa menoleh pria itu langsung berlalu begitu saja meninggalkan Luna. Ia mengerti kemarahan istrinya adalah bentuk dari kekecewaan atas apa yang Laura katakan. Padahal kenyataannya, Alvin sama sekali tak pernah menyuruh Laura untuk datang. Meskipun bayang-bayang Laura dan perasaan itu masih ada. Namun, kebencian Alvin sukses mengalahkan segalanya.
"Kenapa dia sangat jahat? Aku adalah istrinya!" rengek Luna seperti anak kecil pada Bibi Chan yang sedari tadi sudah memeluk dan berusaha menenangkannya.
Andai saja predikat Luna yang tak memiliki hati benar adanya. seperti yang orang-rrang katakan. Namun, tetap saja Luna masih bisa merasakan sakit. saat Ia sering kali di abaikan oleh Alvin. Luna memang tak pernah menunjukannya, tapi di balik itu semua. Luna cukup merasa tersiksa.
Harga dirinya juga di pertaruhkan. Sering kali Luna juga merasa, ia adalah seorang istri yang tak di anggap oleh suaminya.
"Bukan maksudku Ingin membohongimu, Nyonya. tapi aku hanya tak ingin kau cemas. Wanita itu memanglah masa lalu Tuan Muda. tapi percayalah, Tuan Muda tidak mungkin menghancurkan pernikahannya sendiri hanya demi sesosok wanita yang sudah mengkhianatinya."
"Tapi sampai sekarang ia sama sekali tak menganggap ku sebagai istrinya! Bagaimana aku bisa tenang, saat aku di abaikan dan orang lain dari masa lalunya datang!" lirih Luna meloloskan setetes air matanya.
"Sabar Nyonya, Tuan Muda hanya butuh waktu untuk mencintai Nyonya. Tidak ada alasan untuknya menyia-nyiakan wanita cantik dan berstatus sosial yang tinggi seperti, Nyonya."
Alvin memang kesulitan untuk memulai hidup baru. Trauma, mungkin itu yang kini Alvin cemaskan. Ia takut Luna terluka, ia juga takut jika Alvin akan semakin membuat Luna tersiksa. itu sebabnya, Alvin memilih bersikap acuh. Agar Luna dapat segera menghapuskan seluruh rasa ketertarikannya terhadap Alvin.
Belum lagi, status Laura yang seorang model membuat segala aktifitasnya di sorot media. Alvin cukup di pusingkan dengan pemberitaan, yang sepertinya Luna sendiri belum mengetahuinya. Padahal kejadian sebenarnya, tidak benar-benar seperti apa yang media beritakan. Mereka cenderung melebih-lebihkan guna memfropokasi demi keuntungan sendiri.
Beberapa waktu sebelumnya....
Dalam perjalan menuju kantor. Alvin meminggirkan mobilnya sejenak, di sebuah minimarket yang tak jauh dari kantornya.
Bukan tanpa alasan. Kemacetan yang sulit Alvin hindarkan cukup membuat pria itu geram. Ia memilih memarkirkan mobilnya sejenak sambil membeli sebuah hidangan sarapan di dana sampai keadaan jalan benar-benar senggang. Lagi pula, jadwalnya hari ini sama sekali tak mengharuskan Alvin untuk memenuhi waktu penting seperti hari-hari biasanya.
Alvin mulai memilih varian produk makanan yang akan ia konsumsi sekarang. Ia mencari sebuah kopi kaleng instan dan nasi kepal berlaukkan ayam.
"Alvin..."
Bola mata Alvin melebar, dengan ekspresi datar pria itu membuang wajahnya kearah berlawanan agar ia tak dapat melihat seseorang yang menyapa Alvin tersebut, tepat berdiri di sis kanannya.
Alvin memutar badan, ia melangkah cepat seolah ingin menghindar.
"Alvin, tunggu..." Laura mencoba mengejar dengan cara mengikutinya.
"Maaf, tapi aku harus pergi." tepis Alvin saat Laura hendak meraih tangannya.
"Alvin! Aku sudah kembali," pekik Laura berusaha mengejar.
"Tidak, lain kali saja!" tegas Alvin dingin langsung memasuki mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Permainan Cinta
RomanceCinta sepihak memanglah menyakitkan, itulah yang dirasakan Luna. seorang gadis yang memilih pernikahan untuk mewujudkan kisah cinta yang dirinya impikan. Namun, siapa sangka? ia terlalu menganggap remeh Alvin. target cinta sekaligus lawan dari perma...