CHAPTER 10

49 1 0
                                    

Keesokan harinya, Luna memilih untuk menyempatkan waktu dengan menemui teman-temannya. selama ia menjadi istri, Luna cukup merasa lelah. Buka karena di haruskan untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan melayani suaminya. Lebih dari itu, Luna harus menyiapkan mental dalam rasa khawatir yang semakin hari mulai menggerogoti isi dalam kepalanya.

Perubahan kecil yang dapat Jeny dan Ruby rasakan. saat ketiganya berkumpul dalam sebuah lingkaran meja berukuran sedang. Luna terus saja Ruby dan Jeny perhatikan. Bahkan saat kedua wanita itu semakin mendalami sorot mata Luna. Mereka berdua merasa jika ada sesuatu yang hilang dari dalam diri sahabatnya.

"Luna, apa pernikahanmu bahagia? Sejak tadi kau tak banyak bicara. Wajahmu pucat, bahkan kau sangat sering mendengus." ucap Jeny bertanya perhatian, dengan pandangan sesekali melirik kearah Ruby.

"Tentu saja, aku sangat bahagia. Alvin sangat memanjakan ku." sahut Luna santai berbohong.

Tentu saja Jeny dan Ruby tidak percaya. Mereka juga tahu, jika Alvin sedang terseret oleh sebuah skandal yang menarik namanya bersama Laura. Model sekaligus Artis pendatang baru yang namanya sempat tenggelam.

"Luna apa kau..."

"Aku tahu, aku tahu segalanya. Skandal yang membawa nama suamiku kan?" sejenak Luna tersenyum kecut, "Ayolah. Itu hanya gosip. Jalang itu berusaha menghidupkan kembali kepopulerannya dengan menyeret nama suamiku."

Sikap yang selalu membuat Jeny dan Ruby sebal. Luna selalu saja terlihat baik-baik saja saat di hadapan mereka. padahal kedua wanita itupun tahu, jika sekarang Luna pasti sangat sedang khawatir dan terluka. Kenyamanan Luna pasti terusik, takala wanita yang berstatuskan mantan kekasih Alvin itupun hadir kembali dan menciptakan bencana dalam rumah tangganya.

"Jangan bersikap sok santai, kami berdua tahu jika kau sedang tidak baik-baik saja, Luna. Jika kau mau, aku bisa melempar kuah ramen ke wajah jalang itu, untuk membantumu." ujar Ruby mendalamkan lipatan di dahinya, menatap Luna tajam.

"Aku bisa melakukannya sendiri, kau tahu aku bukan?"

"Luna itu..." Dua bola mata Jeny membulat, tangannya menunjuk pada suatu titik yang mengarah tepat pada sebuah meja di sudut aula.

"Apa?" Luna memalingkan wajahnya perlahan, mengikuti arah yang di tunjuk Jeny. "Alvin?" Wajah Luna merona seketika, rahangnya mengeras saat emosinya perlahan mulai bergejolak. "Pria bajingan!"

Entah apa yang Alvin rencanakan. Di sisi lain, pria itu selalu menampik sesuatu yang Luna tuduhkan. Akan tetapi, kali ini Luna menyaksikan aksi gila suaminya secara langsung. Alvin justru datang kesebuah cafe bersama Laura, perempuan yang selalu Luna sebut sebagai jalang.

"Tahan dirimu, Luna." Ruby mencoba meraih tangan Luna guna menenangkannya.

"Lepas!" Luna menepis tangan Ruby penuh kekesalan. Wanita cantik tersebut lantas melangkah mendekati meja Alvin dan Laura guna memberikan mereka pelajaran.

"Cepat rekam, tunggu apa lagi. Ini bisa kita jadikan sebagai bukti." titah Ruby pada Jeny setelah Luna benar-benar terlihat sudah kehilangan kesabarannya.

Malu, mungkin itu yang Luna rasakan. Sebab, di hadapan semua orang yang bertanya perihal hubungannya bersama sang suami. Luna selalu menjawab jika dirinya bahagia, dan Alvin sendiri selalu memanjakannya dengan penuh cinta.

Kini Luna merasa jika Alvin telah melempar sebuah kotoran ke wajahnya. Luna sendiri merasa jika Alvin benar-benar sangat tidak tahu diri, karena sudah berani berbohong dan tergoda oleh seorang wanita yang jauh lebih buruk dari pada dirinya.

Bruak... Luna menggebrak meja yang Alvin dan Laura tempati sambil menatap kearah mereka dengan sorot mematikan secara bergantian.

"Lu... Luna," Alvin terperangah, pria itu langsung berdiri setelah menyadari kedatangan istrinya.

"Kau masih mengenalku ternyata!" celetuk Luna garang mengeratkan giginya.

"Baguslah jika kau melihat... Ahhhh..." Belum sempat Laura menyelesaikan ucapannya, Luna langsung meraih kepala wanita tersebut dan menjambak rambutnya.

Seringai licik Luna tercipta, "Kenapa berteriak? ?masih berani kau bicara lagi?"

Sisi mengerikan Luna mulai terlihat. Bahkan di meja lain, Ruby dan Jeny nampak tak heran melihat aksi bringas yang sedang Luna lakukan.

"Luna, cepat lepaskan dia. Apa yang kau lakukan? Ini tidak seperti yang kau pikirkan." Alvin mencoba melerai emosi sang istri.

"Masih berani membelanya?" nafas Luna memburu, ia semakin mengeratkan jambakannya pada Laura hingga kembali membuat wanita tersebut berteriak sakit.

"Ahhhh... tolong lepaskan aku, dasar wanita gila." Laura mencoba melawan, dengan cara memukul tangan Laura yang semakin mencengkram rambutnya dengan kuat.

Semua pengunjung cafe sampai bertindak sama, seperti yang Ruby dan Jeny lakukan. Tak sedikit dari mereka mendukung tindakan Luna. Dan tak sedikit pula, mereka mengklaim tindakan Luna bisa membuat wanita itu terjebak masalah pasal penganiayaan atau penyerangan.

"Cukup, Luna!" Pekik Alvin memperingatkan hingga sukses membuat Luna tertegun.

"Kau berteriak padaku hanya demi wanita tidak tahu malu ini?"

"Bukan seperti itu..."

Luna lantas melepaskan tangannya. dengan penuh kebencian, wanita cantik itupun meraih semangkuk ramen yang sudah Laura pesan lalu menyiramkan ramen tersebut tepat ke atas kepala Laura.

"Ahhh... Psikopat, wanita ini benar-benar sudah gila." jerit Laura tidak terima.

"Dasar! Jalang!" umpat Luna, lalu kemudian berlalu sambil menabrakkan bahunya kepada Alvin.

Rasa kecewa yang Luna tunjukan sangat sulit untuk di pungkiri. Menurut Luna, Alvin benar-benar sangat keterlaluan. Tak masalah jika pria itu tidak mencintainya. Namun, tidakkah Alvin sedikit bisa menghargai pernikahannya. Meskipun tanpa adanya perasaan. Kenyataannya Alvin dan Luna sendiri sudah di sumpah untuk menjaga ikatan tali pernikahan.

Permainan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang